Sudah lama sebenarnya ingin ikut tur dalam kota sama komunitas sejarah atau komunitas pejalan kaki. Kali ini dapat tema dan waktu yang pas bareng Indonesia Hidden Heritage. Yang saya incar adalah Pelabuhan Sunda Kelapanya dan disebutkan akan makan malam di Marina Batavia, persisnya di rooftop nya. Bayangan akan laut dan langit senja tentu membuat semangat saya melambung-lambung. Bayarnya cukup murah, Rp. 165000,- saja sudah termasuk makan malam.
Memang, bisa lebih murah kalau jalan sendiri, tapi yah beda berapa sih, terkadang kan bareng-bareng yang lain meski ga ada yang kenal bisa menciptakan pengalaman tersendiri. Maka setelah saya mampir ke dua Museum: Museum Bank Mandiri untuk melihat Pameran Opera Omnya dan Museum Bank Indonesia yang sebenarnya cuma mau numpang kamar kecil tapi jadinya tawaf juga di dalam sana, saya bertemu dengan rombongan dengan dresscode sailor alias nuansa garis biru putih. Hampir semuanya perempuan. Ada sih laki-laki, last minute tapi. Itu pun orang Indonesia yang baru balik dari Kanada. Lalu ada satu bule, karyawan IKEA. Kalau ga salah ingat, ada 11 orang belum terhitung pemandu dari Indonesia Hidden Heritage.
Awalnya, saya pun kaya yah relain lah, karena saya sudah beberapa kali ke Museum Sejarah Jakarta. Apalagi status saya lulusan Program Studi Belanda. Ceritanya sombong. Tapi rupanya dengan menggunakan guide dari Museum Sejarah Jakarta, saya baru tahu kalau ada yang namanya Ruang Mural. Saya selalu melewati ruangan ini tapi ga pernah benar-benar menyimak kalau isinya adalah bakal mural. Maklum, yang sudah diwarnai baru satu setengah sisi, selebihnya masih sketsa karena pelukis nya meninggal dunia. Duh kalau tahu begini, jadi ingat keterangan di pameran Opera Omnia terkait usaha para seniman mengembalikan lagi warna karya Leonardo da Vinci atau ya bahkan membuat replika dengan resolusi tinggi seperti yang dipamerkan di Museum Bank Mandiri. Harusnya sih bisa ya... soalnya sudah ada yang mulai pudar.. Malah saya inginnya diwarnai saja full.. Biar tuntas...
Setelah dari Museum Sejarah Jakarta, kami naik angkot dari depan Museum Bank Mandiri menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Lucu sih, ada yang sudah lama ga naik angkot, bahkan ada yang belum pernah naik angkot. Kayanya kalau trip begini memang ga bisa manja-manja, yang penting semua bareng-bareng.
Butuh sekitar 15 menit sebelum kami tiba di tujuan. Kebayang kalau kami memilih jalan kaki hahahah... Pelabuhan Sunda Kelapa pernah menjadi pelabuhan utama pada masanya. Kini, Pelabuhan Sunda Kelapa hanya beroperasi untuk kegiatan antar pulau. Yah, kan Jakarta punya banyak pulau. Banyak kapal-kapal phinisi bersandar. Dan tentu saja tumpukan kontainer yang menggelitik hasrat selfie saya. Di Pelabuhan Sunda Kelapa, kami mencoba naik perahu. Satu alasan kenapa saya tidak ajak kawanan dino, karena sudah menyangka akan naik perahu kecil yang sangat rentan terbalik kalau penumpangnya ga bisa tenang.
Langit biru terang dan air laut ga banyak sampah apalagi bau, jadi berperahu 30 menit itu terasa melayang begitu cepat. Sekadar melihat dua mercusuar merah dan hijau yang saya tidak tahu apa cerita di baliknya. Juga untuk merasakan berada di tepi Jakarta. Saya membayangkan, kapal-kapal dari Rotterdam pernah bersandar di sini.
Lepas naik perahu, kami berjalan ke destinasi terakhir yaitu Marina Batavia. Sebuah gedung tua berbatasan merah yang sempat terlihat dari perahu kami tadi. Saya yakin tempat ini dulunya adalah tempat yang terkait dengan urusan pelabuhan. Entah itu kantor atau tempat lelang. Yang pasti, itu bukan tempat makan dari dulu.
Meski kami disambut oleh patung dengan kostum tentara Belanda di gerbang, tapi interiornya justru lebih terasa nuansa tiongkoknya. Entah karena memang hari itu tengah perayaan cap go meh atau karena yang mengelola adalah keturunan Tionghoa. Apa pun, bagi saya itu menggemaskan, rasanya mau berlama-lama di situ. Tamu-tamunya juga banyak yang datang karena kumpul keluarga dalam rangka Cap Go Meh. Di sekitarnya, bersandar kapal-kapal modern... Milik pribadi kayanya.
Kami langsung ke lantai teratas untuk mengejar momen matahari terbenam. Sayang, awan toska tengah tebal sehingga menutupi matahari. Namun, pemandangan laut dari balkon selalu membuat saya bahagia. Apalagi pemiliknya mengemasnya dengan cukup apik sehingga kami dapat berfoto-foto di berbagai sudut dengan antusias.
Sekalian saja ya saya review Marina Batavia hehehe... Saya secara pribadi suka tempatnya. Tempat ini sepertinya juga digunakan untuk acara perkawinan baik itu indoor atau outdoor. Yang menyenangkan adalah, disediakan tempat shalat. Dan tempatnya tuh cakep. Lucunya papan penunjuk musholla berada di ruangan yang saya yakini adalah tempat untuk pemberkatan perkawinan. Pokoknya ga selesai-selesai deh foto-fotonya
Acara diakhiri dengan makan malam bersama. Bercengkerama lebih lanjut dengan teman-teman baru. Hingga tibalah waktunya kami harus pulang. Nah, di sini nih baru ada kendala... Susah banget order taksi online. Kebanyakan maps nya akan mengarahkan lewat Ancol yang notabene jadi lebih jauh bahkan tersesat. Jadi lebih 30 menit kami menunggu dan untungnya bisa dilewati dengan mencari spot foto bahkan tiktok-an ...
Saya pasti akan ikutan lagi kalau waktu dan temanya pas. So far, dikeker terus di IG dan FBnya Indonesia Hidden Heritage jika ada info terbaru. So much fun.