Tampilkan postingan dengan label tmii. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tmii. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Mei 2017

JJS: Mengurai Kisah Keong Mas di Taman Legenda TMII



Tujuan utamanya memang Taman Legenda, karena si sulung dapat dipastikan akan suka sekali. Maklum, penggila dinosaurus. Namun, sekaligus ingin menuntaskan rasa penasaran si anak tengah yang belum pernah nonton di Keong Mas, TMII sementara kakaknya sudah. Rasanya ga matching, tapi ternyata kedua tempat ini saling berhubungan satu sama lain.

1. Rasa Orde Baru di Keong Mas, TMII
Datang ke Keong Mas seharusnya sudah tahu jadwal film yang diputar apa saja dan jam berapa saja, karena setiap jam beda-beda temanya. Saat itu kami sesuai takdir saja hehehe dan dapat jadwal film berjudul “Mutumanikam Nusantara”. Yah film jadul lagi deh.


Pada kunjungan pertama bersama anak sulung, saya menyadari bahwa theater iMax ini kurang di-update judul-judul filmnya. Rasanya sayang, padahal teater ini keren banget loh, belum ada kayanya yang layarnya sebesar ini di bioskop-bioskop ibukota. Sebenarnya ada sih, film-film baru tapi kemunculannya ga selalu satu bulan sekali.

Sembari menunggu, anak-anak melihat koleksi keong-keong nusantara yang dipajang di sekitar kuris-kursi tunggu. Padahal Keong Mas itu kan berasal dari cerita rakyat ya? Kenapa ga ada ceritanya di sekitar sini?

Film dimulai. Dan memang rasa orde baru ya. In a funny way.  Soalnya begitu melihat nama-nama yang muncul sebagai orang di balik layar kenapa jadi seperti melihat susunan kabinet ya? Hehehe .... Meski begitu, buat saya, film dokumenter ini digarap dengan baik. Ga asal jadi gitu loh. Dengan teknik kamera bergerak, film ini sukses membuat saya pusing dan kaki saya berdenyut ngeri saat menyunting ketinggian. Materinya sih tentang keberagaman nusantara, hanya beberapa daerah yang diangkat (ada beberapa seri sepertinya) dan masih ada Timor Timur ^^. Zaman sekarang kayanya boleh juga dibuat versi terbarunya, gampang kan sudah ada drone.
HTM: Rp.35000,-/orang

2. Taman Legenda:  A Place for a Freespirited Kid, like mine
Usai makan siang di warung dekat Keong Mas, kami sekeluarga jalan menuju lokasi Taman Legenda. Jika mengikuti jalan mobil, letak Taman Legenda berada di belakang area Keong Mas, setelah melewati Klenteng. Dari area parkiran sudah terdengar ‘suara-suara’ dinosaurus yang membuat anak-anak tak sabar menuju lokasi.

Saat mencapai loket, ada beberapa item paket top up. Seperti ketika ke Mekarsari, tiketnya berbentuk gelang yang berisi saldo untuk pembayaran wahana-wahana di dalamnya. Tadi saya mau ambil tiket terusan senilai Rp125000,- tapi saya pikir-pikir kan ga mau berenang. Soalnya sudah siang dan berenang itu bisa menghabiskan banyak sekali waktu plus saya ga bawa baju renang untuk anak-anak.  Akhirnya saya isi masing-masing gelang Rp100000,- toh bisa top up di dalam kalau kurang.

a. Petualangan Dinosaurus (Rp.25000,-/orang)
Tentu ini jadi wahana pertama yang dimasuki. Dengan robot-robot dinosaurus yang bersuara, bergerak-gerak kepalanya, bahkan ada yang menyemburkan air, si sulung senang bukan kepalang. Kecuali si anak tengah yang marah karena kaget. Area dinosaurusnya  siy tidak besar, cepat habisnya. Si sulung dah komplen, “Hah, gini doang?” sebelum kemudian pandangannya terjatuh pada area Arkeolog Cilik alias area pasir. Sebenarnya itu area pasir yang ada ‘rangka’ dinosaurus yang tertutup, jadi bisa pura-pura tengah menggali. Kebetulan hujan turun, jadi semakin ada alasan anak-anak berlama-lama main di situ.



b. Andong (Rp. 20000,-/andong)
Kata  suami saya, ini andong beneran karena rodanya dari kayu. Naik andong ini juga termasuk murah meriah karena hanya butuh top up dari satu gelang tapi bisa dinikmati beramai-ramai.  Lumayan dapat dua putaran.

c. Mata Legenda (Rp20000,-/orang)
Saya selalu suka ferris wheel. Lebih tepatnya selalu suka foto dengan ferris wheel sebagai latar belakang. Pengen coba di seluruh dunia, tapi belum mampu hehehehe ...




Sebenarnya naik mata dewa ini lebih bagus saat malam. Namun, di hari-hari tertentu, Taman Legenda hanya buka hingga sore, seperti hari itu saya datang. Ruangnya benar-benar tertutup, jadi aman. Bisa lihat TMII dari ketinggian. Beda rasa dengan ketika naik kereta gantung sih.



d. Memberi Makan Binatang (Rp5000,-/pakan)
Anak-anak kemudian bingung mau masuk wahana apa lagi karena ada berbagai macam permainan.  Mau naik komidi putar tingkat, saldonya ga cukup. Akhirnya saya tawarkan memberi makan binatang, dan mereka langsung bersorak gembira. Yang dihitung hanya pakannya, jumlah orang yang kasih pakan sih bebas. Jadi ketika memberi makan kelinci di dalam kandangnya yang cukup lapang, kami sekeluarga masuk dengan membawa dua gelas pakan saja. Si kecil juga bisa berinteraksi dengan kelinci yang memang kan ga agresif ya. Jadi suasana tenang, lucu-lucu gitulah.


Usai memberi makan kelinci, lanjut ke kambing. Kambing juga bukan kambing yang bisa kita lihat saat idul adha. Dari ukuran hingga tanduknya saja berbeda.



e. Taman Legenda (gratis)
Area Taman Legenda itu sendiri adalah area taman dengan varian air mancur. Ada patung-patung di situ yang masing-masing merupakan adegan-adegan dalam kisah Keong Mas. Jadi anak saya yang berjiwa bebas itu langsung menerjang Taman Legenda dengan tangan terbuka lebar, mengitari tanpa lelah setiap patung dan membaca keterangan kisahnya satu persatu. Cocok untuk santai-santai untuk para orang tua karena disediakan gazebo di beberapa tempat, tempat bagi anak-anak untuk berlarian bebas tanpa hambatan (entah berapa kali mereka keliling-keliling tempat yang luas itu), dan spot keren untuk foto-foto dengan landscape alamnya. Kalau tidak ingat hari sudah semakin sore, mungkin bisa lebih lama kami di situ.



f. Teater
Sengaja saya taruh di akhir wacana gratisan ini, sebagai ajang istirahat anak-anak sebelum pulang. Sebuah mini teater yang menayangkan film kartun tentang Keong Mas. Ilustrasinya bagus, dialognya dipahami anak-anak dan tidak lebay. Ruangannya cukup dingin (sekalian ngadem). Bagi anak-anak, serangkaian jalan-jalan ini disimpulkan dengan sempurna dengan film ini. Jadi mereka bolak balik mengaitkan dengan apa yang mereka temui selama berada di TMII. Ga nyangka ternyata bisa nyambung hehehe ....

Taman Legenda sudah hampir tutup, ketika saya menukar gelang, saya masih dapat sisa Rp15000,-/gelang. Rp.10000,- dari jaminan gelang, Rp. 5000,- sisa saldo. Lumayan kan kalau dikali 4. Next time mungkin coba yang terusan, dengan catatan harus dari pagi hehehe ...



Jumat, 16 Januari 2015

JJS: Ke TMII Saat Akhir Pekan? Jangan deeeh ....

Saat hamil di trimester pertama, saya suka jalan-jalan karena itu artinya bebas tugas dari masak dan tidak ada bau-bau dapur. Makanya saya jadi rajin lobi suami buat pergi ke tujuan yang saya mau. Selera kami berbeda, biasanya suami malas ke tempat yang ramai saat akhir pekan, tapi saya juga ga mampu bawa dua bocah sendirian jalan-jalan ke TMII segede gaban di hari kerja. Toh, tumben lobi saya berhasil.

Hari sudah siang. Naik taksi, saya sudah berpikir untuk pergi ke Istana Air Tawar. Malika saat itu sedang suka hewan-hewan laut, tapi karena Seaworld lagi sengketa, ga bisa ke sana deh kita. Maka, ke Istana Air Tawarlah kami hendak pergi. Masuk TMII, kami disambut poster super gede bertuliskan Wisata Spiritual. Hari itu tepat dengan malam 1 Sura. Melihat jadwal acaranya mungkin lebih tepat disebut Wisata Klenik. Bersandingan dengan itu ada poster acara aktor-aktor India Cari Cewe Indonesia. No comment lah saya.

Taksi tidak perlu bayar tapi ternyata mobil itu hanya diperbolehkan jalan hingga sekitar tugu. Selebihnya? Ya, silahkan atur sendiri. Begitu turun, kami langsung dihampiri seseorang. Rupanya penjaja motor sewaan. Silahkan sewa motor matic seharga Rp50000,- per jam untuk keliling TMII. Kami pikir, wah asyik juga, walau si ayah entah sudah berapa puluh tahun ga pegang motor sendiri, boro-boro kenal matic. Jadilah suami latihan dulu, maklum sekaligus bonceng dua bocah plus ibu hamil. Setelah titip KTP, kami pun melaju dan diberi bekal peta TMII. Malika dan Safir yang paling senang lihat ayahnya memboceng kami semua. Etapi, jeng jeng, jalanan muacete poooooll! Teknik membawa motor jadi diuji di sini, apalagi kami lapar. Dan tiga dari kami kalau lapar itu nyebelin hahahaha ... Awalnya kami mau ke tempat yang direkomen si tu tukang sewa motor eh tapi dengan kemacetan seperti ini? Entah kapan bisa tiba di tujuan. Jadi kami pun memarkirkan motor di seberang anjungan-anjungan Sumatra. Sekadar mengganjal makanan untuk anak-anak, itu pun ngantri. Dan untuk bermacet-macet ria di jarak yang dekat ditambah makan, sudah terlewat 1,5 jam. Wow, Rp50000,- flied so fast!

TIPS 1: Cari makan dulu. Baru sewa motor. Banyak kok motornya. Ga usah takut kehabisan. Itu memang kerjasama dengan pihak TMII-nya.

Saat makan kami memantapkan tujuan. Kayanya yang paling dekat adalah Istana Anak. Baru setelah itu ke Istana Air Tawar. Dan sesuai dengan permainan kesukaan Malika, bertualang, kami naik motor sambil membuka peta. Apalagi itu motor lebih sering diseret ketimbang dilaju hehehe ....

Sampai juga di Istana Anak. Lokasi tempat foto prewed-nya Uya Kuya ini sempat berjaya di masanya. Saya rasanya belum pernah ke sana. Dengan harga tiket Rp10000,- per orang kami pun masuk. Istana Anak memiliki pelataran yang cukup luas. Di sebelah kanan ada semacam terowongan berbentuk barong dengan ukiran batu bergambar dinosaurus yang kemudian akan terhubung dengan  terowongan besi-besi. Di sebelah kiri ada arena bermain. Di depan pintu istana sudah berdiri badut-badut untuk keperluan foto. Sayangnya, jenis badutnya ga update. Masih kalah dengan yang banyak berkeliaran di Monas.


Ternyata untuk masuk ke dalam istana bukan lewat tengah tapi dari belakang. Jadi kami menembus istana untuk melihat sebagian dari air terjun di kolam renang dan ruang terbuka. Setelah naik tangga, kami ketemu lagi open space di bagian atap. Saya pikir ini istana bisa dimasuki, mungkin sejenis museum lucu-lucu. Cerita tentang princess-princess dari seluruh dunia kek atau para dewi-dewi ala Indonesia. Jadi ga bangunan kopong macam rumah contoh.


Setelah foto-foto, Malika sudah ga sabar ingin ke arena bermain. Sebenarnya sih ya, saya rada malas ke arena bermain itu. Untuk permainan standar macam ayunan, jungkat jungkit, atau panjat-panjatan sih memang tidak bayar, tapi masak jauh-jauh ke TMII buat main beginian saja? Kami tawarkan coba naik kereta Kelinci. Yah lebih murah dari naik kereta di mal tentu saja, hanya Rp10000,- per orang. Suami ga ikutan naik, biar dia jadi juru potret aja. Saya, Malika, dan Safir yang naik. Ga harus menunggu lama sih. Rutenya? Hmmm ada yang aneh dengan rutenya. Tetep ya bawaannya mau kritik. I mean, ga interaktif sama sekali. Okelah melihat pemandangan, tapi masalahnya kebanyakan pemandangan adalah bagian belakang bangunan, jadi rasanya gimanaaa gitu. Anjungan utuh yang dilewati paling juga Timor Timur itu pun sudah prihatin karena bukan bagian dari Indonesia lagi. Lalu ada semacam terowongan kereta dari tanah yang tidak terpakai. Lalu, hanya ada lagu anak-anak yang membahana, pake tour guide kek. Tapi mau jelasin apa ya? Asal usul kloset yang sudah tidak dipakai lagi di gedung sebelah sana itu? Ah, padahal rutenya lumayan panjang.

Bicara soal kloset, ya ampyuun klosetnya tini mini biti banget yak. Emang sih istana anak-anak tapi kalo urusan ke kloset kan minimal bareng emaknya.

Nah di ujung rute kereta kelinci saya melihat ada satu gedung di istana tersebut yang dari papan namanya adalah perpustakaan. Namun, bisa ditebak, sudah tutup. Ah, sayang.

