Walau tidak pernah benar-benar
mengklaim diri sebagai keluarga pencinta lingkungan, banyak sekali hal yang
dilakukan mama dalam rangka berhemat tetapi sekaligus memelihara lingkungan.
Mama saya mungkin bingung dengan cara yang tidak menggunakan kantung plastik
saat berbelanja. Toh saya belajar menyimpan plastik kresek itu dari mama. Jika
mama lebih mengagumi kain yang bersih yang wangi akibat dicuci dengan entah
berapa sendok deterjen, sedangkan saya tidak, toh mama lebih memilih
menggunakan bubuk pembersih kamar mandi jadul ketimbang menggunakan merk lain
yang secara kimia lebih dahsyat kemampuannya—dan lebih dahsyat pula polusinya.
Sudah bukan rahasia lagi kalau
air merupakan bagian utama dalam kehidupan sehari-hari, terutama keluarga saya.
Keluarga kami pencinta air putih, tidak mengkonsumsi soda, dan pengguna setia
pompa air padahal letak rumah saya di tengah kota, alias di Tebet. Walau kami
menggunakan air galon, namun kami tidak anti meminum air hasil pompa air kami. Maklum
air putih di sebuah teko besar, cepat habisnya. Saya bahkan dulu pergi kuliah
sambil membawa air putih dengan kemasan air mineral 1,5 liter. Waktu itu saya
belum tahu kalau botol besar itu tidak boleh digunakan lebih dari 2 kali.
Alasan lain, kadar bersihnya
sama. Pernah suatu kali ada pengujian materi air minum, jika dibandingkan air
tanah dan air galon di rumah saya, hasilnya sama. Jadi, walaupun ibu saya
perawat tidak menjadikan dirinya menjadi seorang hygiene freak dan terpatri
pada merk tertentu.
Oleh karenanya mama sangat kekeuh
memertahankan lahan hijau yang tidak seberapa di rumah. “Itu buat cadangan
air.” Maklum, kami pernah mengalami masa kemarau yang sangat panjang sehingga
memengaruhi volume air yang mampu disedot oleh mesin pompa. Pikir praktis,
kalau tanah tidak sering diberi air bagaimana dia mampu menyimpan air cadangan?
Padahal tanah memiliki gudang air yang luar biasa luasnya.
Hal inipun turut dia terapkan di
kontrakan miliknya di pinggiran Jakarta. Mentang-mentang saudagar kontrakan,
tidak membuat mama serta merta mengoptimalkan setiap senti tanah yang ada untuk
menambah pintu kontrakan. Dia sadar, dalam jangka waktu tertentu, air tanah itu
akan habis jika tanah tidak diberi ruang untuk mengisapnya. Dan itu hanya akan
menambah masalah lain di kontrakan.
Mama pun berkomitmen menghemat
air dengan banyak aksinya di rumah. Ketika hujan datang, mama akan bersegera
menaruh ember besar di atas kucuran air yang kebetulan jatuh di teras kami.
Jika banyak orang mengira telah melakukan aksi pintar dengan membuat saluran
air sedemikian rupa hingga langsung masuk ke got, tahukah kalian bahwa hal itu
justru menghalangi tanah menyerap air hujan? Bagi mama, air hujan adalah sumber
air gratisan untuk menyiram tanaman di hari berikutnya.
Jika setiap kali ada hajatan dan
harus menggunakan air mineral kemasan gelas, mama suka sedih melihat perilaku
orang yang tidak menghabiskan minumannya. Bagi orang minang, menghabiskan
makanan dan minuman yang disajikan itu adalah bentuk penghormatan pada tuan
rumah. Di lain pihak, kasarnya “Hei, air itu dibeli.” Akhirnya setiap kali kami
merapikan sisa hajatan, setiap air minum yang tersisa itu kami siram ke
tanaman.
Saat mencuci beras, mama akan
menampung air cuciannya untuk kemudian lagi-lagi dia siramkan ke
tanamannya. Pokoknya tidak pernah merasa
rugi menyirami tanaman deh.
Komitmen ini pulalah yang kadang
membuat dirinya pusing ketika saya dan keluarga menginap. Kebetulan anak-anak
saya ini suka main air. Siapa sih ya nggak suka? Jadi sesi mandi adalah sesi di
mana semua kran di kamar mandi menyala. Yah namanya juga mandi bareng,
masing-masing pegang kran. Atau jika kami menggunakan kolam tiup untuk wahana
mandi. Wah lebih banyak lagi air yang digunakan. Pada saat itu, kalkulator di
otaknya bergerak cepat. Mau marah, tapi ketawa para cucu bikin ga tega hehehe
....
Saya bukannya tidak mengajari
anak untuk berhemat air, tapi kita ini kan tinggal di kota. Tidak bisa setiap
saat mandi di laut atau di sungai, tapi sangat suka main air. Nah, biasanya
saya kasih jatah ke anak-anak. Kalau setiap hari mandi air macam begitu kan,
mabok bapaknya bayar uang air. Apalagi kami tinggal di apartemen. Nah,
seringnya, jadwal ke rumah nenek adalah jadwal main air alias akhir pekan.” Ya
sudahlah, ma, relakan. Kan ga setiap hari.” Kata saya setengah menggoda.
Banyak hal yang mama lakukan yang
belum bisa saya lakukan di rumah saya sendiri. Saya kan ga bisa menadahi air
hujan dan memang tidak ada tanah milik saya sendiri. Yang bisa saya lakukan
sebagai warisan mama saya adalah menanamkan nilai air bagi kehidupan pada anak-anak.
Bahwa air dapat memancing berbagai keriaan dan kreativitas tetapi di satu sisi
juga harus dijaga dan dihemat penggunaannya. Demi lingkungan yang sehat dan
ramah. Demi masa depanmu juga, Nak.