Ketika hamil anak ketiga, saya dilanda ketidakpercayaan
diri. Berulang kali saya berniat mempertanyakan alasan Tuhan membuat saya hamil
lagi padahal saya masih jauh dari kategori orangtua yang baik. Dan isu percaya
diri ini sempat menjadi subjek utama kala saya mengalami early baby blues.
Undangan bagi para ibu-ibu blogger ke acara parenting class
yang bertempat di Hongkong Cafe, pada 30 Mei lalu ini pun saya ambil dengan
suka cita. Saya perlu mengosongkan gelas. Jumlah anak seringkali tidak
menunjukkan kemahiran orangtua dalam mengurusnya. Walau bisa dikatakan, saya
sudah khatam dengan ilmu parenting. Pada akhirnya, praktiknya tidak pernah
mudah.
Bertajuk “Happy Mommy, Healthy Baby”, acara ini secara garis
besar mengangkat tema kepercayaan diri. Saya membawa si bayi dan meninggalkan
dua anak lainnya bersama ayahnya. Yah, anggaplah me time.
Acara yang dihelat
mommiesdaily.com bekerja sama dengan
Transpulmin Baby Balsam dan Kamillosan ini, diawali dengan presentasi dari
psikolog Anna Surti Ariani S. Psi., M. Psi., Psi. Dengan mengangkat subjek “Ibu
Percaya Diri, Keluarga Bahagia”, psikolog Anna hendak menunjukkan bahwa kepercayaan
diri seorang ibu atau ayah memang memiliki dampak langsung atas terbentuknya
keluarga yang bahagia. Seorang ibu yang mengalami depresi dapat menyebabkan
anak mengalami gangguan psikologis.
Dengan mengutip Van Leon, dkk (2013), seperti ini:
Orangtua yang mengalami depresi -> kurang memonitori anak
-> anak remaja alami gangguan psikis
Walau toh psikolog Anna juga menyatakan bahwa orangtua yang
tidak percaya diri tidak serta merta membentuk anak yang tidak bahagia. Kenapa
bisa begitu? Karena ada juga orangtua yang walau tidak percaya diri namun tetap
berusaha keras membahagiakan keluarganya. Yah seperti pohon dengan dedaunan
yang rimbun tapi akarnya keropos dengan cepat.
Kunci dari sebuah kepercayaan diri ada tiga langkah; kenali
karakter positif saya, yakini karakter positif tersebut, lalu jalani.
Contohnya; pada suatu hari kita terkejut, “Eh, ternyata saya bisa sabar ya.”
Langkah selanjutnya katakan, “Saya memang penyabar, kok” dan kemudian “saya
akan terus bersikap sabar”. Gampang, kan. (LOL)
But don’t worry, bahkan seorang psikolog pun memaklumi bahwa
ada kalanya seseorang mengalami naik turun emosi. Yang penting selanjutnya
adalah kembali ke jalan yang benar, secepatnya. Pikirkan bahwa kebahagiaan
anak-anak bergantung dengan cara saya mengatur emosi.
Ada pun ciri-ciri bahwa kita mengalami depresi adalah ketika
ada rutinitas yang berbeda, misal menjadi sulit makan atau bahkan terus-menerus
makan. Jadi jika Anda melihat diri Anda atau orang-orang di sekitar Anda
menunjukkan gejala-gejala seperti ini, itu berarti orang tersebut butuh
pertolongan.
Ada satu sesi menarik di acara ini, saat itu psikolog Anna
meminta kita menuliskan 2-3 karakter positif yang sejatinya ada pada diri
orangtua, menurut kita. Setelah menuliskan kata “sabar”, “kreatif” dan “hangat”
di sebuah kartu yang bergambar manis, kami diminta mengumpulkannya lalu
kemudian kartu tersebut diambil lagi secara acak.
“Tidak ada yang namanya kebetulan.” Kata psikolog Anna.
“Yang Anda dapatkan adalah karakter positif Anda yang belum Anda ketahui atau
mungkin sudah Anda lupakan.”
Dan saya dapat apa? “Menjadi pendengar yang baik bagi anak”
dan “Menjadi fans no. 1 bagi anak” Hmmm .... Actually, saya agak-agak berair
mata ini saat membaca tulisan ini tapi saya tidak yakin sudah melakukan kedua
hal ini atau belum.
“Masih ada kejutan lagi,” seru psikolog Anna. Nah loh. “Rogoh bagian bawah kursi yang
Anda duduki, di sana ada gulungan kertas bertuliskan karakter positif. Ingat,
tidak ada yang kebetulan.”
Nah, di sini baru lucu. Tebak saya dapat apa? “Rapi” Doeeeng
... ketahuan sama kakak-kakak saya mah pada senang mereka.
Setelah ditutup dengan cara yang menyegarkan,
dr. Elizabeth Yohmi Sp. A sekaligus Ketua SATGAS ASI IDAI memberikan pandangan
tentang kaitan ASI dengan kesehatan bayi. Pun pembahasan ini terkait dengan
kepercayaan diri seorang ibu. Tentu banyak informasi yang bertebaran bahwa kebanyakan kasus ASI kurang disebabkan
oleh kurangnya ilmu tentang ASI dan kepercayaan diri si ibu. Informasi yang
dipaparkan oleh dr. Elizabeth lebih banyak mengulik rasa ingin tahu para
peserta. Dr. Elizabeth menekankan bahwa proses Inisiasi Menyusui Dini adalah
langkah awal kesehatan bayi. Toh, beliau juga menyatakan bahwa tidak ada yang
namanya IMD gagal.
Kebanyakan para ibu yang baru saja
melahirkan melorot kepercayaan dirinya saat mengetahui jumlah ASI-nya ‘sedikit.
Padahal lambung bayi yang baru lahir hanya sebesar kelereng dan bayi dapat
bertahan selama empat hari tanpa ASI, jika si ibu mengalami kesulitan
mengeluarkan ASI. Hal ini pernah saya alami pada anak pertama. Maklum, namanya
anak pertama. Ibu saya terus menceritakan bahwa abang sulung saya minum 100 cc
ASI begitu baru lahir, jadi ketika beliau lihat ASI saya hanya mengotori dasar
botol, saya langsung dianggap memiliki ASI kurang. Sempat hendak memberi susu
formula tapi syukurlah anak saya tidak suka dan benar saja di hari keempat
dengan berbagai usaha, anak saya bisa menyusu dengan benar.
Itulah mengapa sangat disarankan
untuk mendatangi klinik laktasi dari sebelum melahirkan. Kondisi tubuh yang
lelah akibat melahirkan, justru membuat ibu baru merasa kehilangan fokus dan
kemudian kepercayaan diri. Pengetahuan sejak dini tentang ASI akan mengatasi
hal itu.
Menyusui pun ada tekniknya,
pelekatan yang tepat akan mengoptimalkan jumlah ASI yang keluar. Kasus bayi
rewel saat atau sesudah menyusui bisa jadi disebabkan oleh posisi mulut bayi yang
tidak tepat. Pelekatan yang tepat adalah ketika si bayi juga turut menghisap aveola atau daerah
sekitar puting, jadi tidak hanya puting yang masuk ke mulut. Salah pelekatan
juga bisa menyebabkan lecet pada puting. Nah, ini yang saya alami pada anak
ketiga. Siapa bilang saya sudah lulus menyusui? Hehehehe ...
Saya merasa tersentil ketika dr.
Elizabeth menjelaskan tentang tata tertib menyusui. Menyusui sejatinya sebagai
pererat hubungan antara ibu dan anak oleh sebab itu, jangan menyusui anak
sambil main ponsel (jiaaah ini anak kedua banget). Saat menyusui adalah waktunya
memaksimalkan kelima panca indera anak. Belaian, pijatan, tatapan, percakapan
atau nyanyian adalah yang semestinya kita lakukan saat menyusui. Tapi gimana
dook, dia nyusunya lama bingiiiit kan pegal. (alesaaaaan aja gue).
Saya rasa penjelasan dr. Elizabeth
ini cukup ramah, mengingat beberapa waktu sebelum acara ini mulai ramai lagi mom war terkait ASI dan konsumsi susu
sapi. Padahal sebagai penyandang jabatan Ketua SATGAS ASI, saya sudah khawatir
bakal mendengar doktrin-doktrin ekstrem. Eh, ternyata tidak.
Walau saya tidak mengikuti games dan makan siangnya karena
suami harus segera meninggalkan anak-anak di rumah demi urusan pekerjaan, saya
yakin sudah mengantungi lebih banyak ilmu hari ini dari yang saya dapatkan
kemarin. Kiddos, here I come. Thank you,
mommies daily.
Untuk info lebih lanjut tentang Transpulmin Baby Balsam dan Kamillosan silahkan ke:
www.facebook.com/KehangatanIbu atau di twitter @KehangatanIbu