Sabtu, 01 Februari 2014

My Story: Puasa Kartu Kredit

Bulan Januari saya tutup dengan prestasi berhasil PUASA kartu kredit. Yup, kartu kredit saudara-saudara. Kartu yang sering disalahgunakan hingga kemudian menjadi senjata makan tuan.

Akibat salah paham bin miskomunikasi dengan suami terkait jumlah uang bulanan, saya yang bungsu melakukan aksi 'ngambeg' dengan mengajukan anggaran yang jauh di bawah kebutuhan. Dan suami yang juga bontot, mengabulkannya. Tentu saja =D. Ngambegnya lama, setahun. Hehehe. Don't try this at home, lah.

Tapi bagus juga sih, saya jadi serius menjalani peran lain sebagai bakul kue di bawah bendera www.koekieku.com Saya juga rajin melego barang-barang hasil salah beli di internet. Ga belanja aneh-aneh lagi. Ga sebentar-sebentar jalan-jalan. Banyak deh. Tapi itu baru dilakukan semester kedua 2013. Lalu, apa yang saya lakukan di semester awal 2013, made mistakes. Many of them.

Pernah menjadi editor in chief untuk buku keuangan membuat saya paham sepenuhnya soal perilaku keuangan, soal bijak menggunakan kartu kredit, dan lain-lain. Namun, saya putuskan untuk melakukan kesalahan tersebut, secara brutal. Inilah kesalahan yang saya lakukan:

1. Godaan Ebay
Atas nama merintis usaha bakul kue, saya banyak belanja. Namun, karena tidak memiliki uang tunai dan menghindari pertanyaan juga kerutan dahi suami, saya memilih belanja lewat ebay. Sudah lama punya akunnya dan baru tahu ternyata bank pengeluar kartu kreditku diterima di akun paypal. Dan belanjalah saya di sana. Jumlahnya berlipatganda setiap bulannya tetapi jumlah yang saya bayarkan selalu pembayaran minimum. Hasilnya bunga bank yang turut mekar.

2. Kartu Kredit untuk Belanja Bulanan
Jangan pernah gunakan kartu kredit untuk kebutuhan sehari-hari. Never! But I did that anyway.

Tindakan ini adalah aksi gali lubang tutup lubang. Dan ketika lelah menggali, lubang tetap bertambah. Jeratan mematikan deh pokoknya. Jika Anda tidak punya uang untuk kebutuhan sehari-hari berarti Anda memang masuk kategori tidak mampu. Silahkan buat Surat Keterangan Miskin. =P

3. Dalih Pinjaman Lunak
Ketika saya tidak bisa membayar tagihan dengan jumlah lebih dari jumlah minimum, saya melakukan kejahatan. Menggunakan tabungan anak-anak saya. Sejak anak-anak lahir, saya memang berkomitmen bahwa berapa pun uang yang diterima mereka entah dari hadiah ulang tahun atau lebaran atau hasil jual kado perlengkapan bayi, itu semua adalah uang mereka. Untuk tabungan mereka. Oleh karena itu saya merasa tengah melakukan kejahatan saat menguras isi rekening mereka.
saya berdalih, nanti juga dibayar.

4. Pakai Terus Kartu Kredit Hingga Ledes eh Limit
Sudah tahu tidak mampu bayar tapi tetap pakai kartu kredit? Nah ini sudah masuk memprihatinkan alias pathetic. Habis bayar pakai apa lagi? Masa anak disuruh puasa minum susu? Itu pembelaan saya. Dan di akhir tahun, tagihan saya over limit.

situasi ini akhirnya terendus oleh suami yang karena kendala teknis terpaksa membuka file tagihan kartu kredit saya yang di-email ke akunnya.

Rekening anak kosong. Saya tidak punya tabungan. Utang kartu kredit sudah batas. Belum lagi utang lain-lain. Sebagai mantan reporter ekonomi, dia tahu ini masalah serius.

Lalu dia sepakat menambah nominal uang bulanan. Tidak seperti yang saya ajukan dua tahun lalu memang, tapi ada penambahan lah. Mungkin ada beberapa item yang menurutnya tidak masuk dalam anggaran. Ya sudahlah, suami kan bukan ATM istri.

namun, itu tentu saja belum cukup. Ada utang yang harus dilunasi dalam waktu dekat.
Ini tipikal saya. Saya suka menerjunkan diri ke krisis hingga dasar untuk kemudian naik lagi. Mungkin gaya yang harus diubah standarnya mengingat sudah ada dua bocah ikut di belakang. Tidak boleh gegabah walau rezeki Allah yang atur.

Bicara soal rezeki, ada banyak kata alhamdulillah saat saya memutuskan menyudahi aksi ngambeg saya dan kembali ke jalan yang benar. Selengkapnya ada di langkah-langkah menyehatkan kembali neraca keuangan Anda eh saya maksudnya.

1. Niat dan Motivasi Lanjutan
Tahu tidak apa yang jadi motivasi saya? Saya ingin nonton konser Bigbang lagi sekalian bawa anak-anak lihat Legoland. Ingin lihat 'selingkuhan' saya alias TOP Bigbang lagi setelah setahun kemarin saya hanya bisa meratap karena tidak ada jodohnya melihat dirinya langsung.

Ga papalah motivasinya alay banget. Yang penting hasilnya positif. Hehehe ...

Lagipula saya bosan iri sama mereka yang bisa dengan mudahnya jalan-jalan ke luar kota dan keluar negeri. Update foto di FB itu memang bikin ngiri. Dan saya sebenarnya bisa begitu, jika ada uang tabungan. Tentu saja harus bawa anak-anak, maklum.

 2. Disiplin Keuangan
Setelah sekian lama, saya akhirnya membuka kembali file anggaran saya dan mulai menulis dengan detail perihal kebutuhan bulanan saya. Kali ini tidak dengan estimasi 30 hari melainkan 40 hari.

Segera setelah menerima uang bulanan suami, saya langsung belanjakan untuk kebutuhan bulanan. Sekaligus tapi bukan kalap dan ga ngoyo juga kalau kemahalan. Ini menghindari saya tidak punya uang di pertengahan bulan dan kehabisan ransum menjelang akhir bulan.
Dan setelah dua bulan, rupanya suami saya ada benarnya. Anggarannya memang tidak sebesar itu jika dikurangi oleh utang-utang.

Dan setelah sekian lama pula, di bulan Februari ini, setelah menambahkan pendapatan, saya kagum melihat sebesar apa yang saya hasilkan. Belum, belum jutaan kok ... Tapi cukup. Alhamdu ... Lillaaah ...

3. Kemudahan Itupun Datang
All of sudden, orderan jadi banyak datang. Diawali oleh si suami yang dapat order edit naskah keuangan. Dia bersedia honornya dibayarkan ke kartu kredit asal saya yang rapikan naskahnya di finishing akhir.

Saya sendiri juga dapat beberapa order edit. Tumben biasanya belum tentu ada sebulan sekali, tapi sekarang ada dua naskah dalam satu bulan? Ini namanya sedang 'dibantu'.

Yang menyenangkan menjadi freelance editor adalah uangnya bisa langsung digunakan karena tidak ada modal materi. Cukup modal otak, laptop, dan warnet. Fresh money banget. Dengan honor-honor ini saya bisa membayar 1/3 tagihan.

Lalu ada orderan kue-kue yang membuat saya bisa mulai mencicil utang saya ke anak-anak. Saya bahkan mulai mengisi lagi rekening khusus tabungan saya. Tentu saja disisihkan untuk modal beli bahan-bahan kue.

Saya juga melakukan hal yang membuat suami saya sedih. Menjual mahar saya. Harusnya saya lakukan sejak awal tahun kemarin, sebagai modal bakul kue. Hanya saja, faktor tidak enak sama mertua dan lain-lain, saya enggan menjualnya walau saya juga tidak bisa menggunakannya. Dan ketika pertengahan tahun lalu, mertua saya satu-satunya meninggal dunia dan suami melihat tagihan kartu kredit saya, dengan berat hati dia relakan. Toh, tidak semua. Daripada mubazir, ga bisa dipakai. Kata saya padanya. Hasilnya, bisa untuk membayar 1/3 tagihan lagi. Dan dengan menjual gelang dan anting mahar, saya juga bisa akhirnya mengenakan anting emas yang bisa muat di kuping saya dan tetap berjudul 'mahar'.

Lalu ada berita buruk yang sebenarnya berita bagus. Asisten rumah tangga saya pindah kerja. Lebih repot memang tapi mengurangi pos pengeluaran. Hehehe ...

Beberapa hari lalu saya dapat kabar gembira. Saya menjadi salah satu pemenang resensi buku '12 Menit' dan berhak atas hadiah uang. I feel like ... Oh, my God. In time like this ...


Tagihan itu masih ada, tetapi saya optimis dapat melunasinya dalam waktu dekat dan tetap menabung. Toh, bukan kemampuan membayarnya yang penting, melainkan kemampuan tidak menggunakan kartu kredit sama sekali yang sangat diuji. Saya harus mulai melupakan ada selipan kartu kredit di dompet saya.

Let's make money and grow it bigger =D

2 komentar:

  1. kenapa ga pakai kartu debet aja mak? kartu kredit lebih susah mengelolanya ya mak.. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir. Kalau pakai kartu debit kan harus ad beneran uangnya. Lqgipula aq mhindari sering ke atm krn anak2 pikir klo ga punya uang tgl ke atm

      Hapus