Rabu, 08 Juli 2015

RABUku: Biasa Menghadiahi Buku


Setelah sekian kali ulang tahun anak-anak, saya terpaksa mengakui bahwa buku menjadi urutan ke sekian sebagai objek hadiah. Padahal kebanyakan dari para orangtua yang memberi hadiah pada anak-anak saya tidak tahu kalau saya punya link untuk mendapatkan buku-buku bagus dengan harga miring (keuntungan pernah kerja di penerbitan hehehe), jadi harusnya mereka ga takut akan memberikan buku yang sudah dimiliki anak-anak bukan?

Buku sering menjadi solusi saya ketika tiba-tiba mendapat undangan ulangtahun dari seorang anak yang agak lupa-lupa ingat sukanya apa. Tapi itu dulu, karena sejak toko buku di Kalibata City Square berubah nama menjadi planet bookstore, saya kehilangan selera beli buku di  sana. Padahal ada sekian banyak buku, ga satupun membuat saya tergugah membelinya. Terlalu banyak buku belajar walau dengan ilustrasi lucu-lucu. Minim buku cerita, kalaupun ada, tidak menarik dan membuat saya gatal ingin mengeditnya. Akhirnya terpaksa deh beliin mainan. Mainstream.

Sebenarnya saat membeli buku saya khawatir juga apakah si anak dibesarkan dalam lingkungan pencinta buku atau pencinta tablet. Maklum, biasanya masih usia balita, belum lancar membaca jadi perlu didampingi. Nah, orang dewasanya mau dampingi atau tidak? Kelamaan galau, saya yah bismillah saja. Anggap saja doa, karena saya percaya ada banyak keuntungan bagi anak dengan menumbuhkan kecintaannya terhadap buku. Bukan sekadar bisa baca loh ya, tapi cinta buku itu sudah bisa tumbuh tanpa harus memiliki kemampuan membaca. Contohnya ya anak-anak saya. Yah, yang walau karena itu, tenggorokan Amynya sering seret karena ada setumpuk buku yang mereka tuntut untuk dibacakan. Syukur si bayi belum menuntut ... ehhmmm sebenarnya sudah sih, dia bersemangat setiap kali saya bukakan buku di hadapannya.


Budaya menghadiahi buku memang beranjak dari masa kecil saya. Selain fakta bahwa ketika saya lahir ada yang menghadiahi saya buku berjudul Bhagavad Gita, yang paling saya ingat adalah ketika saya sakit di usia SD, papa saya datang siang-siang (entah dari kantor atau sedang libur) dan membawakan sepaket buku nabi-nabi. Katanya untuk dibaca sembari saya tidur-tiduran. Rasanya tuh kaya dapat barang berharga.

Lalu memiliki tiga kakak dan abang dengan hobi membaca yang tinggi juga kemudian menambah kenangan saya akan hadiah-hadiah berupa buku (selain kaset tentunya). Setiap kakak memberikan buku yang sesuai dengan visi misinya masing-masing hehehe ... Setelah memiliki uang sendiri, saya pun meneruskan kebiasaan ini pada teman-teman. Biasanya itu cara saya mengemukakan pendapat. Jadi, mau dibaca atau tidak, yang penting pesan sudah tersampaikan.

Setelah memiliki anak, saya punya banyak alasan untuk membelikan anak-anak buku. Ulang tahun, hiburan saat sakit, teman untuk jalan-jalan, kegiatan saat liburan, dan lain-lain ... Pokoknya bentar-bentar buku. Walau akhirnya sutris sendiri karena anak-anak itu belum bisa memperlakukan buku secara tepat. Malika yang saking sukanya dengan buku, dia suka mengumpulkan sesuai seri lalu ditumpuk di sekitar kasur dan bantalnya. Tak hanya itu, dia bawa ke mana-mana, keluar masuk tas. Akhirnya ya keriting lah. Sedangkan Safir justru protektif dengan bukunya. Tidak mau dibaca. Dia simpan di pojokan tempat tidurnya, akhirnya masuk kolong dan lain sebagainya, ya pretelan juga. (Huhuhuhu .... ) toh berapa kali pun saya mengancam tak mau membelikan mereka buku lagi, tak lama saya masuk rumah membawa beberapa buku baru. Sepertinya saya sulit move on hehehe .... Dan karena saya sadar bahwa kebiasaan anak-anak itu serupa dengan saya sewaktu kecil hihihiy ... Tanya saja pada kakak dan abang-abang saya.

Saat masih bekerja di penerbitan, saya lebih royal lagi terhadap buku. Saya ingat ketika sepupu saya beserta anak-anaknya yang sudah remaja datang dari Aceh. Sepupu saya ini sering memberikan buku Lima Sekawan pada abang-abang dan kakak saya sewaktu kecil, dan karenanya saya ingin melakukan hal serupa pada anak-anaknya. Dan ternyata buku-buku itu menjadi satu-satunya hadiah bagi salah satu keponakan saya itu. (ah, jadi sedih ...).


Beneran deh, yuk berikan buku sebagai hadiah pada anak-anak (anak sendiri atau teman-temannya). Buku itu memiliki makna yang lebih dari sekadar kumpulan kertas bertuliskan kata-kata. Jika kita tidak menghindarinya, buku bukan sekadar jendela dunia, melainkan sebuah kotak kenangan.  Semoga kenangan yang indah. 

2 komentar: