Jumat, 02 Oktober 2015

Dari Koleksi Bungkus Permen menjadi Sebuah Fashion



Saya sendiri tidak pernah menyangka bahwa koleksi bungkus permen sewaktu duduk di Sekolah Dasar dapat membantu teman saya merampungkan tugas akhirnya, mendesain sebuah masterpiece.

Waktu itu, kami hanya tengah berbicang lewat telepon rumah seperti biasa (yes, it was almost 10 years ago). Dia membicarakan tentang kelanjutan studinya di salah satu sekolah fashion, Susan Boedihardjo. Setelah pendidikan yang intens, tibalah waktunya untuk membuat karya tugas akhir. Tentu saja sebuah desain yang mahakarya. Kami sama-sama berpikir apa sekiranya material yang akan dipakai agar terlihat unik. Entah mengapa, tercetuslah ide. “Pakai bungkus permen.”

Tapi perlu banyak bungkus permen.

“Gue punya banyak.” Celetuk saya waktu itu. Ya, saya punya banyak sekali. Koleksi yang saat itu sudah berusia lebih dari 10 tahun itu (tidak bertambah setelah lulus SD) jumlahnya hampir seribu. Lebih dari cukup. Dengan perasaan campur aduk akhirnya, bungkusan-bungkusan itu beralih kepemilikan.

Singkat cerita, jadilah sang masterpiece pertama kawan saya itu. Saya bahkan sempat datang untuk melihatnya dipajang di kampusnya. Rasanya terharu gimana gitu. Ide yang awalnya hanya ingin masuk Guiness Book of Record ternyata kemudian bisa menjadi bahan dukungan untuk teman saya itu rasanya .... kaya lihat anak sendiri lulus sarjana.

Karya masterpiece itu menjadi salah satu saksi sepakterjang teman saya di bidang bisnis fashion. Saya mengenalnya saat masih bersama di Fakultas Ilmu Budaya. Dia merasa tersesat saat itu. Namun kemudian usai lulus, dia pun mengambil studi yang paling disukainya, fashion.

Tekad yang kuat memang bisa mewujudkan apa pun. Saat masih berada di fakultas yang sama, dia tidak bisa menggambar sama sekali. At all, I must say. Namun, ketika dia belajar desain fashion, dan kerap mendapat tugas membuat ratusan sketsa rancangan, gambarnya kian membaik. Saya sendiri takjub melihatnya. Setelah sekian tahun tersesat, kini, dia menjadi produsen kerudung di bawah label miliknya sendiri, Creamy Hijab. Hijabnya tak hanya menyentuh seluruh daerah di Indonesia tetapi juga di luar negeri, thanks to online system.


Kamu juga bisa begitu. Jika kamu menyebut diri sebagai desainer fashion Indonesia, ambil langkah berani dengan mengikuti kompetisi desain fashion FCC (Fashion Crowd Challenge) 2015. Ajang global ini terbuka bagi siapa pun. Saya ulangi, siapa pun. Jadi ga perlu malu, ga perlu minder, ikut ajang ini ga ada ruginya sama sekali. Apalagi bagi desainer fashion muslim. Indonesia boleh bangga loh jadi kiblat pakaian muslim dunia. Lihat saja Dian Pelangi yang bisa masuk daftar yang sama dengan para perancang ternama seperti Karl Laggerfield, Dolce Gabbana, dll. So, kembangkan kreativitasmu dan daftarkan segera di www.fashioncrowdchallenge.com Pendaftaran berakhir pada 7 Oktober ini loh. Buat kamu yang pencinta fashion juga bisa ikutan berpartisipasi di FCC Indonesia 2015 dengan memberikan dukungan. Nah, kan, ayo jangan lewatkan kesempatan beraksi di ajang internasional dan bawa nama harum Indonesia ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar