Jumat, 10 November 2017

JJS: Sisi Lain Suami di Bumi Perkemahan Gn. Gede Pangrango



Saya baru saja datang ke lokasi pernikahan saudara sepupu saya dan sempat mencegat sang pengantin yang hendak naik mobil menuju rumah lain untuk berganti pakaian resepsi. Terburu-buru saya ucapkan selamat dan kemudian menghambur ke pelaminan mencari mak etek dan etek saya selaku orangtua pengantin untuk memberi salam selamat. Tak lupa saya menyalami satu per satu tamu yang semuanya saudara itu. Semua bingung melihat saya begitu terburu-buru kembali menuju arah keluar.


“Mau ke mana?” tanya mereka seragam.
“Mau kemping.”
Lalu sorot mata bergulir dari ujung kaki ke ujung kepala, mungkin dikira saya akan kemping dengan baju pesta ^^


Pernikahan yang dilangsungkan di Bekasi itu memang mendadak, nyaris bersamaan dengan keputusan suami untuk mengajak anak3nya kemping perdana. Melihat antusias suami membeli berbagai macam perlengkapan outdoor, mau disuruh diundur demi mengikuti perkawinan saudara dengan lebih khusyuk kok ya ga tega. Suami memang sejak masa muda senang kemping, dan paling tidak sejak berkenalan dengan saya, dia sudah tidak pernah lagi naik gunung. Hampir 10 tahun lah. Jadi kalau dia sudah bersiap, mungkin rindunya sudah membuncah. Walau anak yang terkecil baru saja menginjak dua tahun.


Kami buru-buru sebelum jalur ke arah puncak ditutup. Maklum akhir pekan. Suami juga sudah berjanjian dengan kawannya untuk ketemuan di TKP.
Setelah sempat nyasar mencari yang namanya Bumi Perkemahan akhirnya ketemu juga.


Dan yang pertama saya cari adalah, kamar mandi. ^^ sebagai orang yang hanya pernah satu kali kemping, kamar mandi di hutan itu agak gimana gitu ya. Namun, kami beruntung. Kawan suami sudah menyiapkan segala sesuatunya, terlebih karena dia pun membawa keluarganya. Posisi tenda di dekat sungai dan kamar mandi tapi tetap aman bagi anak-anak berkeliaran. Tenda dan kasurnya menggunakan jasa sewa di sana, jadi kita cukup bawa makanan. Walau makanan juga bisa beli sih hehehe ....



Setelah turun dari mobil di parkiran, saya harus menghadapi kenyataan bahwa saya memang sudah lama tidak olahraga. Ada tangga tinggi banget untuk mencapai tujuan, setelah menanjak, lalu turunan. Herannya, anak-anak ga merasa capek tuh (apalagi yang digendong), semangat menuruni tangga terlebih melihat terowongan berbentuk krokodil zaman dinosaurus. Mereka semakin jejeritan ketika tahu kemahnya di dekat sungai dan langsung menghambur ke sana. Sesuatu yang sudah bisa ditebak. Arusnya deras walau tidak dalam, jadi anak-anak tetap ditekankan main di antara bebatuan. Sekalian mandi lah di sungai. Walau kamar mandinya cukup bersih dan hanya perlu bayar kalau ada penjaganya, tapi airnya juga dingin banget.



Tenda  yang saya dapat berukuran sedang. Sebenarnya dengan tiga anak dan satu keponakan, cocoknya tenda yang besar, tapi waktu itu kawan suami kadung pesan yang sedang, ga nyangka anak temannya banyak kali ya hehehe. Sudah ada dua kasur busa juga bantal. Suasananya kaya di rumah sendiri aja, tidur mepet-mepet hehehe ... Kalau mau shalat juga ada tempatnya, cukup apik karena dibuat semacam bilik bambu dan air wudhu yang mengalir terus. Mukenanya juga banyak.


Ketika malam mulai menggantung, anak-anak tidak berkurang excitement-nya. Mereka penasaran dengan berjalan-jalan dalam gelap hanya berbekal lentera led. Sementara orang dewasa mencoba membuat api unggun. Saat menyalakan api unggun juga jadi ekstra hati-hati karena ada anak-anak yang masih norak-norakna.
Sementara  suami menyombongkan diri, “kalau kemping, teman-teman ayah semuanya makan masakan ayah. Ayah rajin masak soalnya.”



Saya nyengir saja mendengar si tuan besar yang suka banyak komplen soal masakan ini tapi ga mau cuci piring. Eh curcol. Ga tahunya beneran dia semangat pinjam kompor lalu mulai masak ini itu. Ga yang aneh-aneh sih, goreng daging burger (padahal dia ogah banget makan burger), bakar roti, masak air, bikin pop corn ... tumben lah saya makan sesuatu yang dia persiapkan sendiri. Kan saya jadi enak.



Ternyata semakin malam semakin dingin. Ya iyalah, namanya juga di gunung. Anak-anak sudah pakai kaos kaki dan jaket dua, dan mereka pulas banget tidurnya. Apa mereka cape juga setelah main di luar ya?



Keesokan harinya baru deh eksplor ke tempat lain di sekitar situ. Karena tempatnya juga dipakai untuk acara-acara gathering jadi pasti ada yang komersilnya. Salah satunya yang kami coba adalah dayung perahu.Dengan membayar Rp25ribu, kami sekeluarga bisa menggunakan perahu, dayung sendiri tapi yaa ... kayanya ga dalam sih situnya.


 Viewnya luar biasa dengan hutan pinus dan ujung-ujung gunung yang terlihat, tiba-tiba saya teringat suatu tempat di pedalaman Amerika yang sering muncul di televisi. Indonesia ternyata juga punya pemandangan keren kaya gitu. Rasanya saya mau berlama-lama di situ, tapi saya ingat ada dua anak yang  suka ga sabar pengen jumpalitan. Cocok buat melamun soalnya, eh tapi kalau musik kencang yang dinyalakan sound system di situ ga dinyalakan sih...





Destinasi selanjutnya adalah air terjun.  Nah, ini jalannya rada kaya menembus hutan gitu. Ada jalan setapak tapi di tepi jurang. Jadi saya yang mudah tersandung ini lebih memilih menyerahkan si bontot ke suami daripada saya gendong  sendiri. Keputusan memakai sepatu juga tepat, karena di beberapa tempat pijakannya licin. Setelah 15 menit menanjak akhirnya ketemu juga air terjunnya. Ga besar sih, tapi cukup untuk tempat main anak-anak.




Kayanya di tempat seperti ini ga perlu banyak tambahan sih ya. Setidaknya buat anak-anak, sungai  dan lahan luas dengan pohon-pohon sudah jadi arena bermain yang ga habis-habis level kegembiraannya.


Hanya satu malam kami kemping dengan citarasa agak glamping. Sore itu, setelah siangnya kami main-main di tenda saja karena hujan, akhirnya saling berpamitan dengan kawan suami. Kalau dilihat dari gelagatnya sih, bakal ada lagi agenda kemping bareng keluarga. Hmm... mungkin tahun depan. Ke mana ya? Saya sih selama kamar mandi ok, no probs lah. Belum siap yang harus keruk-keruk tanah buat BAK dan BAB hehehe ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar