Kata kerja 'pulang' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pergi ke rumah atau ke tempat asalnya. Atau bisa juga menggunakan kata 'kembali (ke)', atau 'balik (ke)'.
Dulu, saya bergantian menggunakan pilihan kata di atas ketika berpamitan dengan teman-teman saya. Menyudahi percakapan ringan yang menari-nari di udara menemani perjalananku pulang. Kata 'pulang' saya tujukan pada rumah orangtua saya di Tebet yang telah saya tinggali sejak usia empat tahun. Sejak saya TK, Sekolah Dasar, SMP, SMU, hingga kuliah dan kemudian bekerja, saya selalu pulang ke Tebet. 'Pulang' bagi saya adalah kembali ke kamar saya. Istana imajinasi saya.
Hingga kemudian saya segera menyetujui usulan petinggi kantor untuk dipindahkan ke lini penerbit lain yang bermarkas di Bandung. Waktu itu saya berumur 25 tahun. Tidak pernah melakukan perjalanan dinas lebih jauh dari Bandung. Hanya satu kali travel ke luar kota dalam rangka liburan bersama teman. Apalagi nge-kost.
Sebuah kondisi yang agak ironi mengingat kedua orangtua saya menghabiskan belasan tahun merantau di negeri orang. Sedangkan anak-anaknya baru keluar rumah induk setelah menikah, kecuali saya.
Toh, keberanian ini juga muncul bukan tanpa alasan. Saat itu saya patah hati. Dan berada di Jakarta sama dengan berada di dekat dengan sumber patah hati. Saatnya menutup buku. Berharap memulai lagi dari halaman nol di buku yang kosong.
Lalu pergilah saya ke daerah yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibunya. Hal yang membuat saya serasa pemeran Lost in Translation. Di Bandung, saya merasa seperti berada di Jakarta versi mobile. Ketika satu acara bisa dihadiri oleh sebagian besar warga Bandung. Tidak seperti Jakarta. Sepenuh apa pun tempat acara berlangsung, itu hanya sebagian kecil. Acara besar berdampingan dengan acara kecil, tentukan sendiri komunitasmu. Ya, di Bandung saya bisa mendaftarkan diri dalam komunitas tertentu dengan mudah. Tidak ada sela-sela hampa nan lelah. Bandung memang kotanya anak muda, tempat jiwa kreatif meluap dengan gembira. Dan usai mengekspresikan jiwa lepas itu, di malam hari saya beralih ke kamar kos saya yang berada di pinggir kota Bandung. Tempat bintang bersinar lebih terang, terlihat lebih ramai. Kelipnya seolah mengikuti nada gemerisik padi yang melambai berat juga gemulai. Membelai kuping saya dengan nyanyian Neverland. Membuat saya terbuai dan mimpi indah.
"Mau balik dulu ke Bandung," ujar saya saat mencium tangan orangtua. Rasanya seperti berkhianat. Meruntuhkan pujian akan sebuah rumah dengan menggunakan kata "balik" untuk sebuah kamar sewaan kecil. Namun, toh mungkin memang sudah takdirnya, karena ketika saya bertolak ke Bandung kamar saya ditempati oleh sepupu sebaya saya yang tengah menjalani kemoterapi untuk kedua kalinya. Dia, kakaknya, dan ibunya. Mengungsi dari tempat tinggalnya di Bekasi agar lebih dekat dengan lokasi pengobatan.
Sepupu saya menjadi alasan saya tidak larut dalam patah hati ketika kembali ke Jakarta. Dia menikmati setiap cerita saya sebagai 'turis' di Bandung. Dia pun sejatinya masih mengurus skripsi di Semarang. Tawanya baru terdengar jika saya ada. Seolah menertawakan keudikan kami sebagai warga kota padat penduduk.
Tidak seperti dua kakak saya yang bertolak ke Inggris dan Australia lalu menetap di sana selama bertahun-tahun, saya hanya perlu tujuh bulan untuk kembali ke Tebet. Kali ini, kepulangan saya terasa berbeda. Bukan. Bukan dari barang bawaannya. Bukan dari sumber patah hati yang sudah menghilang. Melainkan melihat kamar saya yang kosong. Ya, sepupu saya telah berpulang ke pelukan pencipta-Nya. Sang agen travel akhirat, malaikat Jibril, telah mengantarkannya ke rumah sejati. Pulang ke tempat jiwa-jiwa suci berada. Amin.
Ketika saya kembali membuat cerita baru di Jakarta, sepupu saya tak perlu lagi terkatung-katung dalam titik tertentu. Pun dia tak perlu lagi kembali ke titik nol, karena dia sudah mencapai tanda tak hingga. Selamanya.
Selasa, 25 Februari 2014
Minggu, 23 Februari 2014
Belajar Rendah Hati dari Guru
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, anak mama, Dara dan Ati. Mama bersyukur kepada Allah dan berterima kasih atas bantuan kalian pada Sabtu. Semoga Allah membalas perbuatan kalian berlipat ganda dan terima kasih pada suami-suami kalian."
Ini isi sms dari mama saya malam ini. Dua puluh lima tahun yang lalu, saya tidak terpikir bahwa ibu saya akan sanggup mengatakan hal semacam ini pada anak-anaknya. Apa pasal?
Dalam lima bulan belakangan kedua orangtua saya yang selalu saya ceritakan sebagai sosok otoriter saat kecil, menunjukkan aksi dan reaksi yang tidak saya sangka akan mereka lakukan. Maklum, saking otoriternya, kami bersaudara sudah biasa melakoni monolog dengan tema "apa yang akan mama/papa katakan". Saking sudah ketebaknya.
Dan ucapan 'terima kasih' yang ditulis khusus itu juga terlihat istimewa karena Mama nyaris tidak pernah mengatakannya. Atau mungkin sudah pernah, hanya saja kenangan lain menimpanya. Saya dibesarkan dengan doktrin, ANAK HARUS MEMBALASBUDI KE ORANGTUANYA DAN SEJATINYA AMALAN ORANGTUA PADA ANAKNYA TAK TERBALAS. Saya dulu speechless mendengarnya, malah jadi sewot, "maksud lo, gue jadi budak?"
Lalu saya memutar balik ingatan saya perlahan. Mencari tahu kapankah titik balik ini terjadi. Satu hal yang pasti adalah dipicu ketika papa saya berhenti bekerja sedangkan mama sudah mendekati masa pensiun dan masih ada saya, si bungsu, yang hendak masuk SMU. Mungkin di sini masa klimaksnya.
Saat itu saya baru melihat mama mengucap alhamdulillah pada beberapa lembar uang lima ribuan yang dia terima usai mengantar susu kedelai buatan sendiri pada rekan-rekannya di bekas kantornya (mencari sepeser uang yang kemudian bahkan saya teruskan ketik saya bekerja). Padahal belum lama berlalu, mama adalah peraih gaji tertinggi di antara rekan-rekannya itu. Seorang kepala perawat yang disegani puluhan anak buahnya, dihormati para dokter.
You know, mengucap hamdalah itu memerlukan kerendahan hati loh. Jadi, saat itu saya merasa itu agak berbeda dari pencitraan mama selama ini.
Lalu kemudian, hal-hal remeh temeh yang tidak terduga mulai muncul di kedua orangtua saya. Saya jadi penasaran.
Dan setelah melakukan 'riset-risetan', saya tiba di sebuah kesimpulan, bahwa citra 'rendah hati' ini muncul dan awet karena kedua orangtua saya mulai ikut pengajian.
Sebelum berhenti kerja pun sebenarnya mereka sudah ikut pengajian, terutama papa. Namun, hasilnya dulu lebih terlihat negatif di saya. Bisa jadi itu karena posisi yang mereka sandang berdampingan dengan status orangtua dari empat anak.
Seperti saya saat ini. Well, minus jabatan. Sebagai orangtua, saya mau tak mau harus jadi orang yang paling-paling. Kan, katanya ibu adalah sumber ilmu pengetahuan pertama. Namun, saya kok merasa, jika saya terus mempertahankan status saya ini, saya akan lupa diri. Dan ketika sudah lupa diri, siapa yang akan tahu akan jadi apa anak-anak saya nanti.
Ikut pengajian dengan seorang guru (yang benar) memang dianjurkan. Malah kalau perlu beberapa guru, untuk memperluas wawasan. Apalagi orang-orang tua seperti mama papa saya tidak terpapar berita setiap detiknya.
Guru menjadikan mereka rendah diri. Berbeda dengan atasan yang selalu meminta kinerja maksimal dan merasa bahwa semua uang yang telah mereka berikan adalah impas. Toh, ternyata tidak. Seorang guru sejati terlihat lebih banyak memberi dengan ilmunya ketimbang infak yang kita berikan padanya. Apalah lagi seorang guru agama.
Yah, memang siy ada masa-masa noraknya. Ingatkah kita sewaktu SD, semua perkataan guru kita dipatuhi sekali, walau orangtua sebenarnya juga mengatakan hal yang sama. "kata bu guru .... " Rasanya bangga bukan main jika berlaku seperti yang diajarkan guru kita.
Seperti mama sekarang. Masuk semua
perkataan ustad-ustad yang terutama muncul di radio suka ga jelas. Itu loh, yang semua dikaitkan dengan isu agama. Yah, macam itu lah. Dan jika saya balas, mama akan menganggap saya tidak agamis. Saya sudah tidak heran, papa dulu juga begitu. Beliau paling hapal di mana cari ATM pahala.
Hehehe, saya mungkin merasa geli melihat orangtua saya, bisa jadi di luar sana ada yang menertawakan saya pula karena imannya masih cetek tapi sok belagu.
Ya saya menikmati semua prosesnya saja. Dan semoga kedua orangtua saya mendapatkan usia yang sarat berkah dan Allah selalu melindungi setiap napas mereka dari bisikan setan.
Ini isi sms dari mama saya malam ini. Dua puluh lima tahun yang lalu, saya tidak terpikir bahwa ibu saya akan sanggup mengatakan hal semacam ini pada anak-anaknya. Apa pasal?
Dalam lima bulan belakangan kedua orangtua saya yang selalu saya ceritakan sebagai sosok otoriter saat kecil, menunjukkan aksi dan reaksi yang tidak saya sangka akan mereka lakukan. Maklum, saking otoriternya, kami bersaudara sudah biasa melakoni monolog dengan tema "apa yang akan mama/papa katakan". Saking sudah ketebaknya.
Dan ucapan 'terima kasih' yang ditulis khusus itu juga terlihat istimewa karena Mama nyaris tidak pernah mengatakannya. Atau mungkin sudah pernah, hanya saja kenangan lain menimpanya. Saya dibesarkan dengan doktrin, ANAK HARUS MEMBALASBUDI KE ORANGTUANYA DAN SEJATINYA AMALAN ORANGTUA PADA ANAKNYA TAK TERBALAS. Saya dulu speechless mendengarnya, malah jadi sewot, "maksud lo, gue jadi budak?"
Lalu saya memutar balik ingatan saya perlahan. Mencari tahu kapankah titik balik ini terjadi. Satu hal yang pasti adalah dipicu ketika papa saya berhenti bekerja sedangkan mama sudah mendekati masa pensiun dan masih ada saya, si bungsu, yang hendak masuk SMU. Mungkin di sini masa klimaksnya.
Saat itu saya baru melihat mama mengucap alhamdulillah pada beberapa lembar uang lima ribuan yang dia terima usai mengantar susu kedelai buatan sendiri pada rekan-rekannya di bekas kantornya (mencari sepeser uang yang kemudian bahkan saya teruskan ketik saya bekerja). Padahal belum lama berlalu, mama adalah peraih gaji tertinggi di antara rekan-rekannya itu. Seorang kepala perawat yang disegani puluhan anak buahnya, dihormati para dokter.
You know, mengucap hamdalah itu memerlukan kerendahan hati loh. Jadi, saat itu saya merasa itu agak berbeda dari pencitraan mama selama ini.
Lalu kemudian, hal-hal remeh temeh yang tidak terduga mulai muncul di kedua orangtua saya. Saya jadi penasaran.
Dan setelah melakukan 'riset-risetan', saya tiba di sebuah kesimpulan, bahwa citra 'rendah hati' ini muncul dan awet karena kedua orangtua saya mulai ikut pengajian.
Sebelum berhenti kerja pun sebenarnya mereka sudah ikut pengajian, terutama papa. Namun, hasilnya dulu lebih terlihat negatif di saya. Bisa jadi itu karena posisi yang mereka sandang berdampingan dengan status orangtua dari empat anak.
Seperti saya saat ini. Well, minus jabatan. Sebagai orangtua, saya mau tak mau harus jadi orang yang paling-paling. Kan, katanya ibu adalah sumber ilmu pengetahuan pertama. Namun, saya kok merasa, jika saya terus mempertahankan status saya ini, saya akan lupa diri. Dan ketika sudah lupa diri, siapa yang akan tahu akan jadi apa anak-anak saya nanti.
Ikut pengajian dengan seorang guru (yang benar) memang dianjurkan. Malah kalau perlu beberapa guru, untuk memperluas wawasan. Apalagi orang-orang tua seperti mama papa saya tidak terpapar berita setiap detiknya.
Guru menjadikan mereka rendah diri. Berbeda dengan atasan yang selalu meminta kinerja maksimal dan merasa bahwa semua uang yang telah mereka berikan adalah impas. Toh, ternyata tidak. Seorang guru sejati terlihat lebih banyak memberi dengan ilmunya ketimbang infak yang kita berikan padanya. Apalah lagi seorang guru agama.
Yah, memang siy ada masa-masa noraknya. Ingatkah kita sewaktu SD, semua perkataan guru kita dipatuhi sekali, walau orangtua sebenarnya juga mengatakan hal yang sama. "kata bu guru .... " Rasanya bangga bukan main jika berlaku seperti yang diajarkan guru kita.
Seperti mama sekarang. Masuk semua
perkataan ustad-ustad yang terutama muncul di radio suka ga jelas. Itu loh, yang semua dikaitkan dengan isu agama. Yah, macam itu lah. Dan jika saya balas, mama akan menganggap saya tidak agamis. Saya sudah tidak heran, papa dulu juga begitu. Beliau paling hapal di mana cari ATM pahala.
Hehehe, saya mungkin merasa geli melihat orangtua saya, bisa jadi di luar sana ada yang menertawakan saya pula karena imannya masih cetek tapi sok belagu.
Ya saya menikmati semua prosesnya saja. Dan semoga kedua orangtua saya mendapatkan usia yang sarat berkah dan Allah selalu melindungi setiap napas mereka dari bisikan setan.
Jumat, 21 Februari 2014
Nonton Konser di MEIS? Hadooooh ...
Bruno Mars mau datang Maret ini? Yes! Terus, Juni nanti Taylor Swift datang ke Indonesia? Yuhuuu, yess!! Di mana, di mana? Di MEIS!!! ck, damn ... :-/
Bagi sebagian besar orang, nonton konser adalah hal menyenangkan yang kudu dilakukan sebelum menikah. Nah, saya terbalik. Menikah, biar gampang kalau mau nonton konser. Maklum, mantan pacar dulu reporter kolom lifestyle.
namun, dunia berputar. Si mantan pacar tidak lagi reporter lifestyle. Dan kini jika si istri hendak pergi, pertanyaan pertama adalah 'anak-anak bagaimana?' -_-
Guess, tidak semua bisa dipaksakan kehendaknya. Dua tahun lalu, saking ngebetnya nonton konser untuk pertama kali, demi boyband Korea, BIGBANG, saya kasih full service buat suami sebagai penjaga dua bocah. Hasilnya? Gue bangkruut ... Itu karena konsernya di MEIS, Ancol.
MEIS atau Mata Elang International Stadium adalah versi indoor-nya pantai festival. Itu loh tempat dugem-dugem di pantai kalau ada DJ luar negeri konser. Tempat ini entah kenapa paling mulus di acc para artis luar negeri buat konser di sana. Padahal dari lokasi, ga ramah ibu-ibu banget! Ini alasannya:
1. Jauh
Ya, jauh banget. Ga hanya jauh dari pusat tapi juga jauh dari jalan raya. Jadi kalaupun mau menggunakan angkutan umum selain taksi bisa dibilang 'masuk bisa keluar sulit'. Taksi yang nongkrong pun mencurigakan semua. Ada kek pool resmi, blue bird kek, gamya kek, taxiku kek ... Kan kasihan para alay-alay yang nonton konser kudu jadi cabe-cabean dulu biar bisa pulang.
Ada sih yang nekat jalan kaki keluar Ancol, ya macet juga di dalam. Tapi di luar itu juga horor. Ancol dikelilingi jalur flyover dengan kali-kali dengan air hitam membentang di kiri-kanan jalan. Dan ... Minim pencahayaan. Ada siy tempat yang ramai lampu di dekat situ ... Night club .. Beuuh ...
Nah, kudu nunggu sampai pagi?
2. Berat di Ongkos
Oleh karena bawa keluarga, saya jadi banyak pengeluaran lain-lain. Ya penginapan (konon kalau ada yang konser di Ancol, hotel di sepanjang jalan Gunung Sahari pada penuh), sewa mobil (biar saya bisa pulang dengan selamat pascakonser), dan biaya lain-lain yang jumlahnya bisa sama dengan harga tiket yang sudah dibeli lewat calo. Malah lebih. Duh, benar-benar deh pengalaman pertama saya =).
Seharusnya pihak Ancol menyediakan angkutan internal yang tetap beroperasi hingga tengah malam. Biar sama-sama enak gitu.
3. Rugi Beli Seat di Balkon
Saya agak terkejut ketika mengetahui bahwa yang namanya seat di balkon itu benar-benar bagian balkon yang posisi duduknya tidak seperti stadium alias tidak miring. Jadilah para penonton meninggalkan kursi mereka dan merapat di pagar balkon. Untung gue ga beli di situ. Festival is the best lah.
4. Sistem Pintu Masuk dan Keluar yang Aneh
Waktu itu saya datang terlambat. Sudah jantung mau copot karena takut kebagian tempat yang ga bakal kelihatan TOP BIGBANGnya, saya jadi keder sama pintu masuknya. Mobil berhenti di lobi, tapi yang nonton kudu ambil pintu dari samping. Jadilah saya yang sudah lama sekali tidak olahraga, berlari masuk keluar cari pintu masuk. Dan MEIS itu settingannya mal. Mungkin ketika belum masuk, sengaja dibuat panjang rutenya biar muat.
Dan ketika konser usai, kita semua keluar dari berbagai pintu tapi begitu turun hanya bisa menggunakan satu akses. Ada satu sisi dengan dua eskalator dan tangga yang lebar di tengahnya. Anehnya, si tangga ditutup. Jadilah kita mengantri eskalator yang sempit dan ga dinyalain pulak. Sengaja dilamain kali ya, biar artisnya bisa aman tentram keluar venue =P
Bagi ibu-ibu kaya saya sudah sibuk lihat jam. Waktu itu, anak yang kecil belum 6 bulan jadi masih bangun tiap 2-3 jam. Jadi, walau konsernya tepat waktu mulai dan selesainya, drama ngantri ini yang bikin malam terasa lammmaaaa ....
Ini sudah alhamdulillah, masih di Jakarta. Lha Justin Bieber? Sentul boook!
Nah yang kaya begini rasanya ingin coba nonton konser BIGBANG di luar negeri. Yang ga ada calo, akses transportasi umum oke (biar jauh dr pusat tapi transportasi oke mah ga masalah), pasti harganya ga beda jauh deeeh ...
Dan ketika saya lihat dua artis muda ini sudah konfirmasi mau datang dan manggung di MEIS, saya hanya bisa tarik pipi ... Siapa yang mau bayarin dan anterin gue, yak =D
*ikutan lomba blog aja dulu kali aaah ...
Bagi sebagian besar orang, nonton konser adalah hal menyenangkan yang kudu dilakukan sebelum menikah. Nah, saya terbalik. Menikah, biar gampang kalau mau nonton konser. Maklum, mantan pacar dulu reporter kolom lifestyle.
namun, dunia berputar. Si mantan pacar tidak lagi reporter lifestyle. Dan kini jika si istri hendak pergi, pertanyaan pertama adalah 'anak-anak bagaimana?' -_-
Guess, tidak semua bisa dipaksakan kehendaknya. Dua tahun lalu, saking ngebetnya nonton konser untuk pertama kali, demi boyband Korea, BIGBANG, saya kasih full service buat suami sebagai penjaga dua bocah. Hasilnya? Gue bangkruut ... Itu karena konsernya di MEIS, Ancol.
MEIS atau Mata Elang International Stadium adalah versi indoor-nya pantai festival. Itu loh tempat dugem-dugem di pantai kalau ada DJ luar negeri konser. Tempat ini entah kenapa paling mulus di acc para artis luar negeri buat konser di sana. Padahal dari lokasi, ga ramah ibu-ibu banget! Ini alasannya:
1. Jauh
Ya, jauh banget. Ga hanya jauh dari pusat tapi juga jauh dari jalan raya. Jadi kalaupun mau menggunakan angkutan umum selain taksi bisa dibilang 'masuk bisa keluar sulit'. Taksi yang nongkrong pun mencurigakan semua. Ada kek pool resmi, blue bird kek, gamya kek, taxiku kek ... Kan kasihan para alay-alay yang nonton konser kudu jadi cabe-cabean dulu biar bisa pulang.
Ada sih yang nekat jalan kaki keluar Ancol, ya macet juga di dalam. Tapi di luar itu juga horor. Ancol dikelilingi jalur flyover dengan kali-kali dengan air hitam membentang di kiri-kanan jalan. Dan ... Minim pencahayaan. Ada siy tempat yang ramai lampu di dekat situ ... Night club .. Beuuh ...
Nah, kudu nunggu sampai pagi?
2. Berat di Ongkos
Oleh karena bawa keluarga, saya jadi banyak pengeluaran lain-lain. Ya penginapan (konon kalau ada yang konser di Ancol, hotel di sepanjang jalan Gunung Sahari pada penuh), sewa mobil (biar saya bisa pulang dengan selamat pascakonser), dan biaya lain-lain yang jumlahnya bisa sama dengan harga tiket yang sudah dibeli lewat calo. Malah lebih. Duh, benar-benar deh pengalaman pertama saya =).
Seharusnya pihak Ancol menyediakan angkutan internal yang tetap beroperasi hingga tengah malam. Biar sama-sama enak gitu.
3. Rugi Beli Seat di Balkon
Saya agak terkejut ketika mengetahui bahwa yang namanya seat di balkon itu benar-benar bagian balkon yang posisi duduknya tidak seperti stadium alias tidak miring. Jadilah para penonton meninggalkan kursi mereka dan merapat di pagar balkon. Untung gue ga beli di situ. Festival is the best lah.
4. Sistem Pintu Masuk dan Keluar yang Aneh
Waktu itu saya datang terlambat. Sudah jantung mau copot karena takut kebagian tempat yang ga bakal kelihatan TOP BIGBANGnya, saya jadi keder sama pintu masuknya. Mobil berhenti di lobi, tapi yang nonton kudu ambil pintu dari samping. Jadilah saya yang sudah lama sekali tidak olahraga, berlari masuk keluar cari pintu masuk. Dan MEIS itu settingannya mal. Mungkin ketika belum masuk, sengaja dibuat panjang rutenya biar muat.
Dan ketika konser usai, kita semua keluar dari berbagai pintu tapi begitu turun hanya bisa menggunakan satu akses. Ada satu sisi dengan dua eskalator dan tangga yang lebar di tengahnya. Anehnya, si tangga ditutup. Jadilah kita mengantri eskalator yang sempit dan ga dinyalain pulak. Sengaja dilamain kali ya, biar artisnya bisa aman tentram keluar venue =P
Bagi ibu-ibu kaya saya sudah sibuk lihat jam. Waktu itu, anak yang kecil belum 6 bulan jadi masih bangun tiap 2-3 jam. Jadi, walau konsernya tepat waktu mulai dan selesainya, drama ngantri ini yang bikin malam terasa lammmaaaa ....
Ini sudah alhamdulillah, masih di Jakarta. Lha Justin Bieber? Sentul boook!
Nah yang kaya begini rasanya ingin coba nonton konser BIGBANG di luar negeri. Yang ga ada calo, akses transportasi umum oke (biar jauh dr pusat tapi transportasi oke mah ga masalah), pasti harganya ga beda jauh deeeh ...
Dan ketika saya lihat dua artis muda ini sudah konfirmasi mau datang dan manggung di MEIS, saya hanya bisa tarik pipi ... Siapa yang mau bayarin dan anterin gue, yak =D
*ikutan lomba blog aja dulu kali aaah ...
Label:
akses,
ancol,
Bigbang,
bruno mars,
ibu,
Konser,
MEIS,
perempuan,
taylor swift
(mencoba) Baca Aturan Pakai
Salah satu kelemahan (atau kemalasan) saya adalah membaca aturan. Semua yang serba urut. Tata tertib, resep, cara pakai, dan semacamnya. Jadi seringlah saya kena tegur di milis yang berbeda-beda untuk aturan yang berbeda-beda pula. Dan karena beda milis/komunitas beda aturan, jadilah saya makin bingung dan makin ga mudeng, satu aturan bercampur dengan yang lain.
Atau ketika hendak ikut lomba blog apalagi SEO, saya yang banyak mengandalkan hp untuk menulis, jadi memutuskan untuk menuliskan kembali segala macam aturan dan link yang harus dipenuhi di buku tulis. Biar mudah ceklisnya.
Konon inilah fenomena men are from mars women are from venus. Ketika wanita dianggap tidak bisa baca peta (eh saya bisa, asal bukan yg online) dan tidak bisa baca manual book (bisa kok, cuma malas tingkat dewa aja *ngeles).
Yang parah adalah ketika urusan orderan kue. Sotoy sudah hapal resepnya, eh ternyata ada yang terlewat. Ya bahannya lah, ya langkahnya lah. Ini efek kebiasaan speed reading juga sih. Padahal resep mah ga pakai aturan induksi atau deduksi. Dan sebenarnya bukan itu yang paling parah, melainkan ketika salah dosis kasih obat ke anak. Syukur dosisnya kurang bukan kelebihan. >.<
Belum lagi urusan elektronik. Hape sudah setahun lebih dibeli mungkin baru tahu 70% fungsinya dan hanya menggunakan 50% fiturnya. Bahkan baru ngeh sudah ada 18 update aplikasi di ponsel, entah sejak kapan.
Mesin cuci baru tahu tata cara isi air, deterjen, kocok, baru masukin kain, setelah setahun dipakai. Selama ini stres sendiri lihat deterjen bergumpal-gumpal. Baru tahu kalau cairan semprotan setrikaan itu tidak boleh digunakan untuk bahan kaos. Masih belum tahu juga cara menghentikan setting alarm di jam tangan. Entah sudah berapa alarm selalu berbunyi di jam 11 siang dan 12 malam. Mungkin sudah setahun. Duh.
Suatu hari abang saya mengirimkan auto tuner sebagai alat bantu menyetem gitar. Dengan tekad bulat, menyiapkan otak untuk memahami aturan pakai dalam bahasa Inggris eh ternyata tidak ada. Tanya ke yang ngirim, bilangnya, "lihat di youtube ajaaa..."
Oke, youtube memang tutorial yang sangat membantu untuk buta cara pakai seperti saya. Maunya diajarin langsung. Seperti membuka tutup botol plastik air minum, saat itulah peran lelaki sangat diperlukan =D
Youtube sudah jadi rekanan saya untuk masalah yang perlu tutorial audio visual. Pertama kali saya menggunakannya sebagai panduan tata cara adalah ketika membeli car seat untuk bayi dan hebatnya tidak ada lembaran cara pakainya. Setelah itu, dia sahabat maya kedua saya. Bukan hanya soal resep dan decorating, saya bahkan memotong rambut sendiri berdampingan dengan video youtube. Para kontributor youtube, you are the best lah. Walau kadang merasa tak percaya diri bertanya soal remeh temeh di youtube.
Ah, jadi pengen upload tutorial di youtube (finding a path to become youtube star =P). Seandainya bisa pakai ponsel ... Eh bisa ga sih?
Atau ketika hendak ikut lomba blog apalagi SEO, saya yang banyak mengandalkan hp untuk menulis, jadi memutuskan untuk menuliskan kembali segala macam aturan dan link yang harus dipenuhi di buku tulis. Biar mudah ceklisnya.
Konon inilah fenomena men are from mars women are from venus. Ketika wanita dianggap tidak bisa baca peta (eh saya bisa, asal bukan yg online) dan tidak bisa baca manual book (bisa kok, cuma malas tingkat dewa aja *ngeles).
Yang parah adalah ketika urusan orderan kue. Sotoy sudah hapal resepnya, eh ternyata ada yang terlewat. Ya bahannya lah, ya langkahnya lah. Ini efek kebiasaan speed reading juga sih. Padahal resep mah ga pakai aturan induksi atau deduksi. Dan sebenarnya bukan itu yang paling parah, melainkan ketika salah dosis kasih obat ke anak. Syukur dosisnya kurang bukan kelebihan. >.<
Belum lagi urusan elektronik. Hape sudah setahun lebih dibeli mungkin baru tahu 70% fungsinya dan hanya menggunakan 50% fiturnya. Bahkan baru ngeh sudah ada 18 update aplikasi di ponsel, entah sejak kapan.
Mesin cuci baru tahu tata cara isi air, deterjen, kocok, baru masukin kain, setelah setahun dipakai. Selama ini stres sendiri lihat deterjen bergumpal-gumpal. Baru tahu kalau cairan semprotan setrikaan itu tidak boleh digunakan untuk bahan kaos. Masih belum tahu juga cara menghentikan setting alarm di jam tangan. Entah sudah berapa alarm selalu berbunyi di jam 11 siang dan 12 malam. Mungkin sudah setahun. Duh.
Suatu hari abang saya mengirimkan auto tuner sebagai alat bantu menyetem gitar. Dengan tekad bulat, menyiapkan otak untuk memahami aturan pakai dalam bahasa Inggris eh ternyata tidak ada. Tanya ke yang ngirim, bilangnya, "lihat di youtube ajaaa..."
Oke, youtube memang tutorial yang sangat membantu untuk buta cara pakai seperti saya. Maunya diajarin langsung. Seperti membuka tutup botol plastik air minum, saat itulah peran lelaki sangat diperlukan =D
Youtube sudah jadi rekanan saya untuk masalah yang perlu tutorial audio visual. Pertama kali saya menggunakannya sebagai panduan tata cara adalah ketika membeli car seat untuk bayi dan hebatnya tidak ada lembaran cara pakainya. Setelah itu, dia sahabat maya kedua saya. Bukan hanya soal resep dan decorating, saya bahkan memotong rambut sendiri berdampingan dengan video youtube. Para kontributor youtube, you are the best lah. Walau kadang merasa tak percaya diri bertanya soal remeh temeh di youtube.
Ah, jadi pengen upload tutorial di youtube (finding a path to become youtube star =P). Seandainya bisa pakai ponsel ... Eh bisa ga sih?
Selasa, 18 Februari 2014
Galau Ikut Lomba Blog
Masih pemula jadi peserta lomba blog nih. Awal-awal semangat lihat info lomba. Hampir semua info lomba pasti ditindaklanjuti. Lama kelamaan makin militan cari infonya dan mulai dihadapkan dengan pilihan-pilihan dari yang yakin ga semisi sampai ke sesuatu yang bikin galau.
Awalnya saya ga terlalu suka ikut lomba, terutama SEO, yang barangnya ga saya pakai. Yah, kaya Alicia Keys jadi desainer blackberry terbaru tapi eksis banget di instagram yang terlihat diunggah dari iphone miliknya. Soalnya saya ga pintar meyakinkan orang. Makanya saya kuliah sastra, bukan periklanan =). Walau sering menggunakan kalimat mengajak setiap kali menulis sinopsis buku yang hendak terbit, tetapi buku itu adalah pilihan saya sendiri dan kami menjalani banyak proses hingga ketemu di proses membuat sinopsis. Ada faktor emosionallah.
Jadi, ketika saya mulai lebih menggali blog info lomba blog, saya jadi mulai pilih-pilih. SEO judi online? Oh God, no. Lomba blog dari perusahaan mobil? Aih, ga punya mobil. Perusahaan motor? Bukan pendukung penambahan motor. Bisnis online? Mulai gamang. Takut menggiring netizen ke lembah penipuan. Online shop? Kalau hadiahnya voucher ga mau ah, ntar ga ada yang bisa kebeli. Pokoknya mulai belagu deh. Serasa artis. Tiba-tiba kangen sama lomba resensi, biar ada alasan beli buku eh tapi dari penerbit mana dulu niy? Hadoooh ...
Dan kegamangan saya mulai beranjak menjadi galau ketika ada lomba blog dengan tema smart dan menarik tapi ... Ah ... Harus tulis profil si investor alias pejabat. Duh, hari gini, jelang Pemilu, pasti banyak sogokan macam ini. Ga benar-benar sogokan sih, pan kita usaha nulisnya. Tapi kalau harus tulis profil ... Hadeeeu ... Gue golput menahun, paaak! Tapi hadiahnya menggiurkan, Pak!
Oh haruskah saya menjadi profesional dan mengubah blog saya menjadi blog komersil? Bukannya memang itu tujuannya? Buhuhuhu ... Saya bingung. Apa alih profesi dulu jadi ikutan lomba foto? Belum bisa pakai kameranyaaa ...
Dan saya pun hanya sibuk men-scroll laman tersebut padahal sudah berderet bookmark lomba blog minta ditindaklanjuti. Masih ngarep kayanya gue =).
Sudahlah, kerjain saja yang ada sekarang.... Dan kembali terpekur menghadap ponsel.
Awalnya saya ga terlalu suka ikut lomba, terutama SEO, yang barangnya ga saya pakai. Yah, kaya Alicia Keys jadi desainer blackberry terbaru tapi eksis banget di instagram yang terlihat diunggah dari iphone miliknya. Soalnya saya ga pintar meyakinkan orang. Makanya saya kuliah sastra, bukan periklanan =). Walau sering menggunakan kalimat mengajak setiap kali menulis sinopsis buku yang hendak terbit, tetapi buku itu adalah pilihan saya sendiri dan kami menjalani banyak proses hingga ketemu di proses membuat sinopsis. Ada faktor emosionallah.
Jadi, ketika saya mulai lebih menggali blog info lomba blog, saya jadi mulai pilih-pilih. SEO judi online? Oh God, no. Lomba blog dari perusahaan mobil? Aih, ga punya mobil. Perusahaan motor? Bukan pendukung penambahan motor. Bisnis online? Mulai gamang. Takut menggiring netizen ke lembah penipuan. Online shop? Kalau hadiahnya voucher ga mau ah, ntar ga ada yang bisa kebeli. Pokoknya mulai belagu deh. Serasa artis. Tiba-tiba kangen sama lomba resensi, biar ada alasan beli buku eh tapi dari penerbit mana dulu niy? Hadoooh ...
Dan kegamangan saya mulai beranjak menjadi galau ketika ada lomba blog dengan tema smart dan menarik tapi ... Ah ... Harus tulis profil si investor alias pejabat. Duh, hari gini, jelang Pemilu, pasti banyak sogokan macam ini. Ga benar-benar sogokan sih, pan kita usaha nulisnya. Tapi kalau harus tulis profil ... Hadeeeu ... Gue golput menahun, paaak! Tapi hadiahnya menggiurkan, Pak!
Oh haruskah saya menjadi profesional dan mengubah blog saya menjadi blog komersil? Bukannya memang itu tujuannya? Buhuhuhu ... Saya bingung. Apa alih profesi dulu jadi ikutan lomba foto? Belum bisa pakai kameranyaaa ...
Dan saya pun hanya sibuk men-scroll laman tersebut padahal sudah berderet bookmark lomba blog minta ditindaklanjuti. Masih ngarep kayanya gue =).
Sudahlah, kerjain saja yang ada sekarang.... Dan kembali terpekur menghadap ponsel.
Seks Bebas Itu Pemerkosaan
Lagi-lagi tulisan terkait kasus Sitok Srengenge. Berhubung pelakunya seniman tulis, jadilah banyak tulisan tentang kasus ini. Sebenarnya sudah lama mau ikutan nulis, tapi tertunda terus. Minggu ini mulai hangat lagi, semacam desakan untuk segera memenjarakan Sitok Srengenge dan mengubah tuntutannya menjadi pemerkosaan alih-alih perbuatan tidak menyenangkan.
Perbuatan tidak menyenangkan? Cuih, apa tuh? Kalau gue tuntut suami atas dakwaan perbuatan tidak menyenangkan karena menaruh benih tanpa kesepakatan yang menyebabkan kehamilan pada istri sendiri, nah itu baru betul.
Pemerkosaan sering harus dibarengi dengan visum selaput dara sobek. Lha, kalau janda, piye? Kalau bukan janda? Ah berarti lo nya aja yang bitchy, begitu? Tabok aja dah.
Belum lagi komentar orang, "dah hamil berarti menikmati dooong." lha kata siapa proses kehamilan ada hubungannya sama kenikmatan? Itu cuma masalah sperma sampai ke indung telur dengan selamat. Dan itu ga pakai otot sadar, lo pikir main football management? Suka esmosi deh lihat komennya, tapi buru-buru tarik napas, karena banyak dari mereka dibutakan oleh anggapan patrialis ini.
Ada banyak link bertebaran soal hal ini. Saya sendiri jadi cenderung hati-hati. Awal kasus ini terkuak, saya adalah salah satu yang ketawa-ketiwi mengomentari hal ini. "servisnya ga memuaskan kali, makanya nuntut." atau "dikiranya anak sastra pasti mau-mau aja, ternyata ada yang ga mau. Salah target dia." hal semacam itulah. Lalu kemudian saya membaca pernyataan salah satu senior saya yang notabene laki-laki dan kemudian membaca soal kondisi si korban, saya jadi menahan diri. God, ternyata banyak pernyataan saya yang justru tidak ramah korban. Padahal ngakunya korban pelecehan seksual dini =/.
Lalu kemudian ada beberapa komentar yang keluar bahwa jika pemerkosaan kenapa juga si korban masih mendatangi Sitok? Sampai hamil lagi. Dan dari situ barulah saya mengingat kembali status saya sebagai korban pelecehan seksual. Untuk masalah ini, bahkan di luar negeri pun masih tidak sensitif. Oprah bahkan harus kampanye khusus akan hal itu. Mengapa? Karena ada jerat di dalam kasus pelecehan dan pemerkosaan. Dan itu tidak hanya bisa terjadi pada anak-anak tetapi juga orang dewasa yang katanya sudah punya pemikiran sendiri.
Coba deh, ada berapa kasus KDRT yang tidak dilaporkan? Buanyaaak. Pernikahan bertahan bertahun-tahun dan masih nambah anak pula. Dan yang termudah bagj masyarakat adalah ... Menyalahkan wanitanya. Menyalahkan korbannya. Dan sedihnya tudingan ini bahkan diucapkan juga oleh kaum wanita. "salah sendiri, lo kok mau aja dipukulin?" "Lo diperkosa? Pulangnya malem sih." bah, kalau gitu sekalian aja pasang plang, WANITA DILARANG MELINTAS SETELAH PUKUL 8 MALAM. KALAU TIDAK, DIPERKOSA.
Jerat semacam ini seringkali hanya bisa dipahami oleh sesama korban. Kenapa saya bilang jerat? Karena walau saya ingin sekali menghampiri kerabat saya yang adalah pelaku pelecehan seksual terhadap saya dan bilang, "Fuck you!" Saya justru menghampiri mereka dengan senyum dan bahkan cipika cipiki. Can you explain that? Saya juga ga bisa. Maka dari itu, jika ada seorang wanita yang kemudian mengambil langkah hukum, sejatinya dia sudah melewati halangan psikologis yang sangat besar. Makanya, dukungan itu penting
.
Kenapa ga mau dinikahi? Coba ya, baca ketentuan pilih suami. Dari agamanya. Bukan dari apakah dia sudah 'bolongin'. Banyak yang berpikir, jika mau dinikahi maka urusan sejatinya selesai. Well, bukan selesai lebih tepatnya melainkan tertutupi dan kemudian menjadi urusan keluarga. Suami perkosa istri? Urusan keluarga. KDRT? Urusan keluarga. Saya kemudian membaca kasus perkosaan bocah di Malaysia. Karena salah satu pihak pelaku terus mendatangi keluarga korban, mendesak untuk menikahkan anaknya, akhirnya jadilah bocah itu menikah dengan pemerkosanya sendiri. Hasil akhir, bocah itu mengalami penyiksaan oleh keluarga mertuanya. Sudah digigit harimau, dimasukin lagi ke kandang yang berisi lebih banyak harimau. Apa yang bisa diharapkan dari seseorang bermental pemerkosa?
Lalu ada yang mengaitkan dengan komunitas Salihara pimpinan Ayu Utami yang sejatinya disebut feminis. Wait, who? Ayu Utami? Bukankah dia bukan penganut pernikahan? Itu yang saya baca di majalah ketika dia memutuskan tinggal bersama kekasihnya. Dengan kata lain, menghalalkan seks asal MAU SAMA MAU. Seperti yang terjadi di mana-mana.
Mau sama mau. Lama-lama saya sebal dengan kata-kata ini.
Feminisme ala Ayu Utami berbeda dengan Saras Dewi. sepanjang ketidaktahuan saya, feminisme Ayu Utami adalah feminisme ala Madonna. (CMIIW yak, jangan jadi alih isu). Ketika wanita lebih berani bicara seks.
Jika menonton Carrie Diaries, isu Madonna ini sangat diangkat. Masa itu adalah masa wanita saat one night stand bisa sama posisinya dengan lelaki. Saya berkuasa akan vagina saya, jadi saya bisa pilih lelaki yang saya suka
.
Dan jika ditelaah lebih dalam, inilah akibat pemerkosaan derajat perempuan oleh laki-laki sejak ratusan tahun lalu. Salah kaprah soal seks. Siapa yang berkuasa akan seks, dialah yang hebat. Oleh karena laki-laki menganggap seks sebagai simbol kejantanan dan karena itu dia berkuasa atas banyak hal termasuk wanita, lalu kemudian terpaksalah muncul perempuan yang berpikir seperti itu demi mendapatkan tempat di dunia. Dan itulah yang disebut pemerkosaan pikiran.
Mungkin ada yang mau membedakan diri dengan menyebut dirinya hanya memberikan seks pada orang yang dicinta. Well to me, tidak akan ada murninya cinta jika belum akad nikah. Dan pastikan nikahnya karena Tuhan, bukan yang lain.
Sebelum saya menikah, dengan beragam pervert menghampiri entah dengan status pacar atau tidak, saya sampai pada pemikiran these men are just treating me like bitch. Saya tidak peduli mereka bilang cinta, karena sebelum menikah kata cinta itu hanya omong kosong. And I let them do that, because I consider myself as a bitch. Because I wasn't the pure one. Dan ada berapa perempuan yang berpikir seperti saya? Banyak. Siapa yang bisa menolong? Hmm ...
Bagi kaum wanita yang memberikan seks sebagai tanda cinta, tanda kuasa, tanda modernitas, tanda apa pun tetapi tidak diawali dengan tanda tangan surat nikah, maka sejatinya Anda adalah korban pemerkosaan. Jangan bangga dengan hal itu. Kenapa? Karena Anda telah memudahkan seorang pria masuk ke lahan yang hanya akan menjadi objek. Tidak pernah menjadi subjek. Mirip kelakuannya sama penyogok proyek. Kasih izin bikin proyek ga ramah lingkunga. Uang sogokan habis, lahan sudah rusak. Siapa yang selaput daranya sobek? Siapa yang hamil? Siapa yang harus aborsi, keguguran, melahirkan? Dan lagi, di antara laki-laki dan perempuan, siapa yang lebih cepat puas? Tips yang beredar lebih banyak soal memuaskan perempuan bukan laki-laki. Kita cuma berbaik hati pada kalian, terlalu baik hati malah.
Tuhan sudah kasih alurnya. Ga usah diubah-ubah. Wong ikut alur saja bisa salah kok (bicara tentang pemerkosaan domestik).
Nah, sekarang gimana? Saya tidak peduli atas alasan apa perbuatan Sitok itu. Ketika dia sudah merayu perempuan lain tanpa izin istrinya hingga bahkan melakukan hubungan intim sebelum menikah, maka MAU TIDAK MAU Sitok harus ditangkap atas pemerkosaan. Bahkan kalau perlu atas pemerkosaan terhadap istrinya yang seharusnya tidak mau hal ini terjadi.
Perbuatan tidak menyenangkan? Cuih, apa tuh? Kalau gue tuntut suami atas dakwaan perbuatan tidak menyenangkan karena menaruh benih tanpa kesepakatan yang menyebabkan kehamilan pada istri sendiri, nah itu baru betul.
Pemerkosaan sering harus dibarengi dengan visum selaput dara sobek. Lha, kalau janda, piye? Kalau bukan janda? Ah berarti lo nya aja yang bitchy, begitu? Tabok aja dah.
Belum lagi komentar orang, "dah hamil berarti menikmati dooong." lha kata siapa proses kehamilan ada hubungannya sama kenikmatan? Itu cuma masalah sperma sampai ke indung telur dengan selamat. Dan itu ga pakai otot sadar, lo pikir main football management? Suka esmosi deh lihat komennya, tapi buru-buru tarik napas, karena banyak dari mereka dibutakan oleh anggapan patrialis ini.
Ada banyak link bertebaran soal hal ini. Saya sendiri jadi cenderung hati-hati. Awal kasus ini terkuak, saya adalah salah satu yang ketawa-ketiwi mengomentari hal ini. "servisnya ga memuaskan kali, makanya nuntut." atau "dikiranya anak sastra pasti mau-mau aja, ternyata ada yang ga mau. Salah target dia." hal semacam itulah. Lalu kemudian saya membaca pernyataan salah satu senior saya yang notabene laki-laki dan kemudian membaca soal kondisi si korban, saya jadi menahan diri. God, ternyata banyak pernyataan saya yang justru tidak ramah korban. Padahal ngakunya korban pelecehan seksual dini =/.
Lalu kemudian ada beberapa komentar yang keluar bahwa jika pemerkosaan kenapa juga si korban masih mendatangi Sitok? Sampai hamil lagi. Dan dari situ barulah saya mengingat kembali status saya sebagai korban pelecehan seksual. Untuk masalah ini, bahkan di luar negeri pun masih tidak sensitif. Oprah bahkan harus kampanye khusus akan hal itu. Mengapa? Karena ada jerat di dalam kasus pelecehan dan pemerkosaan. Dan itu tidak hanya bisa terjadi pada anak-anak tetapi juga orang dewasa yang katanya sudah punya pemikiran sendiri.
Coba deh, ada berapa kasus KDRT yang tidak dilaporkan? Buanyaaak. Pernikahan bertahan bertahun-tahun dan masih nambah anak pula. Dan yang termudah bagj masyarakat adalah ... Menyalahkan wanitanya. Menyalahkan korbannya. Dan sedihnya tudingan ini bahkan diucapkan juga oleh kaum wanita. "salah sendiri, lo kok mau aja dipukulin?" "Lo diperkosa? Pulangnya malem sih." bah, kalau gitu sekalian aja pasang plang, WANITA DILARANG MELINTAS SETELAH PUKUL 8 MALAM. KALAU TIDAK, DIPERKOSA.
Jerat semacam ini seringkali hanya bisa dipahami oleh sesama korban. Kenapa saya bilang jerat? Karena walau saya ingin sekali menghampiri kerabat saya yang adalah pelaku pelecehan seksual terhadap saya dan bilang, "Fuck you!" Saya justru menghampiri mereka dengan senyum dan bahkan cipika cipiki. Can you explain that? Saya juga ga bisa. Maka dari itu, jika ada seorang wanita yang kemudian mengambil langkah hukum, sejatinya dia sudah melewati halangan psikologis yang sangat besar. Makanya, dukungan itu penting
.
Kenapa ga mau dinikahi? Coba ya, baca ketentuan pilih suami. Dari agamanya. Bukan dari apakah dia sudah 'bolongin'. Banyak yang berpikir, jika mau dinikahi maka urusan sejatinya selesai. Well, bukan selesai lebih tepatnya melainkan tertutupi dan kemudian menjadi urusan keluarga. Suami perkosa istri? Urusan keluarga. KDRT? Urusan keluarga. Saya kemudian membaca kasus perkosaan bocah di Malaysia. Karena salah satu pihak pelaku terus mendatangi keluarga korban, mendesak untuk menikahkan anaknya, akhirnya jadilah bocah itu menikah dengan pemerkosanya sendiri. Hasil akhir, bocah itu mengalami penyiksaan oleh keluarga mertuanya. Sudah digigit harimau, dimasukin lagi ke kandang yang berisi lebih banyak harimau. Apa yang bisa diharapkan dari seseorang bermental pemerkosa?