Begitu saya longok lebih dalam ketika anak-anak di arena bermain gratisan itu, selain tempat shalat, di dalam gedung itu ada ruang untuk pentas-pentas. Mungkin dongeng atau semacamnya. Entah kapan terjadinya karena di anjungan lain sibuk dengan acara 1 Sura nya, istana Anak yang ga punya acara khusus. Ah, sayang (lagi).


Arena bermain itu memang ga semuanya gratis, untuk mandi bola, helikopter, dan mini roller coaster harus bayar lagi. Ga mahal sih, Rp5000,- sajah. Cuma kok rada ga efektif ya, bentar-bentar bayar. Ga bisa apa pasang harga Rp30000,- di tiket masuk, bebas main apa saja? Kecuali berenang.
Anak-anak sih maunya main di situ terus, habis banyak anak-anak lain sih. Terus memang wahana main old schoolnya juga banyak. Lumayan terurus, masih banyak yang bisa dimainkan. Spotnya juga ada beberapa di sekitar Istana Anak ini. Namun, berhubung sewa motor nih, dan ada beberapa lokasi yang mau dikunjungi, agak dibujuk dulu deh mereka supaya segera udahan.

Lokasi selanjutnya, Istana Air Tawar. Pede memegang peta dan petunjuk eeeeeh salah jalan.

TIPS 2: Baca dan lihat peta baik-baik, ada jalanan yang tertutup dengan gambar-gambar gedung. Kalau sudah terlewat, tidak bisa langsung balik kanan. Satu arah cuuuy.

Nah karena satu arah itulah Suami males banget harus memutari TMII lagi. Untuk sekadar pengetahuan TMII ada apa saja sih cukup, saya jadi tahu mau ke lokasi apa jika ke sini lagi suatu hari nanti.

Setelah batal ke Istana Air Tawar terus ke mana? Keong Mas? Ah sudah lewat tayang bioskopnya. Padahal setiap jam ada. Dan kami melewatkan pentas terakhir. Sudah jam 3 sore. Kasir di otak saya memutar harga sewa motor. Haiyah, kudu segera dikembalikan nih motor. Tapi kita mau ke mana? Ya suds kereta gantung. Lagi-lagi hanya bertiga, biar suami bisa kembalikan motor. Toh posisinya di bagian depan TMII tidak begitu jauh dari tugu. Harga kereta gantung Rp40000 per orang dan antrinyaaaaaa .... naudzubillah min dzalik. Pas masuk ga keliatan tuh antrian. Begitu dah di dalam setelah beli tiket, OMG ada berapa kelokan yang harus kami lewati dalam bentuk antrian? Pokoknya lama betul deeeh. Mau undur diri, sayang duitnya hahahah ... ya suds, ke TMII ga naik kereta gantung itu ga afdol. Kereta gantung ini legendaris.


Daaaan akhirnya bisa naik juga. Kereta gantung ini minimal memuat tiga orang, mungkin kalau hari biasa ga dihitung kali ya. Kan buat yang pacaran, masa bertiga sih? (ah, jadi inget kereta gantung di Ancol hiiiy). Anak-anak sih senang. Bisa lihat dari atas penampakan danau berbentuk peta Indonesia. Bisa lihat macam-macam lah dari atas. Tapi ...

TIPS 3: Bumil naik kereta gantung? Hati-hati, bisa menyebabkan pusing.
Padahal saya tidak takut ketinggian loh hehehe ...

Rutenya lumayan panjang, yah ga domplang banget dengan ngantrinya lah. Kondisi kereta juga bagus. Ada spot bening cukup panjang di kedua pintunya, jadi bisa lihat ke bawah langsung. Tidak sebesar spot di kereta gantung Singapura loh ya. Itu mah lumayan bikin ngilu.
Setelah dari kereta gantung, baru deh makan lagi. Di sana yang bertebaran adalah CFC. Anak-anak kelaparan juga, belum makan yang betul dari tadi. Syukur bawa suplai minuman cukup banyak. Sudah kenyang, masih sore di TMII, beberapa wahana sudah mulai tutup. Kami pun memutuskan nongkrong di sekitar Tugu. Nimbrung yang main gelembung sabun atau sekadar menikmati yang sedang main pesawat or layangan. Ga perlu beli-beli. Bokek. Ternyata TMII ini menguras duit banyak juga kalau dadakan kaya gini. Bisa dibilang ga malu-maluin lah peninggalan Ibu Tien ini. Cuma ya itu, di upgrade dong fungsinya. Ga ada bagian kreatifnya apa?


Jelang magrib, kami pun pulang dengan taksi yang banyak ngetem di sana. Akhir kata ....


TIPS 4: Jangan ke TMII saat akhir pekan. Serius.