Kebayang
tidak, tugas akhir kuliahmu adalah pergi ke luar negeri, sendirian, dalam waktu
1,5 bulan ke depan? Tidak hanya mahasiswa yang dibuat kaget, bahkan para
orangtua pun dosen sejawat juga terkejut dengan keputusan sang professor,
Rhenald Kasali. Bagaimana tidak, itu adalah mata kuliah Pemasaran Internasional, apa
hubungannya dengan jalan-jalan?
Sekilas
seperti tugas yang borju, yang hanya bisa dilakukan oleh para mahasiswa yang
tidak memiliki masalah finansial. Namun, karena keterdesakannya sebagai tugas
wajib kuliah, justru mereka yang harus berjuang sejak awallah yang mampu
menghasilkan pengalaman-pengalaman hidup yang berbobot. Bukan sekadar laporan
perjalanan.
Hal yang
menarik adalah, pada zaman tiket pesawat sudah semakin terjangkau dan liburan
ke luar negeri bukanlah hal asing bagi banyak orang, rupanya hanya sedikit
orang yang pernah mengalami bepergian sendirian. Benar-benar sendirian, bukan
ikut rombongan atau apa pun. Bahkan untuk usia mahasiswa pun, bepergian jauh
sendiri menjadi pengalaman baru.
foto diambil dari bukupedia
Bepergian
sendiri ke negeri orang mendorong seseorang untuk beradaptasi, menghadapi
masalah-masalah seperti tersasar, ditipu, dan lain-lain sendirian tetapi justru
pada saat itu pertolongan pun akan datang tanpa diduga-duga. Walau tetap saja, semua berawal dari tekad menghadapi semua itu sendirian dengan tegar. Itulah yang sejatinya dibutuhkan para calon sarjana itu
usai menyelesaikan kuliahnya. Tidak serta merta teori.
30 Paspor
di Kelas Professor terbagi menjadi dua jilid oleh penerbit Noura Books, itu artinya ada 60 kisah
mahasiswa yang berbagi pengalaman
berlibur di negeri orang. Ada yang tertinggal pesawat karena tertahan di bagian
imigrasi akibat dikira teroris, ada yang mendadak jadi calo tiket demi mendapat
uang transportasi dan akomodasi ke salah satu negeri termahal, Dubai, ada yang
terpaksa main ‘aman’ karena walau sudah sering ke luar negeri, orangtuanya
tidak mengizinkan anak gadisnya bepergian sendiri, ada yang ditipu di India,
dan masih banyak lagi.
Tentu dalam
penulisannya juga terdapat ragam cara. Namun, bagi mereka yang mengalami kisah
yang menarik, cerita itu akan mengalir begitu saja sambil memicu debaran
jantung para pembacanya. Ada juga yang terjebak pada laporan perjalanan
ketimbang makna yang dia ambil dari situ. Sehingga bertebaranlah nama-nama
tempat yang mungkin tidak pula dideskripsikan secara detail.
foto diambil dari bukupedia
Namun,
tetap buku yang dieditori J. S. Khairen ini menginspirasi bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Dan tentu saja
membuat saya ingin menambah cap imigrasi di paspor saya. Bagi yang sudah sering
jalan-jalan, mungkin akan tertantang untuk pergi sendirian. Dan yang paling
saya ingin terapkan pada anak-anak adalah memberikan kesempatan pada mereka
untuk melakukan perjalanan sendiri, sedini mungkin karena di situlah
kemandiriannya teruji. Agar tidak seperti ibunya yang selalu tersasar karena
takut bertanya pada orang. Agar tidak
menjadi orang yang tidak takut akan perubahan, menghadapi rintangan, dan
kemudian menjadi individu yang mampu berpikir cepat dalam mengatasi masalah.
Buku ini penting banget nih untuk memotivasi saya yang bahkan belum punya paspor :D
BalasHapusAyo bikin maak. Ada loh orang yg nekad bikin paspor walau blum ad rencana pergi ke mana2 ...
HapusSeru nih kayaknya...
BalasHapusAku belom pernah traveling ke luar negeri sendirian.. Semoga taun 2017 nantik bisa cus maen ke Jepang. :D
BalasHapusaku belom nemu buku ini nih, bisa untuk referensi.. thanks sharingnyaaa
BalasHapus