Lalu ada yang mengaitkan dengan komunitas Salihara pimpinan Ayu Utami yang sejatinya disebut feminis. Wait, who? Ayu Utami? Bukankah dia bukan penganut pernikahan? Itu yang saya baca di majalah ketika dia memutuskan tinggal bersama kekasihnya. Dengan kata lain, menghalalkan seks asal MAU SAMA MAU. Seperti yang terjadi di mana-mana.
Mau sama mau. Lama-lama saya sebal dengan kata-kata ini.
Feminisme ala Ayu Utami berbeda dengan Saras Dewi. sepanjang ketidaktahuan saya, feminisme Ayu Utami adalah feminisme ala Madonna. (CMIIW yak, jangan jadi alih isu). Ketika wanita lebih berani bicara seks.
Jika menonton Carrie Diaries, isu Madonna ini sangat diangkat. Masa itu adalah masa wanita saat one night stand bisa sama posisinya dengan lelaki. Saya berkuasa akan vagina saya, jadi saya bisa pilih lelaki yang saya suka
.
Dan jika ditelaah lebih dalam, inilah akibat pemerkosaan derajat perempuan oleh laki-laki sejak ratusan tahun lalu. Salah kaprah soal seks. Siapa yang berkuasa akan seks, dialah yang hebat. Oleh karena laki-laki menganggap seks sebagai simbol kejantanan dan karena itu dia berkuasa atas banyak hal termasuk wanita, lalu kemudian terpaksalah muncul perempuan yang berpikir seperti itu demi mendapatkan tempat di dunia. Dan itulah yang disebut pemerkosaan pikiran.
Mungkin ada yang mau membedakan diri dengan menyebut dirinya hanya memberikan seks pada orang yang dicinta. Well to me, tidak akan ada murninya cinta jika belum akad nikah. Dan pastikan nikahnya karena Tuhan, bukan yang lain.
Sebelum saya menikah, dengan beragam pervert menghampiri entah dengan status pacar atau tidak, saya sampai pada pemikiran these men are just treating me like bitch. Saya tidak peduli mereka bilang cinta, karena sebelum menikah kata cinta itu hanya omong kosong. And I let them do that, because I consider myself as a bitch. Because I wasn't the pure one. Dan ada berapa perempuan yang berpikir seperti saya? Banyak. Siapa yang bisa menolong? Hmm ...
Bagi kaum wanita yang memberikan seks sebagai tanda cinta, tanda kuasa, tanda modernitas, tanda apa pun tetapi tidak diawali dengan tanda tangan surat nikah, maka sejatinya Anda adalah korban pemerkosaan. Jangan bangga dengan hal itu. Kenapa? Karena Anda telah memudahkan seorang pria masuk ke lahan yang hanya akan menjadi objek. Tidak pernah menjadi subjek. Mirip kelakuannya sama penyogok proyek. Kasih izin bikin proyek ga ramah lingkunga. Uang sogokan habis, lahan sudah rusak. Siapa yang selaput daranya sobek? Siapa yang hamil? Siapa yang harus aborsi, keguguran, melahirkan? Dan lagi, di antara laki-laki dan perempuan, siapa yang lebih cepat puas? Tips yang beredar lebih banyak soal memuaskan perempuan bukan laki-laki. Kita cuma berbaik hati pada kalian, terlalu baik hati malah.
Tuhan sudah kasih alurnya. Ga usah diubah-ubah. Wong ikut alur saja bisa salah kok (bicara tentang pemerkosaan domestik).
Nah, sekarang gimana? Saya tidak peduli atas alasan apa perbuatan Sitok itu. Ketika dia sudah merayu perempuan lain tanpa izin istrinya hingga bahkan melakukan hubungan intim sebelum menikah, maka MAU TIDAK MAU Sitok harus ditangkap atas pemerkosaan. Bahkan kalau perlu atas pemerkosaan terhadap istrinya yang seharusnya tidak mau hal ini terjadi.
Senin, 17 Februari 2014
Celemek Hadiah Itu ....
Kayanya sudah menjadi tren di ibukota atau kota besar bahwa yang keren itu adalah wanita bekerja. Kebalik dari zaman saya dulu. Ketika saya SD, teman-teman yang ibunya bekerja malah bisa dihitung dengan jari. Rasanya aib banget disebut 'anak mbak'.
Nah karena tren ibu bekerja itulah, ketika si ibu ini memutuskan untuk berhenti apalagi masih belum menjabat apa-apa, ada saja yang mandang kasihan. Seolah sedang lengser sebelum waktunya. Dan ketika si ibu bekerja ini 'lengser' dan mencoba bisnis di rumah, pun sulit mengangkat kembali derajatnya. Terutama di keluarganya sendiri.
Ah, guenya aja kali yang lebay =P
Ceritanya mau bicara soal awal tahun kemarin. Awalnya serius menyandang titel tambahan selain sebagai editor atau penerjemah lepas juga seorang pengukus kue di bawah bendera www.koekieku.com (maklum, belum punya oven).
Orangtua sih lihatnya yaaaah usaha kecil-kecilan ... Kayanya sampai sekarang pun mama ga mau pesan gratisan, buat arisan kek, pengajian kek ... Dalihnya sih, "Kasihan kamu, repot." Lha, saya emang minta direpotkan kok. Justru sebagai pemula, butuh banget eksis di mana-mana. Nah, karena waktu itu saya juga ga gaul, jadi ceritanya mau ngarep dari mama, mumpung masih serumah. Ah, rupanya mama lebih pilih pesan di tetangga. "Kasihan, orang ga mampu."
Yah sudaah, mungkin saja kualitasku belum masuk fit n proper test. Kataku sendiri. Pundung.
Dan kalimat ga mau ngerepotin itu juga diucapkan kakak saya. Dalam hati, muka gue keliatan melas banget apa, ya? Padahal senang hati saya tanyain anaknya ultah mau dibikinin kue tema apa? Atau mau kasih goodiebag ga? Kaga minta dibayarin loh, suerrr! Cuma butuh kerumunan.
Ah, tapi mungkin selama ini kue gue ga cucok sama lidah mereka ...
Emang sih, saya sering underpressure kalau buat keluarga sendiri. Biasa, ambisi terlalu heboh. Addaaa aja yang lupa. Ganache keenceran. Kue kemanisan (buat lidah sumatra yg berbumbu itu). Gosong lah. Bikin serbet baru mama terbakar lah. Dan yang terakhir yang rada bodoh adalah gagal total. Gara-gara sotoy mau buat kue beras pelangi ala korea tapi kekeuh ga pakai tepung beras korea yang lebih basah. Kirain sunnah, ternyata wajib. Padahal niatnya baik loh, kue beras adalah kue yang lazim digunakan untuk perayaan serupa pernikahan dan kelahiran karena dipercaya mengandung keberuntungan (karena saat bikinnya, si pembuat sambil berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan). Dan juga untuk mengakomodasi permintaan kakak saya yang katanya mau kue yang tidak pakai krim, tidak ada topping, maunya rasa bluberi. Jadi, saya rada sebel juga ketika kakak saya bilang kenapa juga saya ga bikin kue biasa trus kasih selai bluberi. Well, emang sih sayanya yang mikirnya kejauhan, tapi maksudnya kan biar istimewaaaah. Again, yah sudahlah.
Namun kemudian saya senang lagi ketika abang saya yang di Inggris minta dibuatin kue ultah. Dia cuma mau dikirim gambarnya saja. Pusiiing cari idenya. Maklum saya bingung mencari gambaran yang tepat untuk komikus pecinta musik rock dan doyan di depan kompi tapi lama jadi bapak rumah tangga utk putri semata wayangnya (nah loh, panjang bener nih kalimat). Eh kemudian dapat kue yang simpel. Kue jampang mengadaptasi komik seri miliknya "Si Eneng dan Bang Jampang" yang beredar di FB. Syukur alhamdulillah si abang seneng (bang, seneng ga? Oooy ..) mungkin karena ga nyobain juga kali hehehe ...
Ga usah jauh-jauh di luar rumah deh. Suami sendiri aja begitu. Ga ada ramah-ramahnya lihat tumpukan loyang, plastik-plastik isi bahan kue, segala botol, wadah, dll. Iyalah ... Siapa juga yang seneng lihatnya. Apalagi kalau masih sibuk dekor tapi anak sudah bangun. Beuuh ... Apalagi kalau telat. Apalagi kalau diminta foto pakai kamera saku. Dan banyak apalagi lainnya ...
Tapi kemudian saya mulai jual-jual barang urusan kue yang ternyata emang kebanyakan. Mulai atur manajemen perkuean dan selalu selesai sebelum subuh. Dan kemudian suami beli kamera baru. Nah ... Baru deh dia rada seneng dapat obyekan. Tapi dengan catatan, kelar sebelum anak-anak bangun dan kopi juga sudah siap.
Lalu kemudian, Desember lalu dia minta deh dibuatin kue ultah untuk dibawa ke kantornya. Jiaaah ... Tumben amat. Biasanya ogah banget bawa kue hasil uji resep ke kantor. Ribetlah. Inilah. Itulah. Dan masoh ada lagi, ketika dia sempat ke Bali untuk urusan kerjaan, dibawakanlah istri oleh-oleh. Padahal sudah saya bilangin ga usah. Oleh-olehnya ternyata ... Celemek. Dibuat dari bahan organik. Gue banget ga seeeh. Eco green themenya sih memang masuk, tapi yang mengejutkan adalah pilihan objeknya. "Buat Amy hias kue," katanya. Kalau diulang-ulang kata-kata itu di kepala kenapa mata saya jadi berkaca-kaca dan pipi saya menghangat, ya? =P ssst jangan bilang-bilang Suami yak.
Sebenarnya minggu ini mama memberanikan hati meminta saya menyediakan puding cup untuk arisan dengam teman-teman Belanda, Sabtu nanti. Saya tahu, untuk urusan teman Belanda ini mama rada ga pede. Maklumlah, banyak dari anak buahnya saat menjabat perawat di Belanda ini lebih sejahtera perekonomiannya. Jadi mungkin rada high risk baginya minta ke saya, hehehe, suka bikin yang aneh-aneh soalnya.
Dan emang iya, saya dari minggu lalu sibuk cari resep yang bisa aman buat tante-tante yang sudah jadi oma-oma itu. Begitu dah mantap di pilihan dan belum diuji coba (kebiasaan), eh pesanan batal. Alasannya sudah banyak sumbangan ponclot nya. :-(
Tapi saya tidak mau mundur lagi. Ga boleh ada orang yang keluar dari rumah ibu saya tanpa produk koekieku. So, saya berencana memberikan suvenir cupcake ke mereka. Pssst ... Jangan bilang-bilang lagi ya. Sekarang lagi mau survey cupcake tema Belanda dan perawat neeeh. Doakan saya semoga berhasil =D.
Nah karena tren ibu bekerja itulah, ketika si ibu ini memutuskan untuk berhenti apalagi masih belum menjabat apa-apa, ada saja yang mandang kasihan. Seolah sedang lengser sebelum waktunya. Dan ketika si ibu bekerja ini 'lengser' dan mencoba bisnis di rumah, pun sulit mengangkat kembali derajatnya. Terutama di keluarganya sendiri.
Ah, guenya aja kali yang lebay =P
Ceritanya mau bicara soal awal tahun kemarin. Awalnya serius menyandang titel tambahan selain sebagai editor atau penerjemah lepas juga seorang pengukus kue di bawah bendera www.koekieku.com (maklum, belum punya oven).
Orangtua sih lihatnya yaaaah usaha kecil-kecilan ... Kayanya sampai sekarang pun mama ga mau pesan gratisan, buat arisan kek, pengajian kek ... Dalihnya sih, "Kasihan kamu, repot." Lha, saya emang minta direpotkan kok. Justru sebagai pemula, butuh banget eksis di mana-mana. Nah, karena waktu itu saya juga ga gaul, jadi ceritanya mau ngarep dari mama, mumpung masih serumah. Ah, rupanya mama lebih pilih pesan di tetangga. "Kasihan, orang ga mampu."
Yah sudaah, mungkin saja kualitasku belum masuk fit n proper test. Kataku sendiri. Pundung.
Dan kalimat ga mau ngerepotin itu juga diucapkan kakak saya. Dalam hati, muka gue keliatan melas banget apa, ya? Padahal senang hati saya tanyain anaknya ultah mau dibikinin kue tema apa? Atau mau kasih goodiebag ga? Kaga minta dibayarin loh, suerrr! Cuma butuh kerumunan.
Ah, tapi mungkin selama ini kue gue ga cucok sama lidah mereka ...
Emang sih, saya sering underpressure kalau buat keluarga sendiri. Biasa, ambisi terlalu heboh. Addaaa aja yang lupa. Ganache keenceran. Kue kemanisan (buat lidah sumatra yg berbumbu itu). Gosong lah. Bikin serbet baru mama terbakar lah. Dan yang terakhir yang rada bodoh adalah gagal total. Gara-gara sotoy mau buat kue beras pelangi ala korea tapi kekeuh ga pakai tepung beras korea yang lebih basah. Kirain sunnah, ternyata wajib. Padahal niatnya baik loh, kue beras adalah kue yang lazim digunakan untuk perayaan serupa pernikahan dan kelahiran karena dipercaya mengandung keberuntungan (karena saat bikinnya, si pembuat sambil berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan). Dan juga untuk mengakomodasi permintaan kakak saya yang katanya mau kue yang tidak pakai krim, tidak ada topping, maunya rasa bluberi. Jadi, saya rada sebel juga ketika kakak saya bilang kenapa juga saya ga bikin kue biasa trus kasih selai bluberi. Well, emang sih sayanya yang mikirnya kejauhan, tapi maksudnya kan biar istimewaaaah. Again, yah sudahlah.
Namun kemudian saya senang lagi ketika abang saya yang di Inggris minta dibuatin kue ultah. Dia cuma mau dikirim gambarnya saja. Pusiiing cari idenya. Maklum saya bingung mencari gambaran yang tepat untuk komikus pecinta musik rock dan doyan di depan kompi tapi lama jadi bapak rumah tangga utk putri semata wayangnya (nah loh, panjang bener nih kalimat). Eh kemudian dapat kue yang simpel. Kue jampang mengadaptasi komik seri miliknya "Si Eneng dan Bang Jampang" yang beredar di FB. Syukur alhamdulillah si abang seneng (bang, seneng ga? Oooy ..) mungkin karena ga nyobain juga kali hehehe ...
Ga usah jauh-jauh di luar rumah deh. Suami sendiri aja begitu. Ga ada ramah-ramahnya lihat tumpukan loyang, plastik-plastik isi bahan kue, segala botol, wadah, dll. Iyalah ... Siapa juga yang seneng lihatnya. Apalagi kalau masih sibuk dekor tapi anak sudah bangun. Beuuh ... Apalagi kalau telat. Apalagi kalau diminta foto pakai kamera saku. Dan banyak apalagi lainnya ...
Tapi kemudian saya mulai jual-jual barang urusan kue yang ternyata emang kebanyakan. Mulai atur manajemen perkuean dan selalu selesai sebelum subuh. Dan kemudian suami beli kamera baru. Nah ... Baru deh dia rada seneng dapat obyekan. Tapi dengan catatan, kelar sebelum anak-anak bangun dan kopi juga sudah siap.
Lalu kemudian, Desember lalu dia minta deh dibuatin kue ultah untuk dibawa ke kantornya. Jiaaah ... Tumben amat. Biasanya ogah banget bawa kue hasil uji resep ke kantor. Ribetlah. Inilah. Itulah. Dan masoh ada lagi, ketika dia sempat ke Bali untuk urusan kerjaan, dibawakanlah istri oleh-oleh. Padahal sudah saya bilangin ga usah. Oleh-olehnya ternyata ... Celemek. Dibuat dari bahan organik. Gue banget ga seeeh. Eco green themenya sih memang masuk, tapi yang mengejutkan adalah pilihan objeknya. "Buat Amy hias kue," katanya. Kalau diulang-ulang kata-kata itu di kepala kenapa mata saya jadi berkaca-kaca dan pipi saya menghangat, ya? =P ssst jangan bilang-bilang Suami yak.
Sebenarnya minggu ini mama memberanikan hati meminta saya menyediakan puding cup untuk arisan dengam teman-teman Belanda, Sabtu nanti. Saya tahu, untuk urusan teman Belanda ini mama rada ga pede. Maklumlah, banyak dari anak buahnya saat menjabat perawat di Belanda ini lebih sejahtera perekonomiannya. Jadi mungkin rada high risk baginya minta ke saya, hehehe, suka bikin yang aneh-aneh soalnya.
Dan emang iya, saya dari minggu lalu sibuk cari resep yang bisa aman buat tante-tante yang sudah jadi oma-oma itu. Begitu dah mantap di pilihan dan belum diuji coba (kebiasaan), eh pesanan batal. Alasannya sudah banyak sumbangan ponclot nya. :-(
Tapi saya tidak mau mundur lagi. Ga boleh ada orang yang keluar dari rumah ibu saya tanpa produk koekieku. So, saya berencana memberikan suvenir cupcake ke mereka. Pssst ... Jangan bilang-bilang lagi ya. Sekarang lagi mau survey cupcake tema Belanda dan perawat neeeh. Doakan saya semoga berhasil =D.
Sabtu, 15 Februari 2014
Resep: Steamed Banana Cheese Cake
Sedang ada cheese week di milis NCC. Kebetulan pisang sisa numpuk di kulkas dan mau coba resep selain Banana Choco Steamed Cake, eh ada yang bagi resep om Sahak, jagonya keju. Aslinya sih dipanggang, tapi berhubung ga punya oven, jadi dikukus saja.
Hasilnya lembuuut. Apalagi di atasnya disiram dcc cair, mmmm ... Lumayan buat menambah menu di www.koekieku.com
Banana Cheese Cake
By : Sahak Pribadi
Bahan A :
5 kuning telur
200gr gula pasir
1 sdt cake emulsifier
Bahan B :
200gr terigu
25gr maizena
5gr BP
5gr baking soda
1/2 sdt garam
3buah pisang ambon, haluskan
4putel kocok kaku
Bahan C :
100gr susu kental manis
3sdm air jeruk lemon
100gr keju cheddar parut
Bahan D :
100gr mentega, cairkan
Cara :
Kocok A sampai mengembang
Masukkan bahan B bergantian dgn kocokan putih telur
Masukkan bahan C
Masukkan bahan D, aduk rata, tuang ke loyang tulban 26cm yg sdh
dioles mentega+tabur terigu
Kukus hingga matang sekitar 45 men
Hasilnya lembuuut. Apalagi di atasnya disiram dcc cair, mmmm ... Lumayan buat menambah menu di www.koekieku.com
Banana Cheese Cake
By : Sahak Pribadi
Bahan A :
5 kuning telur
200gr gula pasir
1 sdt cake emulsifier
Bahan B :
200gr terigu
25gr maizena
5gr BP
5gr baking soda
1/2 sdt garam
3buah pisang ambon, haluskan
4putel kocok kaku
Bahan C :
100gr susu kental manis
3sdm air jeruk lemon
100gr keju cheddar parut
Bahan D :
100gr mentega, cairkan
Cara :
Kocok A sampai mengembang
Masukkan bahan B bergantian dgn kocokan putih telur
Masukkan bahan C
Masukkan bahan D, aduk rata, tuang ke loyang tulban 26cm yg sdh
dioles mentega+tabur terigu
Kukus hingga matang sekitar 45 men
My Story: Stayi ng at Home or Working Mom??
Kid: do you want to hand out your purse or money to your maid?
Mom: no, I don't trust them at all
Kid: so why do you hand out me to her?
This statement showed many times on FB these few weeks. I agree with it. But apparently this triggered an unpleasant feeling on working moms. It feels like when I was once said about how a nice beauty lady could be more beautiful if she wears veil to a friend who is not wearing it and she got offenced. I said to her, "No, it's not about you. It was just my opinion to her. I am not saying you are not a good person." well, I am not sure she accepted my explanation.
How do you call this situation? I don't know though as I grow older, I found lots of situation like this. Breastmilk or formula. Normal birth or cesar. Syiah or sunni. Untill I stop making opinion publically if it hasn't speak for both side.
After the quote above, another note showed up, the one I've seen before about the beauty of working mom and stay at home mom. Personally, I like both statements. And the first above was actually my personal opinion and experience. That is why I quit my job and not taking any nanny.
But if you want to take a deep understanding about the first quote, you will see that when a kid said such thing, it means their parents hasn't fulfilled what the kid needs. You need to understand that kind of question would be asked if your kids saw how much you keep your material but ignored your kids. And these ignoring could formed into many simple things. Just like a nod or an answered or a sincere reaction for every stories your kids told you when you prefer busying yourself with gadget, saying it is your job.
IS IT REALLY ABOUT THE KID?
Lots of working mom said that she want to have a better life for her kids, that is why she got out and work. Once again, you may have your own opinion.
but I have mine. I remember how my mom continuously said that words when I was a kid. The bad thing was, she said it in anger untill I felt that my existence in this world was a mistake. Because of me, my mom was forced to make money. That was a very bad feeling.
My mom is an extraordinary case. Her mom was a second wife of a simple teacher. She was also like to become a birth machine just to show her love to her husband. And it end up making my mom the oldest of ten. Because of the poverty and many bad things came because of it, my mom dedicated her life to one mission, NEVER AGAIN BEING POOR.
but that kind of responsibility has decrease her ability to feel happy. She didn't know how to have fun. She said the phrase 'my friends' after she completely retired. She was once the head of many nurses.
At the first year of her marriage, my mom once quit her job because my father asked her to. But then my grandmother wrote my father a letter saying that my mom had responsibilities in her hometown (again, her parents and her siblings). Being asked like that, she got back to work. And after years making a better life for someone else, she reached a point when she ask for a payback. And that sentence (I've been working day and night for you), oftenly came out.
But then I found out that it wasn't the job's mistake when I almost said it to my kids. As for me, I want to say, "I've quit my job for you!!!" Thank God, I didn't say it.
So, I guess the point is you should be happy on everything you choose. I believe that a person's life is a process of becoming a better one. You should realise that what kids needs may difference that we tought it would be. It's the art of fulfilling your needs and theirs.
If you think making food for your kids is the way you fulfill their need, think again. My mom, she is a super mom. We always had homemade food even if she worked. But the things is, she always me a butter jam bread for me to take to the school. This was not about the menu, but the ability to understand what I need at school. She said that I was suppose to feel grateful of studying in private school which quite expensive, unlike her. I said to myself, 'then why do you making this lame bread while my friends had money to buy things that taste more delicious. Don't you know that by 10 o'clock your tounge want something spicy, not sweet.' It was little but it matter untill I wanted to be a stay at home mom and able to make variety of menu for my kids. But maybe that is not what my kids needs, who knows?
One day, I asked Hery, what he would prefer do actually. I mean, for me, I am living my dream. Being a stay at home mom, having opportunities of baking and cooking for the kids, being able to write or edit, and still have lots of dreams to reach.
But when he answered that he wanted to live a life where he could climb many mountains anytime... Hmmm ... Talking bout free spirit ... Well, it doesn't suit with the situation. Can't blame him,though. And it made me wondered, because he is not living his dream, how long this obligation as parent could hold on? Is he happy with his choice or not? It is a time bomb machine if he is not happy. That is why I feel happy when he started to do one of his hobby, photography.
HOW MUCH MONEY IS ENOUGH?
If you are a working mom because you want to earn more money for your kids' future then you should start to count. How much is enough? And when is the dateline?
I mean, because being alive means a process to become a better person, then do you really want to become employee for the rest of your life?
I was once said to Hery that I will quit my job if his salary reached IDRxxxxxxxx. But untill now he hasn't earn that amount, but I've quit my professional work for two years. Well it has something to do with my father's side. He is a person who prefer died with nothing left but
his words of religion stays in his kids' hearts.
I was once interviewed a radio announcer, she was quite rich but she said she has no education account for her kid. "I want him to be able to stand on his feet."
While a friend of mine would quit her job if her income reachs IDR100million per month. I hope she will reach it soon.
It would be different for a working mom who just love her job, even it paidless. If you force this kind of woman to quit her job, she would die slowly.
Every man is different that is what make human unique than any other God's creatures. But we all destines to grow, to get closer to God. If you ask His guide on everything
you do, may your choice is your best.
Keep smiling, ladies.
Mom: no, I don't trust them at all
Kid: so why do you hand out me to her?
This statement showed many times on FB these few weeks. I agree with it. But apparently this triggered an unpleasant feeling on working moms. It feels like when I was once said about how a nice beauty lady could be more beautiful if she wears veil to a friend who is not wearing it and she got offenced. I said to her, "No, it's not about you. It was just my opinion to her. I am not saying you are not a good person." well, I am not sure she accepted my explanation.
How do you call this situation? I don't know though as I grow older, I found lots of situation like this. Breastmilk or formula. Normal birth or cesar. Syiah or sunni. Untill I stop making opinion publically if it hasn't speak for both side.
After the quote above, another note showed up, the one I've seen before about the beauty of working mom and stay at home mom. Personally, I like both statements. And the first above was actually my personal opinion and experience. That is why I quit my job and not taking any nanny.
But if you want to take a deep understanding about the first quote, you will see that when a kid said such thing, it means their parents hasn't fulfilled what the kid needs. You need to understand that kind of question would be asked if your kids saw how much you keep your material but ignored your kids. And these ignoring could formed into many simple things. Just like a nod or an answered or a sincere reaction for every stories your kids told you when you prefer busying yourself with gadget, saying it is your job.
IS IT REALLY ABOUT THE KID?
Lots of working mom said that she want to have a better life for her kids, that is why she got out and work. Once again, you may have your own opinion.
but I have mine. I remember how my mom continuously said that words when I was a kid. The bad thing was, she said it in anger untill I felt that my existence in this world was a mistake. Because of me, my mom was forced to make money. That was a very bad feeling.
My mom is an extraordinary case. Her mom was a second wife of a simple teacher. She was also like to become a birth machine just to show her love to her husband. And it end up making my mom the oldest of ten. Because of the poverty and many bad things came because of it, my mom dedicated her life to one mission, NEVER AGAIN BEING POOR.
but that kind of responsibility has decrease her ability to feel happy. She didn't know how to have fun. She said the phrase 'my friends' after she completely retired. She was once the head of many nurses.
At the first year of her marriage, my mom once quit her job because my father asked her to. But then my grandmother wrote my father a letter saying that my mom had responsibilities in her hometown (again, her parents and her siblings). Being asked like that, she got back to work. And after years making a better life for someone else, she reached a point when she ask for a payback. And that sentence (I've been working day and night for you), oftenly came out.
But then I found out that it wasn't the job's mistake when I almost said it to my kids. As for me, I want to say, "I've quit my job for you!!!" Thank God, I didn't say it.
So, I guess the point is you should be happy on everything you choose. I believe that a person's life is a process of becoming a better one. You should realise that what kids needs may difference that we tought it would be. It's the art of fulfilling your needs and theirs.
If you think making food for your kids is the way you fulfill their need, think again. My mom, she is a super mom. We always had homemade food even if she worked. But the things is, she always me a butter jam bread for me to take to the school. This was not about the menu, but the ability to understand what I need at school. She said that I was suppose to feel grateful of studying in private school which quite expensive, unlike her. I said to myself, 'then why do you making this lame bread while my friends had money to buy things that taste more delicious. Don't you know that by 10 o'clock your tounge want something spicy, not sweet.' It was little but it matter untill I wanted to be a stay at home mom and able to make variety of menu for my kids. But maybe that is not what my kids needs, who knows?
One day, I asked Hery, what he would prefer do actually. I mean, for me, I am living my dream. Being a stay at home mom, having opportunities of baking and cooking for the kids, being able to write or edit, and still have lots of dreams to reach.
But when he answered that he wanted to live a life where he could climb many mountains anytime... Hmmm ... Talking bout free spirit ... Well, it doesn't suit with the situation. Can't blame him,though. And it made me wondered, because he is not living his dream, how long this obligation as parent could hold on? Is he happy with his choice or not? It is a time bomb machine if he is not happy. That is why I feel happy when he started to do one of his hobby, photography.
HOW MUCH MONEY IS ENOUGH?
If you are a working mom because you want to earn more money for your kids' future then you should start to count. How much is enough? And when is the dateline?
I mean, because being alive means a process to become a better person, then do you really want to become employee for the rest of your life?
I was once said to Hery that I will quit my job if his salary reached IDRxxxxxxxx. But untill now he hasn't earn that amount, but I've quit my professional work for two years. Well it has something to do with my father's side. He is a person who prefer died with nothing left but
his words of religion stays in his kids' hearts.
I was once interviewed a radio announcer, she was quite rich but she said she has no education account for her kid. "I want him to be able to stand on his feet."
While a friend of mine would quit her job if her income reachs IDR100million per month. I hope she will reach it soon.
It would be different for a working mom who just love her job, even it paidless. If you force this kind of woman to quit her job, she would die slowly.
Every man is different that is what make human unique than any other God's creatures. But we all destines to grow, to get closer to God. If you ask His guide on everything
you do, may your choice is your best.
Keep smiling, ladies.
Rabu, 12 Februari 2014
Shirley Temple, Kenangan dan Inspirasi
Saya sedikit berkerut dahi ketika melihat posting page fb Taylor Swift. Secarik kertas bertuliskan, "There is nothing greater than love. Nothing. -Shirley Temple"
Kenapa dia tiba-tiba bicara tentang Shirley Temple? Rupanya, hari ini Shirley Temple meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Suka lupa menyebut ini jika ada artis yang meninggal dunia.
Saya terkejut. Bukannya dia sudah lama wafat? Eh, rupanya saya salah. Saya ingat terakhir kali melihat update-nya di koran ketika saya SD atau SMP, di sana disebutkan dia sudah menjadi nenek dan menjadi perwakilan PBB. Tentu saja setelah dua puluh tahun berlalu, wajar jika saya pikir Shirley Temple sudah meninggal sejak lama.
Film-film Shirley Temple menghiasi masa SD saya. Dulu televisi swasta masih gandrung menayangkan film-film musikal klasik. Itu adalah masa-masa awal saya meyakini bahwa film musikal bisa nyata terjadi. Yang saya maksud di sini adalah keadaan bernyanyi dan menari kapan pun, di mana pun. Saya bernyanyi saat menyapu, mencuci, menulis, berjalan kaki. Dan kebanyakan dari mereka adalah lagu karangan sendiri.
Bisa dikatakan seri film Shirley Temple merupakan salah satu cikal bakal saya ingin menjadi penulis lagu (dulu sih tepatnya ingin menjadi penyanyi yang menciptakan lagu sendiri).
Dan satu yang paling melekat di saya adalah koleksi baby doll yang dikenakannya. Stoking dan sepatu pantofel klasik berwarna cerah. Bahkan sampai sekarang saya masih kepengen jas winter selutut dengan kancing besar. Hanya untuk dipakaikan ke Malika. Saya suka celana dalam pendek putih berenda yang dikenakannya dan sering tersingkap saat menari. Semuanya ingin diaplikasikan ke Malika. (iyalah, masa saya yang pakai) Dan semua koleksi busana Shirley Temple saat itu, bagi saya ... Endless. Corak dan rendanya .... Masih terbayang-bayang.
Sayang Malika tidak memiliki rambut bergulung seperti Amynya. Jika iya, mungkin saya akan lebih gila lagi mencari baju ala Shirley Temple.
Film-film Shirley seperti Little Colonel dan Wet Willie Wenka memang tipikal. Biasanya melibatkan hidup kaya dan miskin dan selalu berakhir bahagia dan kaya raya, juga kisah anak piatu yang punya ayah keren, gadis lincah yang kadang usil tapi baik luar biasa ... Anak idaman deh.
Shirley Temple artis cilik yang karir aktingnya hanya mampu menampung wajah imutnya. Walau sempat menyelamatkan industri perfilman Hollywood yang nyaris bangkrut kala itu, hollywood tak mampu mengangkat pamornya lagi ketika muka imut chibi-chibi itu beranjak besar.
Tapi dia tak patah arang. Tidak tenggelam dalam keputusasaan. Hingga beritanya pun tidak ramai karena tidak terlibat skandal apa pun. Menikah dua kali lalu setelah itu muncul sebagai politikus. Pernah menderita kanker payudara dan kemudian menjadi juru bicara sesama survivor.
Dan kini dia sudah tiada, meninggalkan karya yang mungkin banyak anak Indonesia tidak tahu. Sosok anak imut yang tidak sok imut, tidak serba princess ga jelas =P bye bye Temple Black ...
Kenapa dia tiba-tiba bicara tentang Shirley Temple? Rupanya, hari ini Shirley Temple meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Suka lupa menyebut ini jika ada artis yang meninggal dunia.
Saya terkejut. Bukannya dia sudah lama wafat? Eh, rupanya saya salah. Saya ingat terakhir kali melihat update-nya di koran ketika saya SD atau SMP, di sana disebutkan dia sudah menjadi nenek dan menjadi perwakilan PBB. Tentu saja setelah dua puluh tahun berlalu, wajar jika saya pikir Shirley Temple sudah meninggal sejak lama.
Film-film Shirley Temple menghiasi masa SD saya. Dulu televisi swasta masih gandrung menayangkan film-film musikal klasik. Itu adalah masa-masa awal saya meyakini bahwa film musikal bisa nyata terjadi. Yang saya maksud di sini adalah keadaan bernyanyi dan menari kapan pun, di mana pun. Saya bernyanyi saat menyapu, mencuci, menulis, berjalan kaki. Dan kebanyakan dari mereka adalah lagu karangan sendiri.
Bisa dikatakan seri film Shirley Temple merupakan salah satu cikal bakal saya ingin menjadi penulis lagu (dulu sih tepatnya ingin menjadi penyanyi yang menciptakan lagu sendiri).
Dan satu yang paling melekat di saya adalah koleksi baby doll yang dikenakannya. Stoking dan sepatu pantofel klasik berwarna cerah. Bahkan sampai sekarang saya masih kepengen jas winter selutut dengan kancing besar. Hanya untuk dipakaikan ke Malika. Saya suka celana dalam pendek putih berenda yang dikenakannya dan sering tersingkap saat menari. Semuanya ingin diaplikasikan ke Malika. (iyalah, masa saya yang pakai) Dan semua koleksi busana Shirley Temple saat itu, bagi saya ... Endless. Corak dan rendanya .... Masih terbayang-bayang.
Sayang Malika tidak memiliki rambut bergulung seperti Amynya. Jika iya, mungkin saya akan lebih gila lagi mencari baju ala Shirley Temple.
Film-film Shirley seperti Little Colonel dan Wet Willie Wenka memang tipikal. Biasanya melibatkan hidup kaya dan miskin dan selalu berakhir bahagia dan kaya raya, juga kisah anak piatu yang punya ayah keren, gadis lincah yang kadang usil tapi baik luar biasa ... Anak idaman deh.
Shirley Temple artis cilik yang karir aktingnya hanya mampu menampung wajah imutnya. Walau sempat menyelamatkan industri perfilman Hollywood yang nyaris bangkrut kala itu, hollywood tak mampu mengangkat pamornya lagi ketika muka imut chibi-chibi itu beranjak besar.
Tapi dia tak patah arang. Tidak tenggelam dalam keputusasaan. Hingga beritanya pun tidak ramai karena tidak terlibat skandal apa pun. Menikah dua kali lalu setelah itu muncul sebagai politikus. Pernah menderita kanker payudara dan kemudian menjadi juru bicara sesama survivor.
Dan kini dia sudah tiada, meninggalkan karya yang mungkin banyak anak Indonesia tidak tahu. Sosok anak imut yang tidak sok imut, tidak serba princess ga jelas =P bye bye Temple Black ...
Selasa, 11 Februari 2014
Pentingnya Proposal Naskah, di Mata Editor
Well sudah mantan editor akuisisi sih. Tapi visi misi proposal naskah itu masih sama sampai sekarang. Untuk materi proposal naskah bagi para penulis sebelum dikirim ke penerbit bisa klik di sini yaaa ...
Naskah diterima setiap hari di meja redaksi dan tidak bisa langsung dibaca saat itu juga. Akhirnya di tengah kesibukan redaktorial, para editor tidak jarang memilih naskah review secara subjektif. Yang tebal banget, ilfil lihatnya. Yang ketipisan, mandang sebelah mata.
Nah proposal ini menjadi penting untuk membangun ketertarikan editor dari sekian banyak naskah tersebut. Ini baru fase awal lho. Di toko buku, persaingannya lebih dahsyat.
Editor kan juga manusia, sapalah si penerima naskah lewat tulisan. Bagaimana pun editor adalah juri yang harus diambil hatinya dengan berbagai cara yang halal =D.
1. Biodata Penulis
Penulis fiksi biasanya juga senang memberikan identitas fiksi. Deskripsi singkat nan lengkap soal biodata membantu para editor untuk mengenal Anda secara personal.
Jangan lempar buku sembunyi tangan (lho?). Tunjukkan kebanggaan Anda akan karya Anda. Cantumkan seluruh akun sosmed, email yang aktif, blog, dll Pokoknya let them know who you are. Jika Anda memang terkenal dalam artian positif, itu bisa jadi nilai tambah. Banyak kejadian buku terjual karena jaringan si penulis yang luas, karena punya banyak teman yang loyal. Dan di era serba tag ini, jumlah teman loyal itu berarti banget untuk penjualan buku. Mau bukunya laku, kan?
2. Alamat
Saya suka tidak habis pikir ketika berulang kali membaca update status teman saya yang seorang sekretaris redaksi. Dia bingung, naskah masuk dan lolos seleksi eh tapi ... Tidak ada alamatnya. Indonesia gitu looh, belum bisa cari data orang hanya dengan ketik nama lengkap di google. Ini yang kirim naskah sebenarnya lagi mengajukan naskah atau menghadiahi naskah?
Kan sudah ditulis di amplop?
O_O
Perlu dicatat, penerbit menerima naskah tapi tidak mengumpulkan amplopnya. Jadi pajanglah data kontak Anda kalau perlu di header setiap halaman naskah.
3. Sinopsis Naskah
Bete lah kita ketika dapat naskah tanpa sinopsis atau rangkuman cerita. Sebenarnya dua hal ini berbeda, tapi orang suka menganggapnya sama. Sinopsis itu penggambaran singkat yang bertujuan menggugah orang untuk membaca.
Sedangkan rangkuman cerita ya ibaratnya versi mini dari keseluruhan cerita. Tujuannya? Biar kita ga cape baca semua hehehe ...
Toh menulis rangkuman ini juga bisa dilihat apakah ceritanya bertele-tele ataukah sangat bikin penasaran untuk membaca keseluruhan detail. Kalau berhasil bikin editor seperti yang terakhir ini, kemungkinan naskah Anda lolos semakin besar.
Penulis juga bisa melakukan evaluasi naskah sendiri ketika membuat rangkuman cerita. Nanti juga tahu kok, kalau nulisnya sudah malas, wabil yakin naskah Anda ga sehebat yang Anda pikir. Kalau berhasil bikin editor seperti yang terakhir ini, kemungkinan naskah Anda lolos semakin besar.
saya ingat dulu sempat harus menjawab sekian puluh pertanyaan hanya untuk satu pertanyaan, "Lo yakin mau nerbitin buku ini?" kita bisa loh berubah pikiran ketika tiba di pertanyaan nomor 10.
Bikin sinopsis yang menarik sebenarnya tidak susah. Bahkan bisa dibuat di awal menulis cerita. Saat mengikuti pelatihan penulisan dengan Raditya Dika, kami diminta membuat tema. Menariknya tema ini harus langsung ketahuan menariknya dalam satu kalimat. Jadi, jangan ingat judul tema yang membosankan seperti yang banyak beredar. Misal, kisah seorang gadis yang berjuang ingin satu sekolah dengan cowo kesukaannya tapi sekolahnya khusus pria (film apa hayooo ...). Nah ini yang jadi dasar sinopsis. Kalau bisa membuat orang tertarik dalam satu kalimat pasti bisa dikembangkan jadi sinopsis.
Saya ingat setiap kali menerima para penulis yang membawa naskah dan hendak bertemu dengan editornya. Biasanya tanpa saya buka dulu, saya tanya, "Ceritanya tentang apa sih?"
Kalau cara penceritaannya ga yakin, berbelit-belit, biasanya naskah yang tadinya menghadap muka, saya tengkurapkan. Ini refleks saja, loh. Ga bermaksud kejam =D Dan butuh rasa iba untuk menyeleksi naskahnya. Ga mau kan diibain? Dihibahin aja mendingan.
4. Kelebihan Naskah & Pasar
Dari jutaan buku yang beredar, sang penulislah yang pertama kali maju dan mengatakan bahwa karyanya lain dari yang lain. Soal lebih bagus atau tidak itu penilaian pembaca, tetapi tugas awal penulis ya itu .. Diferensiasi produk. Itu istilah kami.
Dan karenanya harus tahu pasar apa yang mau disasar. Iya dong, gimana mau bicara kelebihan kalau tidak tahu bakal perang di rak apa. Misal bikin buku resep tapi dibilang kelebihannya adalah bahan-bahannya didapat dari seluruh dunia. Nah, siapa juga yang mau keliling dunia buat bikin satu menu?
Jadi banyak-banyaklah meminta saran dari anonim, karena kalau teman sendiri biasanya jawaban ala Pak Tino Sidin, "Yak, bagus." Kasih ke saya juga boleh, mumpung belum ada charge agen beneran. (sepertinya menarik untuk dijadikan sampingan =P)
Tapi juga jangan terjebak kalimat promo yang copy paste yak. Terasa lho hambarnya.
5. Promosi Naskah
Ini bukan sekadar rencana melainkan komitmen. Memang penerbit memiliki badan promosi, tetapi karya yang diterbitkan pun juga banyak sehingga prioritas promosi pun berlaku. Jadi yang perlu dituliskan di sini jangan melulu yang bermodalkan dari penerbit, seperti launching buku, diskon, dll. Kami berharap ide aneh nan luar biasa dengan bujet minimal.
Lalu apa lagi yang bisa disediakan penulis? Again, komitmen untuk terus menyuarakan produknya. Sosmed sudah jadi wajib dan jamak. Jangan pelit kasih hadiah, tapi pastikan hadiah buku itu didapat oleh mereka yang sudah berusaha untuk itu. Jangan kasih cuma-cuma ke orang-orang yang suka nebeng gratisan. Makanya saya ga ikutan giveaway yang hadiahnya buku kalau ga benar-benar langka orangnya. Ingat sama yang lebih kepingin. Daripada hanya teronggok berplastik di lemari saya, lebih baik dibaca sama mereka yang memang ingin membacanya.
Di kolom ini juga menjadi wadah bagi Anda tentang apa yang mau dan tidak mau Anda lakukan. Pernyataan di sini penting dikatakan di awal agar misinya sama dengan editor kala hendak mengajukan persetujuan ke para bos.
Jangan sampai, begitu naskah berhasil diperjuangkan oleh editor eh si penulis punya misi yang berbeda. Bisa bikin ga enak pas proses terbitnya. Dan biasanya kalau sudah begitu, serasa dikutuk aja tuh buku. Banyak banget nongkrong di gudang alias ga laku. Di sinilah masa saya bisa jadi eneg lihat buku gratisan.
Ada loh penulis yang ga mau berpartisipasi di twitalk atau minta upah taksi whi** hor** setiap kali harus hadir di seminar, pokoknya yang 'lucu-lucu' itu deh.
Kalau disebut di awal kan bisa kita hindari sejak awal =) Beneran deh berurusan sama penulis 'lucu-lucu' itu bisa bikin pening tahunan.
Nah sepertinya itu dulu deh. Jika ada yang mau ditanya boleh email ke hpmelati@yahoo.com. Saya sih bukan penulis terkenal, cuma sering berurusan di balik layar, bolehlah berbagi sudut pandang.
Naskah diterima setiap hari di meja redaksi dan tidak bisa langsung dibaca saat itu juga. Akhirnya di tengah kesibukan redaktorial, para editor tidak jarang memilih naskah review secara subjektif. Yang tebal banget, ilfil lihatnya. Yang ketipisan, mandang sebelah mata.
Nah proposal ini menjadi penting untuk membangun ketertarikan editor dari sekian banyak naskah tersebut. Ini baru fase awal lho. Di toko buku, persaingannya lebih dahsyat.
Editor kan juga manusia, sapalah si penerima naskah lewat tulisan. Bagaimana pun editor adalah juri yang harus diambil hatinya dengan berbagai cara yang halal =D.
1. Biodata Penulis
Penulis fiksi biasanya juga senang memberikan identitas fiksi. Deskripsi singkat nan lengkap soal biodata membantu para editor untuk mengenal Anda secara personal.
Jangan lempar buku sembunyi tangan (lho?). Tunjukkan kebanggaan Anda akan karya Anda. Cantumkan seluruh akun sosmed, email yang aktif, blog, dll Pokoknya let them know who you are. Jika Anda memang terkenal dalam artian positif, itu bisa jadi nilai tambah. Banyak kejadian buku terjual karena jaringan si penulis yang luas, karena punya banyak teman yang loyal. Dan di era serba tag ini, jumlah teman loyal itu berarti banget untuk penjualan buku. Mau bukunya laku, kan?
2. Alamat
Saya suka tidak habis pikir ketika berulang kali membaca update status teman saya yang seorang sekretaris redaksi. Dia bingung, naskah masuk dan lolos seleksi eh tapi ... Tidak ada alamatnya. Indonesia gitu looh, belum bisa cari data orang hanya dengan ketik nama lengkap di google. Ini yang kirim naskah sebenarnya lagi mengajukan naskah atau menghadiahi naskah?
Kan sudah ditulis di amplop?
O_O
Perlu dicatat, penerbit menerima naskah tapi tidak mengumpulkan amplopnya. Jadi pajanglah data kontak Anda kalau perlu di header setiap halaman naskah.
3. Sinopsis Naskah
Bete lah kita ketika dapat naskah tanpa sinopsis atau rangkuman cerita. Sebenarnya dua hal ini berbeda, tapi orang suka menganggapnya sama. Sinopsis itu penggambaran singkat yang bertujuan menggugah orang untuk membaca.
Sedangkan rangkuman cerita ya ibaratnya versi mini dari keseluruhan cerita. Tujuannya? Biar kita ga cape baca semua hehehe ...
Toh menulis rangkuman ini juga bisa dilihat apakah ceritanya bertele-tele ataukah sangat bikin penasaran untuk membaca keseluruhan detail. Kalau berhasil bikin editor seperti yang terakhir ini, kemungkinan naskah Anda lolos semakin besar.
Penulis juga bisa melakukan evaluasi naskah sendiri ketika membuat rangkuman cerita. Nanti juga tahu kok, kalau nulisnya sudah malas, wabil yakin naskah Anda ga sehebat yang Anda pikir. Kalau berhasil bikin editor seperti yang terakhir ini, kemungkinan naskah Anda lolos semakin besar.
saya ingat dulu sempat harus menjawab sekian puluh pertanyaan hanya untuk satu pertanyaan, "Lo yakin mau nerbitin buku ini?" kita bisa loh berubah pikiran ketika tiba di pertanyaan nomor 10.
Bikin sinopsis yang menarik sebenarnya tidak susah. Bahkan bisa dibuat di awal menulis cerita. Saat mengikuti pelatihan penulisan dengan Raditya Dika, kami diminta membuat tema. Menariknya tema ini harus langsung ketahuan menariknya dalam satu kalimat. Jadi, jangan ingat judul tema yang membosankan seperti yang banyak beredar. Misal, kisah seorang gadis yang berjuang ingin satu sekolah dengan cowo kesukaannya tapi sekolahnya khusus pria (film apa hayooo ...). Nah ini yang jadi dasar sinopsis. Kalau bisa membuat orang tertarik dalam satu kalimat pasti bisa dikembangkan jadi sinopsis.
Saya ingat setiap kali menerima para penulis yang membawa naskah dan hendak bertemu dengan editornya. Biasanya tanpa saya buka dulu, saya tanya, "Ceritanya tentang apa sih?"
Kalau cara penceritaannya ga yakin, berbelit-belit, biasanya naskah yang tadinya menghadap muka, saya tengkurapkan. Ini refleks saja, loh. Ga bermaksud kejam =D Dan butuh rasa iba untuk menyeleksi naskahnya. Ga mau kan diibain? Dihibahin aja mendingan.
4. Kelebihan Naskah & Pasar
Dari jutaan buku yang beredar, sang penulislah yang pertama kali maju dan mengatakan bahwa karyanya lain dari yang lain. Soal lebih bagus atau tidak itu penilaian pembaca, tetapi tugas awal penulis ya itu .. Diferensiasi produk. Itu istilah kami.
Dan karenanya harus tahu pasar apa yang mau disasar. Iya dong, gimana mau bicara kelebihan kalau tidak tahu bakal perang di rak apa. Misal bikin buku resep tapi dibilang kelebihannya adalah bahan-bahannya didapat dari seluruh dunia. Nah, siapa juga yang mau keliling dunia buat bikin satu menu?
Jadi banyak-banyaklah meminta saran dari anonim, karena kalau teman sendiri biasanya jawaban ala Pak Tino Sidin, "Yak, bagus." Kasih ke saya juga boleh, mumpung belum ada charge agen beneran. (sepertinya menarik untuk dijadikan sampingan =P)
Tapi juga jangan terjebak kalimat promo yang copy paste yak. Terasa lho hambarnya.
5. Promosi Naskah
Ini bukan sekadar rencana melainkan komitmen. Memang penerbit memiliki badan promosi, tetapi karya yang diterbitkan pun juga banyak sehingga prioritas promosi pun berlaku. Jadi yang perlu dituliskan di sini jangan melulu yang bermodalkan dari penerbit, seperti launching buku, diskon, dll. Kami berharap ide aneh nan luar biasa dengan bujet minimal.
Lalu apa lagi yang bisa disediakan penulis? Again, komitmen untuk terus menyuarakan produknya. Sosmed sudah jadi wajib dan jamak. Jangan pelit kasih hadiah, tapi pastikan hadiah buku itu didapat oleh mereka yang sudah berusaha untuk itu. Jangan kasih cuma-cuma ke orang-orang yang suka nebeng gratisan. Makanya saya ga ikutan giveaway yang hadiahnya buku kalau ga benar-benar langka orangnya. Ingat sama yang lebih kepingin. Daripada hanya teronggok berplastik di lemari saya, lebih baik dibaca sama mereka yang memang ingin membacanya.
Di kolom ini juga menjadi wadah bagi Anda tentang apa yang mau dan tidak mau Anda lakukan. Pernyataan di sini penting dikatakan di awal agar misinya sama dengan editor kala hendak mengajukan persetujuan ke para bos.
Jangan sampai, begitu naskah berhasil diperjuangkan oleh editor eh si penulis punya misi yang berbeda. Bisa bikin ga enak pas proses terbitnya. Dan biasanya kalau sudah begitu, serasa dikutuk aja tuh buku. Banyak banget nongkrong di gudang alias ga laku. Di sinilah masa saya bisa jadi eneg lihat buku gratisan.
Ada loh penulis yang ga mau berpartisipasi di twitalk atau minta upah taksi whi** hor** setiap kali harus hadir di seminar, pokoknya yang 'lucu-lucu' itu deh.
Kalau disebut di awal kan bisa kita hindari sejak awal =) Beneran deh berurusan sama penulis 'lucu-lucu' itu bisa bikin pening tahunan.
Nah sepertinya itu dulu deh. Jika ada yang mau ditanya boleh email ke hpmelati@yahoo.com. Saya sih bukan penulis terkenal, cuma sering berurusan di balik layar, bolehlah berbagi sudut pandang.
Senin, 10 Februari 2014
Harus Tidak Harus Punya di Rusunami
Jakarta kini menjamur apartemen murah sesuai dengan program pemerintah, 1000 tower. Tentu saja dari segi harga yang 'miring' itu ada beberapa hal yang dipangkas dari fasilitas apartemen yang sudah ada sebelumnya. Satu hal yang paling mencolok adalah, ruang. Luas apartemen murah ini memang nyaris sama dengan rusun-rusun buatan pemerintah puluhan tahun yang lalu. Nah, oleh karena terbatasnya ruang yang amat sangat, ada beberapa hal yang dapat Anda pertimbangkan sebelum berpikir untuk membeli perabotan di rusunami Anda.
A. AC
Untuk unit dengan dua kamar, satu ac itu cukup. Kita tinggal di daerah tropis jadi cukuplah menggunakan satu AC demi kelancaran peredaran udara. Didampingi dengan exhaus juga boleh untuk kamar anak, ruangan jadi lebih cepat dingin sehingga tidak memicu AC untuk bekerja terlalu keras. Bijaklah menggunakan AC.
B. Tempat tidur
Biasanya pola ruang kamar tidur utama tidak cocok dengan standar kasur. Oleh sebab itu, tidak pakai tempat tidur, tidak dosa kok. Apalagi jika memiliki balita.
C. Kulkas
Pilih yang satu kulkas saja. Kulkas dengan 2 pintu sejatinya untuk keperluan penghuni rumah lebih dari 4 orang dewasa. Terlebih aliran listrik kulkas sudah cukup tinggi, dengan TDL yang jelas di atas perumahan biasa, sudah sepantasnya kita berhemat.
D. Kitchen set
Jika Anda mengedepankan home made cooking, maka kitchen set wajib bagi Anda. Jika Anda tidak memiliki anak-anak kecil, cukup pilih kitchen set bawah (tanpa kitchen set atas). Anda tidak akan menerima begitu banyak tamu di unit Anda hingga Anda harus mengoleksi perlengkapan makan dan minum.
E. Mesin cuci
Tidak harus punya. Jika Anda tidak keberatan dengan penggunaan plastik yang dilakukan laundry, maka gunakanlah jasa laundry karena hitung-hitungannya tidak berbeda.
Untuk pakaian bayi disarankan mencuci sendiri karena penggunaan mesin cuci dapat membuat baju bayi cepat aus. Tanpa mesin cuci, balkon pun bisa lebih lega untuk menyimpan alat-alat kebersihan, jemuran, dll.
F. Gorden
Ini salah satu yang wajib dimiliki sebelum Anda menempati unit rusunami Anda. Tanpa gorden Anda berisiko memberikan tontonan gratis bagi para tetangga yang tinggal di seberang balkon Anda.
G. Lemari pakaian
Untuk pasangan, lemari built in disarankan di setiap kamar utama. Sedangkan kamar anak-anak bisa menggunakan lemari-lemari dari plastik dengan corak menarik.
H. Pewangi ruangan
Dengan terbatasnya ruang terbuka, maka disarankan menggunakan pewangi ruangan untuk menghindari bau yang mengendap yang akan tercium bagi siapa pun yang bertamu ke rumah Anda.
I. Sofa
Tidak harus. Terlebih jika Anda memiliki anak karena akan dijadikan sarana panjatan. Sebagai gantinya, gunakan karpet 1,5x2 meter juga cukup.
J. Rak sepatu tanam
Kebijakan pengelola rusunami tidak memperbolehkan meletakkan sepatu, keset, dan rak sepatu di area lorong. Oleh sebab itu, buatlah rak sepatu tanam, agar bau jempol para tamu tidak mengendap lama.
K. Televisi
Flat tv dong. Hari gini pakai tv tabung. =)
Nah, itulah sedikit hal tentang tinggal di rusunami, selamat menikmati.
A. AC
Untuk unit dengan dua kamar, satu ac itu cukup. Kita tinggal di daerah tropis jadi cukuplah menggunakan satu AC demi kelancaran peredaran udara. Didampingi dengan exhaus juga boleh untuk kamar anak, ruangan jadi lebih cepat dingin sehingga tidak memicu AC untuk bekerja terlalu keras. Bijaklah menggunakan AC.
B. Tempat tidur
Biasanya pola ruang kamar tidur utama tidak cocok dengan standar kasur. Oleh sebab itu, tidak pakai tempat tidur, tidak dosa kok. Apalagi jika memiliki balita.
C. Kulkas
Pilih yang satu kulkas saja. Kulkas dengan 2 pintu sejatinya untuk keperluan penghuni rumah lebih dari 4 orang dewasa. Terlebih aliran listrik kulkas sudah cukup tinggi, dengan TDL yang jelas di atas perumahan biasa, sudah sepantasnya kita berhemat.
D. Kitchen set
Jika Anda mengedepankan home made cooking, maka kitchen set wajib bagi Anda. Jika Anda tidak memiliki anak-anak kecil, cukup pilih kitchen set bawah (tanpa kitchen set atas). Anda tidak akan menerima begitu banyak tamu di unit Anda hingga Anda harus mengoleksi perlengkapan makan dan minum.
E. Mesin cuci
Tidak harus punya. Jika Anda tidak keberatan dengan penggunaan plastik yang dilakukan laundry, maka gunakanlah jasa laundry karena hitung-hitungannya tidak berbeda.
Untuk pakaian bayi disarankan mencuci sendiri karena penggunaan mesin cuci dapat membuat baju bayi cepat aus. Tanpa mesin cuci, balkon pun bisa lebih lega untuk menyimpan alat-alat kebersihan, jemuran, dll.
F. Gorden
Ini salah satu yang wajib dimiliki sebelum Anda menempati unit rusunami Anda. Tanpa gorden Anda berisiko memberikan tontonan gratis bagi para tetangga yang tinggal di seberang balkon Anda.
G. Lemari pakaian
Untuk pasangan, lemari built in disarankan di setiap kamar utama. Sedangkan kamar anak-anak bisa menggunakan lemari-lemari dari plastik dengan corak menarik.
H. Pewangi ruangan
Dengan terbatasnya ruang terbuka, maka disarankan menggunakan pewangi ruangan untuk menghindari bau yang mengendap yang akan tercium bagi siapa pun yang bertamu ke rumah Anda.
I. Sofa
Tidak harus. Terlebih jika Anda memiliki anak karena akan dijadikan sarana panjatan. Sebagai gantinya, gunakan karpet 1,5x2 meter juga cukup.
J. Rak sepatu tanam
Kebijakan pengelola rusunami tidak memperbolehkan meletakkan sepatu, keset, dan rak sepatu di area lorong. Oleh sebab itu, buatlah rak sepatu tanam, agar bau jempol para tamu tidak mengendap lama.
K. Televisi
Flat tv dong. Hari gini pakai tv tabung. =)
Nah, itulah sedikit hal tentang tinggal di rusunami, selamat menikmati.
Minggu, 09 Februari 2014
Bukan K Wave Debutan
Sejak akhir Januari hingga pertengahan Februari nanti, setiap akhir pekan Kalibata City Square jadi meeting point buat para alay Kpop karena mengusung Lunar New Year, Seollal Love. Imlek dan valentine rasa Korea. Halah. Yang paling ramai sih kompetisi cover dance-nya. Saya sampai minder mau berdiri di dekat panggung. Maklum, setelan emak-emak kelar masak terus bawa dua bocah ngecek kegiatan di mal. Sedangkan yang datang, pakai gaya koreah semua. Baju ala korea (eh baju saya juga belinya di ebay korea), rambut warna warni (rambutku juga pink, eh tapi ketutupan jilbab), fans boyband tertentu (bok, foto TOP Bigbang bertebaran di hape saya), lha terus kenapa gue minder yak.
Entahlah, mungkin sedang membayangkan seandainya saya lebih dulu mengenal kpop. Eh, rupanya pernyataan dibantah lagi, saya bukan debutan kalau soal kpop, kok. (berantem sendiri di kepala).
Korea mulai bangkit usai perang Korea alias perang saudara yang berkepanjangan sekitar tahun '60 an. Akhir tahun '80-an dimulailah masa kebangkitan Korea. Saya sendiri mengenal produk Korea sejak saya duduk di bangku SD. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas lima atau enam. Teman-teman saya sibuk menyebar koleksi kertas surat. Kertas surat yang paling keren adalah jika ada tulisan 'made in Japan'. Yup, kero keropi, hello kitty, seven ups, dll, jadi koleksi wajib di kantung plastik mereka.
Tapi saya bukan termasuk di dalam kategori mereka. Saya bukan anak yang diberi uang saku, atau setelah akhirnya diberi pun, uang itu tidak terlalu cukup untuk pergaulan. Dan karena alasan itu, saya pun lebih memilih kertas surat bertuliskan 'made in korea'.
Sebagai penikmat ilustrasi, saya merasa sama senangnya melihat goresan tinta di kertas surat itu. Saya tidak merasa kalah keren dengan keropi bersaudara yang original milik teman-teman saya karena ilustrasi si made in korea itu memang bagus walau karakternya tidak populer. Dan lagi aksaranya terlihat lucu dengan adanya lingkaran-lingkaran, berbeda dengan aksara Jepang yang semua berbentuk kotak sedangkan mandarin terlalu tajam ujungnya.
(1993-1996) Lalu ketika masuk bangku SMP, saya diberi hadiah buku harian. Melihat bagian belakangnya, lagi-lagi made in korea. Itu buku harian resmi saya yang pertama. Biasanya saya menggunakan hibah buku agenda dari papa. Dan seiring kebiasaan saya menulis di buku harian, saya pun juga senantiasa memilih buku-buku tulis made in korea sebagai buku harian saya hingga saya kuliah. Misinya, agar terlihat berbeda dengan harga murah =D.
(1996-1999) Saat SMA adalah masa-masa jayanya J pop. Dan di antara gencarnya berita tentang Britney di industri musik dan anime Jepang, saya menikmati berita kecil yang muncul di artikel Animonster. Tentang gadis muda berbakat, yang tariannya tidak kalah dengan Britney. Yup, BoA.
Saya bahkan mencari kaset kompilasi yang ada lagu BoA di dalamnya. Waktu itu dia sudah mengeluarkan single versi Jepang. Tak lama Rain muncul dan entah kenapa setiap tahun namanya selalu muncul sebagai salah satu most influenced people.
Di masa SMA itu pula transisi saya menyukai dorama ke k-drama. Dan yang membuat saya berpaling adalah, the one and only, Won Bin. Saya tidak tahan menonton Endless Love karena terlalu menguras air mata. Tipikal film korea. Maka dari itu ketika ada berita rilis film kolaborasi Jepang dan Korea yang dibintangi Won Bin dengan tajuk Friends, saya senang sekali. Rasanya saya selalu ingin mengulang adegan di bawah hujan salju itu.
Daftar komik yang dibeli kakak-kakak saya juga jadi beragam. Berawal dari Ragnarok, saya jadi tergiur mencari komik Korea yang benar-benar epik. Goretan kasar memang jadi ciri khas komik Korea saat itu. Dan setelah lama mencari (saya biasanya hanya modal pinjam punya abang atau kakak, jika saya mau membelinya itu berarti diniatkan untuk koleksi), akhirnya saya menemukan komik Tarian Langit saat pesta buku Gramedia. Dan serinya lengkap. Fiuuih.
(1999-200) Saat kuliah, saya sejenak melupakan entertainment Korea dan lebih menikmati drama Taiwan paling legendaris, Meteor Garden. Namun yang menarik adalah di kampus saya justru sedang kedatangan banyak mahasiswa Korea alih-alih mahasiswa Jepang. Saya suka saja melihat gaya mereka. Dari cara mereka melipat ujung celana jins (hanya satu lipatan besar) hingga faktor tindik yang tidak memengaruhi faktor imut-imut. Sayang, waktu itu saya menolak mengurus aplikasi beasiswa ke Korea yang saat itu gencar ditawarkan di kampus dengan alasan tidak matching dengan studi saya saat ini. Saya kan bukan pemburu beasiswa =D.
(2004-2011) Saat bekerja, fokus negara saya bergeser ke Amerika atau Inggris. Eropa pun jarang saya lirik. Dengan kakak-kakak yang sudah menikah dan meninggalkan rumah induk, saya praktis tidak mendapatkan lagi asupan informasi gratisan tentang negara-negara Timur Jauh. Toh, saya masih diberi kesempatan berurusan dengan orang Korea. Well, bukan saya yang berurusan langsung sih, tapi penerbit tempat saya bekerja memutuskan mengisahkan tentang pianis berjari empat asal Korea, Hee Ah Lee. Kami bahkan mengadakan mini show. Istimewanya? Ada puisi saya di buku memoar Hee Ah lee karya Kurnia Efendi itu. =D
(2010-sekarang) Saat cuti melahirkan Malika, saya jadi ada waktu nonton Indosiar dari siang sampai sore. Nonton drama Korea. Mengejar ketertinggalan. Mulai meng-update diri lagi. Setelah galau pilih idola akhirnya mantap pilih TOP Bigbang. Bahkan sempat nonton konser Bigbang 2012 lalu. Walau sekarang rasanya aneh saja karena mesem-mesem lihat music video dan di seberang sana ada suami yang berkerut dahinya plus manyun
Dan setelah tulis panjang-panjang, pertanyaannya adalah ... Siapa yang nanya, neng?
