Senin, 31 Agustus 2015

Jalan-Jalan Mencari Cerita tentang Wanita

Salah satu kecantikan Indonesia adalah sesuatu yang sudah terbalut mitos dan legenda. Candi Prambanan sempat ‘hilang’ dari ingatan masyarakat dan akhirnya kembali ditemukan di tengah-tengah hutan lebat. Kini, Candi Prambanan tak hanya menjadi salah satu rumah ibadah yang masih aktif pada momen-momen tertentu, tetapi juga menjadi salah satu ikon cantik kota Jogjakarta .

Kisah legenda tentang Rara Jonggrang yang memperdayai Pangeran Prabu Bandung Bandawasa, memintanya mendirikan 1000 candi dalam semalam sebagai syarat menikahinya padahal itu hanyalah cara menggugurkan lamarannya. Betapa tidak, sang pangeran adalah orang yang membunuh ayahanda putri Rara Jonggrang. Saat 999 candi dibuat atas bantuan makhluk halus, Rara Jonggrang bertindak cepat dengan membangunkan perempuan-perempuan desa dan disuruhnya menumbuk padi. Tak hanya itu, jerami dibakar sehingga si ayam jantan terbangun dan mengira hari sudah pagi, lalu berkokoklah ia. Mendengar kokokan ayam, para makhluk  halus segera meninggalkan tugasnya. Marah karena ditipu oleh sang putri, Pangeran Prabu Bandung Bandawasa pun mengutuknya beserta dayang-dayangnya menjadi candi.  

Percaya atau tidak inilah tujuan bulan madu saya, tujuh tahun yang lalu. Kelihatannya bertolak belakang, tapi inilah pernyataan bahwa urusan keluarga adalah yang utama. Nobody messed up with my family. Begitulah bahasa mafianya. ^^

Dan dua tiket Sriwijaya Air kala itu, setibanya di bandara Adi Sutjipto, kami hanya perlu naik Trans Jogja hingga terminal, lalu jalan kaki menuju penginapan.

Memandangi kompleks Candi Prambanan dari jendela kamar kami seistimewa melihat taburan begitu banyak bintang di langit malam. Apalagi begitu mengunjungi langsung keesokan paginya. Saya bersyukur juga ada mitos bahwa pasangan kekasih yang datang ke Candi Prambanan maka akan putus. Seperti mitosnya Kebun Raya Bogor. Hal ini artinya, area hijau yang luas ini nyaman dinikmati. Ga ada pemandangan orang-orang pacaran. Rusa-rusa pun bertebaran di salah satu sisi, serasa tinggal di istana.


Tema wanita dan keluarga juga semakin ditekankan dalam pertunjukan sendratari Ramayana yang diselenggarakan di Teater Barat Candi Prambanan, tak jauh dari penginapan. Tiketnya pun bisa dibeli di penginapan. Perjalanan Rama menuju istana Rahwana terlihat epik. Shinta yang walau bikin gemes, tapi nyatanya dia menjaga kehormatan dirinya walau menjadi tawanan.

Dengan  berlatar belakang Candi Prambanan yang terlihat menakjubkan dengan lampu sorot dan angin semilir malam, suasana pun jadi romantis walau panggung ‘membara’.


Namun itu tujuh tahun lalu, ketika temanya masih cinta-cintaan. Maklumlah, pengantin baru. Sekarang kalau ingin jalan-jalan, tujuan utamanya adalah memberi pengalaman seoptimal mungkin pada anak-anak. Namun, semangatnya masih sama tentang wanita. Maklumlah, ibu saya orang minang dan dididik secara minang. Jadi isu pemberdayaan perempuan itu kenceng banget masa saya kecil dulu. Sekarang saatnya meneruskan ke anak-anak saya yang dua di antaranya adalah perempuan. Namun bukan ke Padang tujuan saya selanjutnya. Melainkan ke Banda Aceh. Dan karena pasti bawa bocah-bocah, lebih enak naik maskapai yang ketahuan nyamannya, Garuda Indonesia. 

Saya ingin ziarah ke makam nenek buyut saya, Cut Nyak Meutia. Seorang wanita pejuang, yang harus melihat suaminya ditembak mati Belanda dalam keadaan hamil anak kembar. Pun setelah itu kedua anak kembarnya pun meninggal, Cut Nyak Meutia pun sempat sakit berbulan-bulan. Namun akhirnya dia memutuskan kembali bergerilya di hutan, setelah sebelumnya menikahi sahabat suaminya sesuai permintaan terakhir sang suami. Dan dalam perjuangannya itu, putra semata wayangnya pun turut serta. Hingga kemudian beliau tewas ditembak Belanda dalam sebuah pertempuran. Sebuah makam tua ditemukan beberapa tahun belakangan, letaknya tidak jauh dari lokasi pertempuran Cut Nyak Meutia. Dan ke sanalah saya  hendak datang.


Sebenarnya lokasi makam ini lebih dekat jika saya naik pesawat dari Jakarta menuju Medan Kualanamu. Tapiiii ... kalau ke Banda Aceh, saya lebih dekat ke tempat saudara. Jadi lebih cepat dapat tebengan menuju lokasi. Hehehe ... modus. Lagipula ada sepupu dan keponakan saya juga korban tsunami, jadi baiknya memulakan diri berziarah di Banda Aceh. Entah itu di pemakaman massal, entah itu di pinggir laut.

Ah, pasti ada begitu banyak cerita di sini, di tanah kelahiran papaku, yang masa kecilnya pun terdengar tidak nyata di kuping saya. Itulah hakikat bepergian bagi saya, guna menemukan cerita tentang masa lalu, tuk merajut semangat di masa depan.



2 komentar: