Ketika dadakan diajak nginep di Bandung sama suami, satu
destinasi yang kayanya diwanti-wanti betul di kepala saya adalah harus ke
Museum Geologi. Bukan hanya karena di sana banyak koleksi batu-batu termasuk
batu akik yang lagi tenar itu. Kebetulan (eh sengaja deng) nama anak-anak saya
menggunakan nama batu, jadi yah anggap saja napak tilas sejarah. Plus, bapaknya
sarjana geologi (walau kini profesinya nyaris sulit ditemukan benang merahnya
dengan seorang geologis), jadi biar bapaknya senang lah anak-anaknya datang ke
tempat yang pernah dia kunjungi lebih dari sekali ini (maklum kuliahnya pun di
Bandung kala itu). Satu hal lagi, Malika lagi senang-senangnya dengan
dinosaurus. Nah, karena belum kesampaian ke museum Zoologi, Bogor apalagi
National Museum di London, kenapa ga ke museum Geologi? Seingat saya di sana
ada kerangka binatang purba. Ya, saya dulu pernah pula ke museum Geologi.
Bukan, saya hanya mahasiswi sastra Belanda UI. Datang ke sana dalam rangka
study tour karena ada batu yang ditulis dalam bahasa Belanda zaman dulu. Ah,
fotonya ke mana ya? (Lho jadi melenceng).
Anyway, karena menginap di daerah Taman Cibeunying Selatan
yang sejatinya tidak jauh dari Museum Geologi, kami ceritanya iseng mau jalan
kaki. Baru dua ratus meter berjalan, ganti rencana, cari becak. Ketemu becak
Cuma satu sedangkan kita ada berlima. Akhirnya, saya (plus bayi 3 minggu) dan
Malika naik duluan. Kata si mamang sih mau balik lagi anter suami dan Safir.
Deket memang, tapi kayanya saya nyiksa tukang becaknya hahaha jalurnya nanjak
soalnya. Dan walau Malika kurus tapi emaknya geda banget ini. Oalaaaah ....
Masih dari dalam becak kami melihat ke seberang jalan sudah
banyak deretan bus wisata. Oh my God, penuh niy kayanya. Saya memang lebih suka
suasana sepi museum walau mungkin lebih horor. Tapi ini beneran banyak banget
rombongan pelajar SD dan SMP dari luar kota. Eh ternyata yang saya takutkan
alias desak-desakan tidak terjadi di sini. Kali ini banyak petugas yang
dikerahkan, jadi setiap rombongan mendapat gilirannya masing-masing untuk
masuk. Selagi menunggu suami dan Safir, di halaman depan Museum Geologi sudah
ada sedikit pameran, mulai dari fosil kayu, peti mati batu zaman purba, dll.
Lumayan deh Malika jadi ga mati gaya juga nunggu ayahnya yang akhirnya ketemu
tukang becak lain.
Dengan harga tiket hanya Rp6000,- dan tiga krucils tidak
dihitung biaya, kami pun melenggang masuk. Mata Malika sudah menyala-nyala
ketika melihat rangka mammot alias gajah purba yang menyambut kami langsung
setelah memasuki pintu depan. Walau gedung museum geologi ini terlihat sangat
panjang dari luar, biasa, bangunan Belanda, tapi tidak seluruh sudut
difungsikan sebagai museum. Jadi dari ruang depan itu, kami berbelok ke kanan
ke pameran purbakala. Ruangannya tidak besar, tapi rangka Tyrannosaurus Rex
jadi perhatian karena yang paling besar sendiri. Ada pula rangka-rangka hewan
purba lain yang ditemukan di Indonesia. Katanya sih Indonesia bukan jalur
jurassic jadi hampir tidak mungkin menemukan fosil dinosaurus di sini. Lalu ada
satu ruangan tambahan di samping yang berisi kerang purba. Ada kerang ukuran
besar juga dipajang di sana.
Usai dari ruang purbakala, Malika cs lanjut ke lantai atas.
Saya tidak ikutan karena mau menyusui dan kebetulan sedang tidak fit jadi badan
rontok semua rasanya kalau gendong bayi terlalu lama. Tapi tenang, saya masih
kecipratan ceritanya kok.
Di lantai atas adalah tempat koleksi batu-batu. Namanya juga
aktivitas geologi, gali-gali, ya ketemulah berbagai macam jenis batu, entah
batu endapan hingga batu mulia. Ukurannya pun beragam, ada yang masih mentah,
ada yang sudah dipoles. Tapi karena Malika cs sudah pernah lihat pameran batu
akik, jadi yang baru bagi anak-anak adalah, stimulasi gempa.
Untung juga ya ramai, kalau sepi mungkin stimulasi gempa ini
tidak akan dinyalakan. Malika dan ayahnya pun sempat mencoba, tapi kayanya ga
ada yang foto, jadi kemungkinan info ini hoax hehehe ....
Yah, walau tidak harus tur sehari macam di National Museum of London, bagi anak-anak itu sudah melelahkan apalagi jam sudah mendekati waktu makan siang, dengan kata lain, sudah laparr. Malika menenteng tiket museum ‘dino’nya dengan bangga lalu mengikuti kami berjalan ke warung Yogurt Cisangkuy.
Senengnya bisa ke museum ya...kalo masuk museum htmnya murah banget, sama kayak di museum tugu pahlawan sby htm cuma Rp 5.000
BalasHapusHehehe iya mura meriah, tp sebenarnya rada kasian dgn harga semurah itu sdgkan wahana bermain di mal aja paling murah bin jelek saja rp25rb. Museum bahari malah utk anak2 cuma rp600 klo ga salah. Kalah ma harga permen hehehe ... Lain x main ke surabaya aaah
Hapus