Rabu, 13 Mei 2015

RABUku: 30 Paspor di Kelas Professor


Kebayang tidak, tugas akhir kuliahmu adalah pergi ke luar negeri, sendirian, dalam waktu 1,5 bulan ke depan? Tidak hanya mahasiswa yang dibuat kaget, bahkan para orangtua pun dosen sejawat juga terkejut dengan keputusan sang professor, Rhenald Kasali. Bagaimana tidak, itu adalah mata kuliah Pemasaran Internasional, apa hubungannya dengan jalan-jalan?

Sekilas seperti tugas yang borju, yang hanya bisa dilakukan oleh para mahasiswa yang tidak memiliki masalah finansial. Namun, karena keterdesakannya sebagai tugas wajib kuliah, justru mereka yang harus berjuang sejak awallah yang mampu menghasilkan pengalaman-pengalaman hidup yang berbobot. Bukan sekadar laporan perjalanan.

Hal yang menarik adalah, pada zaman tiket pesawat sudah semakin terjangkau dan liburan ke luar negeri bukanlah hal asing bagi banyak orang, rupanya hanya sedikit orang yang pernah mengalami bepergian sendirian. Benar-benar sendirian, bukan ikut rombongan atau apa pun. Bahkan untuk usia mahasiswa pun, bepergian jauh sendiri menjadi pengalaman baru.


foto diambil dari bukupedia

Bepergian sendiri ke negeri orang mendorong seseorang untuk beradaptasi, menghadapi masalah-masalah seperti tersasar, ditipu, dan lain-lain sendirian tetapi justru pada saat itu pertolongan pun akan datang tanpa diduga-duga. Walau tetap saja, semua berawal dari tekad menghadapi semua itu sendirian dengan tegar. Itulah yang  sejatinya dibutuhkan para calon sarjana itu usai menyelesaikan kuliahnya. Tidak serta merta teori.

30 Paspor di Kelas Professor terbagi menjadi dua jilid oleh penerbit Noura Books, itu artinya ada 60 kisah mahasiswa  yang berbagi pengalaman berlibur di negeri orang. Ada yang tertinggal pesawat karena tertahan di bagian imigrasi akibat dikira teroris, ada yang mendadak jadi calo tiket demi mendapat uang transportasi dan akomodasi ke salah satu negeri termahal, Dubai, ada yang terpaksa main ‘aman’ karena walau sudah sering ke luar negeri, orangtuanya tidak mengizinkan anak gadisnya bepergian sendiri, ada yang ditipu di India, dan masih  banyak lagi.

Tentu dalam penulisannya juga terdapat ragam cara. Namun, bagi mereka yang mengalami kisah yang menarik, cerita itu akan mengalir begitu saja sambil memicu debaran jantung para pembacanya. Ada juga yang terjebak pada laporan perjalanan ketimbang makna yang dia ambil dari situ. Sehingga bertebaranlah nama-nama tempat yang mungkin tidak pula dideskripsikan secara detail.


foto diambil dari bukupedia


Namun, tetap buku yang dieditori J. S. Khairen ini menginspirasi bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Dan tentu saja membuat saya ingin menambah cap imigrasi di paspor saya. Bagi yang sudah sering jalan-jalan, mungkin akan tertantang untuk pergi sendirian. Dan yang paling saya ingin terapkan pada anak-anak adalah memberikan kesempatan pada mereka untuk melakukan perjalanan sendiri, sedini mungkin karena di situlah kemandiriannya teruji. Agar tidak seperti ibunya yang selalu tersasar karena takut bertanya pada orang.  Agar tidak menjadi orang yang tidak takut akan perubahan, menghadapi rintangan, dan kemudian menjadi individu yang mampu berpikir cepat dalam mengatasi masalah.


Sementara itu, baca bukunya dulu deh. Jilid 1 dan 2 tersedia di bukupedia dengan harga Rp64000,-. Siap-siap menatap tanggal merah, merancang petualanganmu sendiri. 

5 komentar:

  1. Buku ini penting banget nih untuk memotivasi saya yang bahkan belum punya paspor :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo bikin maak. Ada loh orang yg nekad bikin paspor walau blum ad rencana pergi ke mana2 ...

      Hapus
  2. Aku belom pernah traveling ke luar negeri sendirian.. Semoga taun 2017 nantik bisa cus maen ke Jepang. :D

    BalasHapus
  3. aku belom nemu buku ini nih, bisa untuk referensi.. thanks sharingnyaaa

    BalasHapus