Minggu, 05 April 2015

hoMYNGGU: (Review Sekolah) Multiple Intelligence di Gen Cerdik

Akhirnya si Amy menyerah juga. Ga sanggup deh lagi hamil begini tapi juga harus ngehomeschooling anak-anak. Dan pencarian tempat berkegiatan untuk Malika  dan Safir pun dimulai. Awalnya cari yang dekat-dekat dengan tower tempat tinggal, ada beberapa tempat kursus calistung tapi kok ya sebel dengar penjelasannya. Lalu sudut mata melihat di sebuah sudut, ada promo tempat edukasi baru, tapi baru saja saya akhirnya punya tenaga untuk menghampiri stan promo tersebut, eh sudah ga ada. Jadilah saya ke tower Sakura, dengan plang nama besar bertuliskan Gen Cerdik.

Begitu masuk ke ruangan yang memang hanya satu itu, anak-anak langsung menghambur ke arah rak-rak yang isinya mainan. Sementara saya duduk di meja penerimaan. Waktu itu memang sepi, hanya ada dua tiga orang di dalam sana. Mungkin belum ada kegiatan belajar mengajar.
“Kegiatannya, bermain.”

Jelas si mba-mba. Pendek sangat. Alis mata saya naik sebelah. Oookeee ... Lalu dia pun menjelaskan satu per satu program yang diusungnya, ada: art, spatial, literacy, english club, iqro, fun science, role play, dan logic & math. Beberapa program baru saya pahami belakangan.

Spatial adalah kegiatan yang terkait dengan bentuk, sehingga banyak menggunakan permainan balok. Di sini ga semata-mata diajarkan cara membuat sesuatu yang keren dari balok sih, karena setiap minggu ada satu tema besar yang diajarkan di Gen Cerdik, maka disesuaikanlah dengan temanya masing-masing. Kalau sedang diintip kesannya memang nih anak main-main doang terus fasilitatornya foto-foto, padahal itulah bagian dari pembelajarannya. Jika seorang anak setidaknya mengambil 4 program wajib, maka terjadi simulasi dari berbagai sisi, sehingga kemampuan spatialnya pun turut berkembang. Dari yang awalnya mengurutkan balok-balok, membuat bentuk dalam kurva terbuka, tertutup dan bahkan kemudian bisa merencanakan sejak awal hendak membuat apa. Dalam perkembangannya, ini mendorong anak menjadi pribadi yang lebih terencana alias tidak gegabah.

Literacy sesuai namanya banyak terkait dengan buku. Lucunya di sini malah tidak diajarkan membaca. Perkenalan huruf ada tapi tidak menonjol. Saya ingat betapa Malika tidak suka dengan work sheet tracing di sekolah sebelumnya (itulah alasan saya tidak memasukkannya ke les calistung). Konsepnya adalah pemahaman. Biasanya diawali dengan membacakan buku sesuai tema, lalu kemudian mulai ke kegiatan yang terkait dengan buku itu entah dengan prakarya atau bermain peran. Ini sih Malika sama Safir banget. Secara mereka cerewet tapi masih harus belajar menyimak dengan baik. Jadi di kelas ini bukan mendorong anak bisa membaca, melainkan suka membaca, bisa memahami, bisa menceritakan kembali dan akhirnya mengemukakan pendapat. Menurut sumber yang pernah saya baca, kegiatan membacakan cerita di rumah itu lebih terkait dengan kemampuan berhitung alih-alih kemampuan baca dan tulis. Saya teringat dengan penjelasan salah seorang pengelola kursus calistung bahwa ada anak usia SD yang mengerjakan PR di tempat itu dikarenakan mereka tidak paham dengan soal matematika. Jadi bisa baca belum tentu bisa paham loh ya. Saya pikir, oh pantas kok Malika senang banget hitung-hitungan padahal jarang saya stimulasi ke arah itu. Dan itu membawa saya ke penjelasan selanjutnya.

Logic & Math. Naah, di sini saya merasa pas, ketika matematika disandingkan dengan logika. Pada pertemuan orangtua murid dengan para pengajar sempat dijelaskan step by step kurikulumnya. Ada proses yang panjang sebelum akhirnya mencapai angka dan penjumlahan. Seperti konsep ruang, volume, waktu, arah, dan kawan-kawan. Tahukah Anda bahwa anak-anak itu pada usia dini itu penglihatannya seperti dunia imajinasi, kalau di film kartun tuh yang berbagai objek itu masih ga karu-karuan bentuknya. Rumah miring, jalan bergelombang, dan lain sebagainya. Masih bercampur-campur antara nyata dan tidak nyata. Makanya konsep seperti ini harus diajarkan. Terdengar sepele? Well, saya sangat suka memanfaatkannya untuk membuat anak mandiri terutama ketika saya hanya mampu tiduran di kasur. Saya jadi tidak perlu mengambilkan segala sesuatu untuk anak, dengan instruksi dari saya mereka bisa mengambil sendiri sesuatu yang mereka butuhkan. Walau masih ada yang belum bisa, yaitu seni mencari. Mencari barang tersembunyi bukan Cuma sulit dilakukan anak-anak tapi juga orang dewasa. Ayahnya anak-anak contohnya hehehehe ... Singkat kata belajar pemetaan. Setelah bisa memetakan sesuatu barulah ketemu matematika. Jadi ingat waktu SMA ga sih ketika belajar logika, saya sempat bingung, ini bidang apaan sih kok masuk ke matematika. Rupanya itu sangat berguna dalam memetakan sebuah masalah. Mudah-mudahan sih anak-anak jadi terstimulasi logikanya jadi ga sebentar-sebentar kebawa emosi.  

Itulah penjelasan di antaranya, nanti saya kepanjangan nulisnya.


 Nah, terus bedanya apa dengan di rumah? Saya membatin kala itu.
Kadang saya merasa lucu, ketika di tempat yang bangga dengan kurikulum mencetak anak yang bisa calistung di usia dini, saya sebal. Ketika ke tempat yang dengan entengnya bilang tempat edukasi yang fun alias banyak mainnya, saya agak error. Harusnya kan saya klop banget dengan metode itu. Namun, rupanya saya masih terpengaruh dengan apa kata dunia. Bagaimana saya menjelaskan pada orangtua saya terkait di manakah anak-anak mengemban ilmu? Jangankan orangtua, ketika saya memutuskan menunda TK Malika, suami menganggapnya sebagai penghematan uang pendidikan padahal kegiatan di rumah kan ga Cuma main. Mainannya pun dipilih. Outingnya dijadwalkan. Pakai duit semua itu hehehe.

Toh, akhirnya pada Februari si ayah setuju memasukkan anak-anak ke Gen Cerdik. Kalau anak-anak mah semangat banget ke sana, karena kami bilangnya Kelas Bermain. Program yang diambil adalah spatial, literacy, english club, fun science, dan logic & math. Dalam satu sesi ada dua program masing-masing satu jam. Jadi setiap hari anak-anak ngendon di Gen Cerdik selama dua jam. Saya yang awalnya membatin akhirnya mau tak mau harus menentukan pilihan agar tidak galau. Sudah jelas bahwa ini sejalan dengan konsep yang hendak saya jalankan di rumah, yaitu menambah pengalaman sekaligus wawasan. Namun, kondisi hamil yang suka semaput sendiri ini membuat saya harus merelakan mencari support system lain yang mendukung visi misi saya. Untuk Malika, visi misi saya adalah menyelamatkan hubungan ibu dan anak. Saya yang jadi (lebih) mudah senewen ini merasa bahwa semangat Malika yang sedang kembang-kembangnya harus diselamatkan, biar saya ada waktu untuk tenang dan kemudian bisa menyokong  segala kegiatan dia di Gen Cerdik. Sedangkan untuk Safir, yang pertama adalah membentuk lingkungan yang permanen sehingga dia juga punya teman permanen. Anak-anak memang main di taman, tapi karena jadwalnya berubah-ubah, ya temannya ganti-ganti. Kedua, mandiri. Biar dia ga ngelendotin kakaknya terus. Kakak ga ada dicariiin, kakak ada jadi berantem. Bah. Misi ke dua ini masih bertahap dilakukannya, targetnya ya ketika Malika masuk TK di awal ajaran baru nanti. Sekarang baru satu program saja yang dilakoni Safir sendirian.

Namun, bukan berarti tempat ini tidak memiliki kekurangan. Ketika minat warga Kalibata City meningkat terhadap Gen Cerdik, maka mulailah terlihat kekurangannya. Misal, kurang ruangan. Gen Cerdik memang hanya terdiri dari satu ruangan luas. Sehingga hanya bisa menampung satu program dalam satu waktu. Tapi karena orangtua pun dibebaskan memilih program dan harinya maka terjadilah penumpukan di beberapa program di waktu tertentu. 15 anak dalam satu ruangan ituuuu riuh banget loh, walau tenaga fasilitatornya sedang perlahan-lahan ditambah. Beberapa fasilitator baru pun ada yang masih kurang sreg dirasa oleh para orangtua. Yeah, it’s a process.

Ide menambah ruang sounds like a great idea, tapi itu menimbulkan biaya baru bagi orangtua. Dan lagi mungkin juga secara hitung-hitungan belum sampai level mendesak menambah ruangan baru karena di program lain malah cenderung sepi alias di bawah 8 orang.  Again, ini proses semoga ketemu jalan keluar lain.

Oleh karena terjadi pertambahan murid dan fasilitator, maka fasilitator senior pun mulai terlihat kewalahan. Laporan siswa yang awalnya dijanjikan tiap bulan, belum saya dapatkan. Setidaknya untuk saya. Jadi saya lebih memilih konsultasi langsung ke fasilitator anak-anak sebelum menentukan apakah akan meneruskan, menghentikan, atau menambah sebuah program di bulan baru atau tidak. Saya memang lebih senang bicara langsung karena lebih real time jadi saya bisa langsung menyokong pertambahan wawasan anak-anak di rumah.

Bagusnya tim Gen Cerdik ini terbuka dengan segala masukan. Grup whatsapp orangtua siswanya juga aktif karena kerap di-share tentang parenting dan kecerdasan anak. Pada bulan pertama Malika dan Safir masuk Gen Cerdik lucunya dua kali pula mereka disyuting stasiun televisi. Haiyah. Tapi bukan karena disyuting loh makanya ditulis di sini.


Info lebih lengkap silahkan follow twitternya di @gencerdik
Atau datang langsung ke Gen Cerdik yang terletak di kawasan KCS Walk tower Sakura Kalibata City.

Link liputan dari Net TV ada di sini dan di sini yaaa .... maap kalau ketemu muka saya hehehe ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar