Kamis, 12 November 2015

KAMYStory: ‘Membaca’ Bersama Malika



Tanggal 12 november rupanya adalah Hari Membaca Nasional. Hmmm karena temanya KAMYStory, saya mau cerita tentang pengalaman membaca dengan anak pertama saya, Malika. Kenapa hanya anak pertama? Ya, karena dia yang paling lengkap fase-fasenya, sedangkan adik-adiknya cenderung mengikuti. ‘Membaca’ bersama Malika memiliki kenangan tersendiri, entah karena dia anak sulung atau karena dia Malika. Entahlah. Saya urutkan berdasarkan umur ya, mungkin ada juga yang mau  berbagi pengalaman membacanya bersama anak.

1.       0-1 tahun: Dari Nyanyian hingga Flash Card
Well, sebenarnya pas hamil pun saya sudah sering membacakan buku untuknya. Saya gunakan corong dari koran karena katanya suara saya jadi lebih bisa terdengar. Berbeda dengan suami yang bisa langsung ngomong di perut saya hehehe ... Setelah lahir, kebetulan saya dihadiahi boneka yang ada buku kainnya. Saya pikir kayanya tidak menarik jika hanya membacakan datar, akhirnya saya gunakan nyanyian. Malika termasuk anak yang cepat terhubung jika ada musik (lagi-lagi jangan-jangan karena saya perdengarkan Maxim dan Vanessa Mae saat hamil) dan dia suka pengulangan. Jadi tidak perlu punya banyak cerita, hanya cerita dari si boneka itu saja sudah membuat dia senang. Lembar angka-angka pun saya buat nyanyiannya.

2.       1-2 tahun: Satu Kalimat Satu Halaman
Saat saya hamil anak kedua, Malika baru saja lulus satu tahun. Dan saat itu dia sudah tidak lagi tidur di boksnya melainkan di kasur bersama kami. Mengulang rutinitas mama saya sewaktu kami kecil, saya bacakan surah-surah. Dan untuk ‘bacaan’nya saya gunakan flash card. Pilihan yang agak aneh sebenarnya hehehe ... well itu karena saya punya buku kecil untuk anak-anak berisi jenis-jenis serangga dkk. Jadi yah agak mirip flash card. Malam menjelang tidur adalah saat saya berulang-ulang menyebutkan nama-nama serangga dan bunga hehehe ... kayanya saat itu saya yang lebih sering tidur duluan.

Ketika hamil saya semakin besar, sehari-hari Malika sudah minta dibacakan buku. Waktu itu saya gunakan buku Seri Balitanya Dar! Mizan atau buku Noddy yang bahasa Inggris. Teksnya belum saya baca benar karena daya tahan Malika per halaman masih sangat rendah. Hanya bisa satu kalimat untuk satu halaman. Improvisasi sangat bermain di sini. Membuat nada baca naik turun. Yang pegal adalah, setiap buku harus diulang lima kali.


3.       2-3 tahun: Improvisasi Ala ala
Ada saatnya dia mulai mengeksplor sumber bacaan. Pernah dia minta dibacakan buku Pooh tapi saya hanya boleh bilang ‘kotak’. Dia hanya ingin nadanya. Kebayang ga, setelah baca buku 80 halaman dan hanya bilang ‘kotak’? Rasanya sulit banget move on dari kotak ketika diulang lagi bacanya tapi diganti dengan ‘bulat’.

Tidak hanya itu, dia juga minta dibacakan untuk buku aktivitas. Tentu tahu kan, kalau tulisan di buku aktivitas itu hanya berisi kalimat perintah yang sama di setiap halamannya? Nah, saya ga baca itu, saya jadikanlah itu sebuah cerita yang berkesinambungan antara satu gambar dengan gambar yang lain. Itu baru buku aktivitas, masih ada gambar anak-anak. Nah di hari lain, dia bawakan saya buku kreasi kue dengan fondant. Oalah, piye nyeritainnya.


4.       3-4 tahun: Kelihatan Hapalannya
Metode pengulangan masih dia terapkan hingga di usia ini, dan karena saya improvisasi dia suka protes jika ada yang salah atau berbeda. Dan karena improvisasi dan mau tidur itu bukan sahabat baik, saya selalu ketiduran dan kesulitan berpikir harus melanjutkan cerita dari mana, saya pun mulai membacakan cerita sesuai dengan tulisannya. Dan rupanya Malika memang kuat di hapalan. Dia bahkan bisa membacakan beberapa buku sendirian tanpa ada yang keliru kalimatnya.


5.       4-sekarang: Tak Ingin Berhenti
Malika masih belum bisa membaca tapi kosakatanya buanyak dan dia pun cerewet luar biasa. Kalau saya tidak membacakan buku sebelum tidur, nangisnya kaya apa ... Yah memang momen membaca buku selalu saya kondisikan sebagai momen netral. Mana bisa juga bacain buku sambil marah?

Pada usia ini, Malika memang jadi lebih spesifik bertanya. Kalau dulu baca cerita kami diinterupsi dengan dagelan dan tiba-tiba berkhayal ke mana-mana, sekarang dia benar-benar bertanya untuk setiap kata di setiap kalimat. Setelah dijelaskan dan ditanya lagi, dijelaskan lagi, ditanya lagi, dijelaskan lagi, akhirnya dia hapal. Daya tahan tiap halama lebih lama dan menuntut halaman yang lebih banyak. Apalagi saya baca untuk dua anak (yang satu lagi masih bayi, belum bisa minta) yang artinya setidaknya ada dua bacaan, kalau lagi senang bisa ada empat bacaan. Dan keluar kamar, biasanya tenggorokan saya kering. Belum lagi hapalan surah yang baginya menjadi lebih menarik kalau saya bacakan artinya. Ga bisa tiap hari sih saya bacain artinya, bisa gempor, karena ada sekitar 70an ayat yang dibaca. Lumayan juga ya punya anak, bisa baca juz ‘amma tiap hari ^^

Saya sebenarnya agak gimana gitu, membayangkan dia bisa baca sendiri nanti. Pasti akan ada lebih banyak pertanyaan. Dan mungkin dia akan mengurangi sangat mendekati saya dengan buku-buku barunya. Kok saya jadi sedih yak hehehe .... yah, walaupun sering bilang capek bacain buat anak sepanjang hari, tapi jika membayangkan momen itu tidak ada lagi, saya jadi merasa sunyi. ... Ternyata momen membaca itu bisa membawa efek romantis ya. Hmmm, Kira-kira dia mau gantian bacain buat saya ga ya?


Selamat Hari Membaca Nasional ^^ 

3 komentar: