Jumat, 29 Mei 2015

JJS: Lihat Dino di Museum Geologi Bandung

Ketika dadakan diajak nginep di Bandung sama suami, satu destinasi yang kayanya diwanti-wanti betul di kepala saya adalah harus ke Museum Geologi. Bukan hanya karena di sana banyak koleksi batu-batu termasuk batu akik yang lagi tenar itu. Kebetulan (eh sengaja deng) nama anak-anak saya menggunakan nama batu, jadi yah anggap saja napak tilas sejarah. Plus, bapaknya sarjana geologi (walau kini profesinya nyaris sulit ditemukan benang merahnya dengan seorang geologis), jadi biar bapaknya senang lah anak-anaknya datang ke tempat yang pernah dia kunjungi lebih dari sekali ini (maklum kuliahnya pun di Bandung kala itu). Satu hal lagi, Malika lagi senang-senangnya dengan dinosaurus. Nah, karena belum kesampaian ke museum Zoologi, Bogor apalagi National Museum di London, kenapa ga ke museum Geologi? Seingat saya di sana ada kerangka binatang purba. Ya, saya dulu pernah pula ke museum Geologi. Bukan, saya hanya mahasiswi sastra Belanda UI. Datang ke sana dalam rangka study tour karena ada batu yang ditulis dalam bahasa Belanda zaman dulu. Ah, fotonya ke mana ya? (Lho jadi melenceng).

Anyway, karena menginap di daerah Taman Cibeunying Selatan yang sejatinya tidak jauh dari Museum Geologi, kami ceritanya iseng mau jalan kaki. Baru dua ratus meter berjalan, ganti rencana, cari becak. Ketemu becak Cuma satu sedangkan kita ada berlima. Akhirnya, saya (plus bayi 3 minggu) dan Malika naik duluan. Kata si mamang sih mau balik lagi anter suami dan Safir. Deket memang, tapi kayanya saya nyiksa tukang becaknya hahaha jalurnya nanjak soalnya. Dan walau Malika kurus tapi emaknya geda banget ini. Oalaaaah ....

Masih dari dalam becak kami melihat ke seberang jalan sudah banyak deretan bus wisata. Oh my God, penuh niy kayanya. Saya memang lebih suka suasana sepi museum walau mungkin lebih horor. Tapi ini beneran banyak banget rombongan pelajar SD dan SMP dari luar kota. Eh ternyata yang saya takutkan alias desak-desakan tidak terjadi di sini. Kali ini banyak petugas yang dikerahkan, jadi setiap rombongan mendapat gilirannya masing-masing untuk masuk. Selagi menunggu suami dan Safir, di halaman depan Museum Geologi sudah ada sedikit pameran, mulai dari fosil kayu, peti mati batu zaman purba, dll. Lumayan deh Malika jadi ga mati gaya juga nunggu ayahnya yang akhirnya ketemu tukang becak lain.

Dengan harga tiket hanya Rp6000,- dan tiga krucils tidak dihitung biaya, kami pun melenggang masuk. Mata Malika sudah menyala-nyala ketika melihat rangka mammot alias gajah purba yang menyambut kami langsung setelah memasuki pintu depan. Walau gedung museum geologi ini terlihat sangat panjang dari luar, biasa, bangunan Belanda, tapi tidak seluruh sudut difungsikan sebagai museum. Jadi dari ruang depan itu, kami berbelok ke kanan ke pameran purbakala. Ruangannya tidak besar, tapi rangka Tyrannosaurus Rex jadi perhatian karena yang paling besar sendiri. Ada pula rangka-rangka hewan purba lain yang ditemukan di Indonesia. Katanya sih Indonesia bukan jalur jurassic jadi hampir tidak mungkin menemukan fosil dinosaurus di sini. Lalu ada satu ruangan tambahan di samping yang berisi kerang purba. Ada kerang ukuran besar juga dipajang di sana.




seneng amat ketemu tulang


Usai dari ruang purbakala, Malika cs lanjut ke lantai atas. Saya tidak ikutan karena mau menyusui dan kebetulan sedang tidak fit jadi badan rontok semua rasanya kalau gendong bayi terlalu lama. Tapi tenang, saya masih kecipratan ceritanya kok.

Di lantai atas adalah tempat koleksi batu-batu. Namanya juga aktivitas geologi, gali-gali, ya ketemulah berbagai macam jenis batu, entah batu endapan hingga batu mulia. Ukurannya pun beragam, ada yang masih mentah, ada yang sudah dipoles. Tapi karena Malika cs sudah pernah lihat pameran batu akik, jadi yang baru bagi anak-anak adalah, stimulasi gempa.

Untung juga ya ramai, kalau sepi mungkin stimulasi gempa ini tidak akan dinyalakan. Malika dan ayahnya pun sempat mencoba, tapi kayanya ga ada yang foto, jadi kemungkinan info ini hoax hehehe ....

ketemu batu Safir. Kalau datang seminggu lebih lambat bisa lihat batu Lazuli



Yah, walau tidak harus tur sehari macam di National Museum of London, bagi anak-anak itu sudah melelahkan apalagi jam sudah mendekati waktu makan siang, dengan kata lain, sudah laparr.  Malika menenteng tiket museum ‘dino’nya dengan bangga lalu mengikuti kami berjalan ke warung Yogurt Cisangkuy. 

2 komentar:

  1. Senengnya bisa ke museum ya...kalo masuk museum htmnya murah banget, sama kayak di museum tugu pahlawan sby htm cuma Rp 5.000

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya mura meriah, tp sebenarnya rada kasian dgn harga semurah itu sdgkan wahana bermain di mal aja paling murah bin jelek saja rp25rb. Museum bahari malah utk anak2 cuma rp600 klo ga salah. Kalah ma harga permen hehehe ... Lain x main ke surabaya aaah

      Hapus