Rabu, 02 Juli 2014

REVIEW: Dunia Ayah Dunia Papomics




A good husband is a good dad.
Belum diputuskan apakah kutipan di atas sejalan dengan yang akan dituliskan =P
Minggu lalu akhirnya membulatkna tekad jalan kaki 400 m dr Kalibata City ke Plaza Kalibata. Yah, secara peta memang bersebelahan, apalagi tower tempatku tinggal memang yang persis di sebelahnya. Namun, kami dipisahkan oleh rel kereta api dan lahan parkir, sehingga segitulah jarak yang ditempuh. Bukan perjalanan mudah karena sambil meninggalkan anak-anak dengan ayahnya yang artinya tidak bisa lama-lama dan belum lagi keadaan jalanan di luar Kalcit plus simpangan kereta adalah tanda di mana motor berkeliaran tidak tentu arah.

Tujuan besar saya adalah Gramedia. Eh? Emangnya ga ada toko buku di Kalcit? Ada sih, tapi kok tokonya kaya orang mau tutup usaha ya? Ga update. Ya terpaksalah saya ke Gramedia, yang godaan bukunya cukup besar hehehe. Saya ingin beli buku komik kompilasi Papomics dan Mamomics. Mamomics ini lebih dulu keluar. Dari judulnya yang tentang para jagoan komik ketika jadi ibu-ibu. Sudah lama saya menangguhkan membelinya eh rupanya keluar temannya, Papomics. Kali ini saya menjalani hari-hari penuh rasa tidak enak karena belum juga membelinya. Segitunya? Iya. Soalnya di Papomics ada karya abang saya, Muhammad Nurul Islam. Papomics sendiri merupakan kompilasi empat komikus jantan, Harris, Harry Martawijaya dan Oyasujiwo. Dan  satu cara mendukung karya ini ya dengan membelinya. Beli loh ya, bukan pinjem, minta, apalagi fotokopi.

Karya abangku ini juga bukannya belum pernah aku lihat. Kebanyakan komiknya sudah dipublis di multiply. Yang menarik bagiku adalah prosesnya, seperti biasa. Komik ini dibuat oleh Roel saat memulai perantauannya di Luton, Inggris. Dalam rangka mendukung sang istri kuliah s2 jadilah si Roel ini meninggalkan karier profesionalnya sebagai nonkomikus dan pindah bersama bayi perempuan berusia 9 bulan, Khansa. Kondisi perekonomian Eropa saat itu sedang terpuruk sehingga sulitlah bagi Roel mencari pekerjaan. Ditambah daycare di sana tidak menerima anak di bawah dua tahun. Beda ya sama di sini, bisa terima dari umur 1 bulan. Jadi jobless dan harus berhadapan sama anak bayi di negeri orang, tentu sebuah adaptasi yang besar. Sedangkan untuk mengaplikasi sebagai ilustrator harus bersertifikat. Oleh sebab itu, sementara mengais kesempatan dan untuk menjaga pikirannya tetap waras, dia pun menyempatkan diri untuk membuat komik. Ngomik memang sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil. Pernah mengisi kolom komik di Annida yang merupakan hasil iseng-iseng mengomikkan cerbung karya Helvy Tiana Rosa. Saya ingat waktu pertama kali mendengar kabar itu dari abang-abang saya. Tapi nanti ya ceritanya ...

Abang saya ini bukan orang yang suka bermain secara fisik, jadi saya sudah bayangkan bahwa dia akan banyak berkomunikasi dengan anaknya lewat gambar. Pasti lah dia mengalami masa-masa 'dianiaya' anak disuruh gambar ini itu. Ini tertuang dalam judul 'Anda Meminta Kami Menggambar'. Kisah Roel dan Khansa ini kalau dilihat dari kacamata dosen saya dulu, Pak Marahimin, bisa jadi sangat bagus karena memuat satu hal yang beliau sukai. Latar belakang. Perantauannya menjadi hal yang menarik di Papomics. Saya paling suka ilustrasinya tentang 'Rhyme Time'. Saat dulu diceritakan, saya terpikirnya sebuah kelas yang gimana gitu. Yah, mungkin karena yang cerita tukang gambar jadi ga valid ceritanya. Namun, di Papomics, saya bahkan jadi ingin membuat sudut rhyme time di Kalibata City. Hal sederhana, tidak perlu banyak peserta, tidak perlu bayar ... (cita-cita tinggi dari ibu-ibu yang galak).

Eh tapi ga adil dong ya cuma ngomongin abangku, kebetulan ada satu teman Roel yang saya kenal, namanya Haris Nurfadhilah. Dia membuka Papomics dengan gambaran ayah pada umumnya. Pergi gelap pulang gelap. Banyak lembur. Sedangkan dia sendiri memiliki dua bocah lelaki yang menunggu di rumah. Bukanlah hal baru lagi bahwa seorang ayah sejatinya tetap harus meluangkan waktu bermain dengan anaknya setidaknya 20 menit sehari. Itu kalau mau anak laki-lakinya jadi lelaki sejati. Ga mungkin semua belajar dari ibunya.

Lucu juga, mengingat konon si Harris ini sangat sibuk tetapi masih meluangkan waktu membuat komik tentang anaknya. I guess, ekspresi cinta memang harus terus diungkapkan. Toh, goresan cinta ayah ini menjadi kenangan manisnya setiap kali teringat anak lelaki keduanya yang kembali ke pelukan rahmatullah. Love in the hand of illustrators is begin from a scratch.

Lainlagi dengan Harry Martawijaya. Hampir mirip dengan abangku yang jadi full time dad, Harry ini bekerja dari rumah. Walau mati gaya saat harus ambil rapor yang isinya ibu-ibu semua atau kemudian dimafaatkan anak-anak sebagai kreator untuk berbagai kostum acara sekolah. Toh, butuh kekuatan super juga ketika 'Mama Pergi'. Namun, dia patut bangga pada dirinya yang tak pernah absen mengantar anak-anaknya, berada di rumah saat anak-anak tiba dari sekolah, dan tidak pernah ketinggalan segala rapat sekolah. Terdengar seperti ideal, tapi ada banyak kerja keras di belakangnya.

Lain lagi Oyasujiwo. Ilustrasinya menghiasi sampul depan Papomics. Di sini saya diumbar sebuah keriuhan keluarga beranak ... Empat. Dengan nama-nama yang unik. Ini ibarat keluarga Hoed versi komikus. Kalau baca deskripsinya mungkin banyak yang istigfar karena terkesan liar tapi saya juga mengalaminya dan merasa rada tenang membacanya. Saya rasa keluarga ini termasuk keluarga kreatif nan ceria, butuh banyak belajar kayanya sama mereka. Maklum, saya mungkin bisa main ekstrem dengan anak-anak tapi seketika emosi saya jadi drop dan kemudian merusak endingnya. Eh, curcol.

Anyway, ga rugilah bacanya. Mungkin para ibu jadi kepingin punya suami kaya mereka. Suami yang ga diem-diem saja di rumah. Yah, walau ga bantuin nyapu tapi setidaknya main sama anaknya. Main beneran loh ya, bukan mainan tablet. Karena pada saat-saat seperti itulah suatu hubungan anak dan ayah terjalin.

Kesulitan mencarinya? Hubungi saya saja, akan segera dikirim ke alamat anda hehehe .... (maklum abang saya kan jauh, ga bisa jualan langsung di sini)

2 komentar: