Sabtu, 08 Februari 2014

Membeli Sabar

Ada sebuah hadits mengatakan bahwa berbaik-baiklah kita pada orangtua karena mereka telah mengasuhmu. Sedangkan di sisi lain, orangtua juga dihadapkan dengan larangan keras durhaka pada anak. Dan salah satu tantangannya, setidaknya untuk saya, soal stok sabar. Stok yang tidak dipengaruhi gaji bulanan. Tidak ada masa sale-nya. Sangat sensitif harga.

Tentu saja sabar di sini bukan dalam artian pasif, membiarkan, tidak peduli, dan lain-lain, melainkan sabar yang mewujud dengan senyum tanpa ujung, solusi cerdas nan kreatif, dan senantiasa aktif. Sungguh, para ibu yang seperti itu luarrr biasa positifnya. Mungkin sisi negatifnya sudah positif semua =D.

Sedangkan saya ketika badan sudah lelah, stok sabar saya menurun drastis. Apa mungkin memang stamina saya yang perlu dipertanyakan? Walau sering saya merasa perlu sakit agar bisa seimbang, mengistirahatkan tubuh, tapii kalau saya sakit dan hanya bisa tidur-tiduran apa kabar urusan rumah dan isinya? Padahal masih punya suami, lho.

Di saat seperti ini (kurang tidur, pilek, kepala pusing), rasanya ingin sekali membeli sabar. Ya Allah jual kek aplikasinya di windows phone. Saya tanya mbah google adakah shalat yang bisa membuat hati sabar. Usai mengetik kata kuncinya, 'shalat' dan 'sabar', muncullah hasilnya. Dan ternyata dua kata kunci itu berdiri sendiri-sendiri. 'Maka hendaklah kamu mendirikan shalat dan bersabar.' Itu kalimat-kalimat yang bermunculan di laman google. Oh, bahkan setelah shalat pun, kita masih dituntut secara khusus untuk bersabar. Pantaslah tidak mudah. Sabar itu bukan rezeki atau hadiah yang tiba-tiba bisa nongol di hati. Sabar itu adalah buah dari usaha.

Namun cara untuk bisa bersabar ternyata bukan hal baru bagi saya. Zikir. Ibadah yang penuh puja puji dan nyaris seperti meditasi atau bahkan lebih dari itu. Dengan konsentrasi dengan kerendahan hati.

 Ah, sudah lama sekali. Padahal saya sering terjaga di tengah malam, mungkin begitu pula dengan para penggoda iman.

Dulu, zikir ampuh mengenyahkan kebiasaan saya melamun jorok saat mau tidur (ini efek kenal pornografi di usia SD). Momen jeda yang sangat kosong, hanya saya dan ucapan kebesaran Tuhan. Seolah bisikan zikir itu mengalir di dalam darah jika sudah begitu sering terucap. Terngiang-ngiang maknanya di kuping, di setiap pergerakan. Dan, kini stok keampuhan zikir itu mungkin sudah kritis karena tak pernah lagi diisi ulang.

Entah kenapa kini saya merasa harus segera terkoneksi dengan dunia begitu terbangun. Dunia yang punya banyak tuntutan untuk dipenuhi agar bisa bertahan. Hingga saya lupa meng-update status saya ke pencipta saya. Dia memang MahaMengetahui, tetapi mengabaikan-Nya dengan dalih ke-Maha-annya adalah kerugian besar bagi saya. Ketika saya menjadi makhluk dengan baterai sabar yang bocor dan menggantinya dengan baterai KW buatan dunia, berharap memiliki efek yang sama.

Oh, dear God...
(yuk ah, shalat dulu. Dan subuh nih. Habis itu baru zikir ke Tuhan-bukan ke hp =P)

6 komentar:

  1. hihihi.. betul sekali mbak, kalo sabar ada batasnya nanti bisa2 diri kita terbunuh sama ketidaksabaran sendiri. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. He eh, kaya yg mengisi kolom berita kriminal di media. Naudzubillah mindzalik ... Hadoooh .... Sabaaar ...

      Hapus
  2. kadang kalau kita dah bener2 capek,curhat,dzikir sampai nangis...rasanya legaa banget :D

    BalasHapus
  3. Iyaaa udah lama gA gt. Takut anak2 kebangun *gaKebagianWilayahPrivasi

    BalasHapus
  4. sabar memang ga mudah mak , terutama untuk orang seperti saya yang keras kepala dan suka ngambek..

    BalasHapus