Wakakak ... Ini hanya tulisan menghibur diri. Walau belum pernah mampir ke Korea, belum pernah nyobain jadi stalker fans yang ngejar nonton konsernya di mana pun (bo, biayanya kudu dikali empat buat bayarin anak-anak), biarpun saya bukan yang jadi penonton setia kontes cover dance tadi siang, tapi yaaah ... Saya sudah lama temenan sama Korea. Again, sapa yang tanya, buuuu?
Entahlah, mungkin sedang membayangkan seandainya saya lebih dulu mengenal kpop. Eh, rupanya pernyataan dibantah lagi, saya bukan debutan kalau soal kpop, kok. (berantem sendiri di kepala).
Korea mulai bangkit usai perang Korea alias perang saudara yang berkepanjangan sekitar tahun '60 an. Akhir tahun '80-an dimulailah masa kebangkitan Korea. Saya sendiri mengenal produk Korea sejak saya duduk di bangku SD. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas lima atau enam. Teman-teman saya sibuk menyebar koleksi kertas surat. Kertas surat yang paling keren adalah jika ada tulisan 'made in Japan'. Yup, kero keropi, hello kitty, seven ups, dll, jadi koleksi wajib di kantung plastik mereka.
Tapi saya bukan termasuk di dalam kategori mereka. Saya bukan anak yang diberi uang saku, atau setelah akhirnya diberi pun, uang itu tidak terlalu cukup untuk pergaulan. Dan karena alasan itu, saya pun lebih memilih kertas surat bertuliskan 'made in korea'.
Sebagai penikmat ilustrasi, saya merasa sama senangnya melihat goresan tinta di kertas surat itu. Saya tidak merasa kalah keren dengan keropi bersaudara yang original milik teman-teman saya karena ilustrasi si made in korea itu memang bagus walau karakternya tidak populer. Dan lagi aksaranya terlihat lucu dengan adanya lingkaran-lingkaran, berbeda dengan aksara Jepang yang semua berbentuk kotak sedangkan mandarin terlalu tajam ujungnya.
(1993-1996) Lalu ketika masuk bangku SMP, saya diberi hadiah buku harian. Melihat bagian belakangnya, lagi-lagi made in korea. Itu buku harian resmi saya yang pertama. Biasanya saya menggunakan hibah buku agenda dari papa. Dan seiring kebiasaan saya menulis di buku harian, saya pun juga senantiasa memilih buku-buku tulis made in korea sebagai buku harian saya hingga saya kuliah. Misinya, agar terlihat berbeda dengan harga murah =D.
(1996-1999) Saat SMA adalah masa-masa jayanya J pop. Dan di antara gencarnya berita tentang Britney di industri musik dan anime Jepang, saya menikmati berita kecil yang muncul di artikel Animonster. Tentang gadis muda berbakat, yang tariannya tidak kalah dengan Britney. Yup, BoA.
Saya bahkan mencari kaset kompilasi yang ada lagu BoA di dalamnya. Waktu itu dia sudah mengeluarkan single versi Jepang. Tak lama Rain muncul dan entah kenapa setiap tahun namanya selalu muncul sebagai salah satu most influenced people.
Di masa SMA itu pula transisi saya menyukai dorama ke k-drama. Dan yang membuat saya berpaling adalah, the one and only, Won Bin. Saya tidak tahan menonton Endless Love karena terlalu menguras air mata. Tipikal film korea. Maka dari itu ketika ada berita rilis film kolaborasi Jepang dan Korea yang dibintangi Won Bin dengan tajuk Friends, saya senang sekali. Rasanya saya selalu ingin mengulang adegan di bawah hujan salju itu.
Daftar komik yang dibeli kakak-kakak saya juga jadi beragam. Berawal dari Ragnarok, saya jadi tergiur mencari komik Korea yang benar-benar epik. Goretan kasar memang jadi ciri khas komik Korea saat itu. Dan setelah lama mencari (saya biasanya hanya modal pinjam punya abang atau kakak, jika saya mau membelinya itu berarti diniatkan untuk koleksi), akhirnya saya menemukan komik Tarian Langit saat pesta buku Gramedia. Dan serinya lengkap. Fiuuih.
(1999-200) Saat kuliah, saya sejenak melupakan entertainment Korea dan lebih menikmati drama Taiwan paling legendaris, Meteor Garden. Namun yang menarik adalah di kampus saya justru sedang kedatangan banyak mahasiswa Korea alih-alih mahasiswa Jepang. Saya suka saja melihat gaya mereka. Dari cara mereka melipat ujung celana jins (hanya satu lipatan besar) hingga faktor tindik yang tidak memengaruhi faktor imut-imut. Sayang, waktu itu saya menolak mengurus aplikasi beasiswa ke Korea yang saat itu gencar ditawarkan di kampus dengan alasan tidak matching dengan studi saya saat ini. Saya kan bukan pemburu beasiswa =D.
(2004-2011) Saat bekerja, fokus negara saya bergeser ke Amerika atau Inggris. Eropa pun jarang saya lirik. Dengan kakak-kakak yang sudah menikah dan meninggalkan rumah induk, saya praktis tidak mendapatkan lagi asupan informasi gratisan tentang negara-negara Timur Jauh. Toh, saya masih diberi kesempatan berurusan dengan orang Korea. Well, bukan saya yang berurusan langsung sih, tapi penerbit tempat saya bekerja memutuskan mengisahkan tentang pianis berjari empat asal Korea, Hee Ah Lee. Kami bahkan mengadakan mini show. Istimewanya? Ada puisi saya di buku memoar Hee Ah lee karya Kurnia Efendi itu. =D
(2010-sekarang) Saat cuti melahirkan Malika, saya jadi ada waktu nonton Indosiar dari siang sampai sore. Nonton drama Korea. Mengejar ketertinggalan. Mulai meng-update diri lagi. Setelah galau pilih idola akhirnya mantap pilih TOP Bigbang. Bahkan sempat nonton konser Bigbang 2012 lalu. Walau sekarang rasanya aneh saja karena mesem-mesem lihat music video dan di seberang sana ada suami yang berkerut dahinya plus manyun
Dan setelah tulis panjang-panjang, pertanyaannya adalah ... Siapa yang nanya, neng?
Wakakak ... Ini hanya tulisan menghibur diri. Walau belum pernah mampir ke Korea, belum pernah nyobain jadi stalker fans yang ngejar nonton konsernya di mana pun (bo, biayanya kudu dikali empat buat bayarin anak-anak), biarpun saya bukan yang jadi penonton setia kontes cover dance tadi siang, tapi yaaah ... Saya sudah lama temenan sama Korea. Again, sapa yang tanya, buuuu?
Amy's Story: Stay at Home Weekend
Since we moved to a small apartment with a landed house culture all around us, it made us think that when weekend come means we need to go out of there. "poor kids, they oftenly trapped in a little square," so they said.
Most of the time we went to grandparents house. We don't really eager to go to a mal because we have visited mal for more than three times a week =D. It's our another playard.
While I began to feel comfort just to stay at home on weekend, Hery needs a little bit longer to adapt. Well, it has been his ritual to go out somewhere every weekend long before we got married while I was kind of home stayed kid. I like to go out, but most of the time because I wanted to stay away from houseworks that my mom would give to me. But I was actually prefer staying in my room, figuring out what kind of ornament that I want to hang in there, or writing poetry, stuffs like that.
Hery is an outdoor person. He found his liberty when he got out, of course he would be able to smoke (bad habit, please help him to move on, God).
But these last few weeks, we were forced not to go anywhere due to the flood and the heavy rain that fell day and night. At first, Hery felt a little bit guilty for asking the kids to our mal again. But when Malika said, "No, just stay here. Play with me at home." he felt glad.
The kids themselves recently were prefer to play with their parents rather than go somewhere else. Maybe the weather made them like that. On workdays I become very tired of handling these two kids. Without any sun, it would hard for them to burn the callories, so it took a bigger effort to make them tired. that is why they force me more to be their escort.
there is nothing special with the weekend activities, we are just simply playing. With legos, playing drama, reading books, or just a two hours watching tv. But, you know, kids ... Oftenly, less is more
When we finally take them to the play area, the kids would enter home with wet faces and clothes. They were 'taking a bath' from the rain leftovers >_< Sometimes it was ok if they want to explore but many times it will inspired other kids to do the same while their parents might not approve it.
For me, just staying at home makes me able to have my 'me time'. At least to go to internet cafe an half hour to an hour. When it didn't accomplish on Saturday there is always Sunday to try again. It won't happen if we were still using the formula go outing every one day on weekend.
Well, the rain is still falling and Hery begin to feel anxious for not going anywhere. Hehehe ...
Most of the time we went to grandparents house. We don't really eager to go to a mal because we have visited mal for more than three times a week =D. It's our another playard.
While I began to feel comfort just to stay at home on weekend, Hery needs a little bit longer to adapt. Well, it has been his ritual to go out somewhere every weekend long before we got married while I was kind of home stayed kid. I like to go out, but most of the time because I wanted to stay away from houseworks that my mom would give to me. But I was actually prefer staying in my room, figuring out what kind of ornament that I want to hang in there, or writing poetry, stuffs like that.
Hery is an outdoor person. He found his liberty when he got out, of course he would be able to smoke (bad habit, please help him to move on, God).
But these last few weeks, we were forced not to go anywhere due to the flood and the heavy rain that fell day and night. At first, Hery felt a little bit guilty for asking the kids to our mal again. But when Malika said, "No, just stay here. Play with me at home." he felt glad.
The kids themselves recently were prefer to play with their parents rather than go somewhere else. Maybe the weather made them like that. On workdays I become very tired of handling these two kids. Without any sun, it would hard for them to burn the callories, so it took a bigger effort to make them tired. that is why they force me more to be their escort.
there is nothing special with the weekend activities, we are just simply playing. With legos, playing drama, reading books, or just a two hours watching tv. But, you know, kids ... Oftenly, less is more
When we finally take them to the play area, the kids would enter home with wet faces and clothes. They were 'taking a bath' from the rain leftovers >_< Sometimes it was ok if they want to explore but many times it will inspired other kids to do the same while their parents might not approve it.
For me, just staying at home makes me able to have my 'me time'. At least to go to internet cafe an half hour to an hour. When it didn't accomplish on Saturday there is always Sunday to try again. It won't happen if we were still using the formula go outing every one day on weekend.
Well, the rain is still falling and Hery begin to feel anxious for not going anywhere. Hehehe ...
(RESEP) Nasi Goreng Kari
Mengaplikasikan share resep chef idaman saat hamil Safir alias Chef
Juna. Ga mau donk ngikutin page facebook-nya cuma sibuk komentar,
"ganteng banget", "halo sayang", dll deh, dia juga sadar diri kalau kece
(halah bahasanya jadul). Jadi, mumpung dia kasih resep yang mudah dan
tidak pakai bahan aneh-aneh yang kudu cari di supermarket bule, saya
dengan senang hati mau coba. Kebetulan pas akhir pekan, lumayan buat
nambahin daftar menu suami yang harus beda-beda menu makan siang dan
malamnya.
Hanya saja demi mengusung semangat nasi goreng yang memanfaatkan bahan sisa, saya lakukan beberapa perubahan sesuai yang ketemu di kulkas.
BAHAN-BAHAN
½ Sendok makan + 1 ½ sendok makan + 1 sendok makan minyak sayur
2 Telur ayam, sedikit dikocok
250 Gr daging kambing, iris tipis (diganti daging lain seperti ayam atau sapi memungkinkan) - GANTI 200 gr DAGING AYAM
¼ Bawang bombay, iris tipis-tipis panjang
3 Siung (ukuran sedang) bawang putih, cincang kasar
1 Cabe merah besar, iris-iris melintang tipis (jangan dibuang bijinya) - GANTI DUA CABE HIJAU
6 Daun bawang bagian hijau, iris-iris melintang 1,5 cm
2 Daun bawang bagian putih, iris-iris tipis
2 Sendok teh lime juice (perasan dari fresh lime) - 1 sdt SAJA utk AYAM
2 Sendok makan santan encer - GANTI 2 sdm susu full cream
1 Sendok teh fresh jahe parut
4 Cups nasi (jika ada pakai nasi yang dari semalam/8 jam yang lalu)
2 Sendok makan + 1 sendok teh curry bubuk
2 Sendok teh bubuk ketumbar
1 Sendok teh jintan putih bubuk
½ Sendok teh bubuk kunyit - GANTI 1 ruas KUNYIT, PARUT
2 Sendok teh minyak wijen
Irisan-irisan tipis daun ketumbar untuk garnish
Garam dan merica bubuk hitam secukupnya
Cara Membuat :
- Panaskan ½ sendok makan minyak sayur di wajan panas, lalu masukkan telur dan “orak-orek” hingga matang. Angkat dan sisihkan.
- Bumbui daging dengan lada garam secukupnya. Lalu dengan wajan yang sama panaskan 1 ½ sendok makan minyak sayur, masukkan bawang Bombay, bawang putih, cabai merah, masak hingga bawang beraroma (tp tidak berubah warna).
- Dengan menggunakan api besar (tetapi tidak full) masukkan daging tersebut dan masak kira-kira ¼ matang, lalu masukkan lime juice.
- Tambahkan daun bawang putih dan hijau, masak sekitar 1,5 – 2 menit. Lalu langsung masukkan santan, aduk rata.
- Tambahkan 1 sendok makan minyak sayur yang terakhir, masukkan jahe parut, dan masukkan nasi.
- Lalu langsung dibumbui dengan bubuk curry, bubuk ketumbar, jintan putih, dan bubuk kunyit, serta garam dan lada sesuai selera. Pastikan aduk nasi goreng kari ini secara merata.
- Masukkan kembali telur yang telah matang, aduk merata. Lalu siramkan secara merata minyak wijen, masak dan aduk sejenak, angkat.
- Hidangkan hangat dengan garnish daun ketumbar.
• Untuk yang ingin lebih pedas, bisa ditambahkan irisan cabai rawit pada saat terahir sebelum memasukkan telur.
Hanya saja demi mengusung semangat nasi goreng yang memanfaatkan bahan sisa, saya lakukan beberapa perubahan sesuai yang ketemu di kulkas.
BAHAN-BAHAN
½ Sendok makan + 1 ½ sendok makan + 1 sendok makan minyak sayur
2 Telur ayam, sedikit dikocok
250 Gr daging kambing, iris tipis (diganti daging lain seperti ayam atau sapi memungkinkan) - GANTI 200 gr DAGING AYAM
¼ Bawang bombay, iris tipis-tipis panjang
3 Siung (ukuran sedang) bawang putih, cincang kasar
1 Cabe merah besar, iris-iris melintang tipis (jangan dibuang bijinya) - GANTI DUA CABE HIJAU
6 Daun bawang bagian hijau, iris-iris melintang 1,5 cm
2 Daun bawang bagian putih, iris-iris tipis
2 Sendok teh lime juice (perasan dari fresh lime) - 1 sdt SAJA utk AYAM
2 Sendok makan santan encer - GANTI 2 sdm susu full cream
1 Sendok teh fresh jahe parut
4 Cups nasi (jika ada pakai nasi yang dari semalam/8 jam yang lalu)
2 Sendok makan + 1 sendok teh curry bubuk
2 Sendok teh bubuk ketumbar
1 Sendok teh jintan putih bubuk
½ Sendok teh bubuk kunyit - GANTI 1 ruas KUNYIT, PARUT
2 Sendok teh minyak wijen
Irisan-irisan tipis daun ketumbar untuk garnish
Garam dan merica bubuk hitam secukupnya
Cara Membuat :
- Panaskan ½ sendok makan minyak sayur di wajan panas, lalu masukkan telur dan “orak-orek” hingga matang. Angkat dan sisihkan.
- Bumbui daging dengan lada garam secukupnya. Lalu dengan wajan yang sama panaskan 1 ½ sendok makan minyak sayur, masukkan bawang Bombay, bawang putih, cabai merah, masak hingga bawang beraroma (tp tidak berubah warna).
- Dengan menggunakan api besar (tetapi tidak full) masukkan daging tersebut dan masak kira-kira ¼ matang, lalu masukkan lime juice.
- Tambahkan daun bawang putih dan hijau, masak sekitar 1,5 – 2 menit. Lalu langsung masukkan santan, aduk rata.
- Tambahkan 1 sendok makan minyak sayur yang terakhir, masukkan jahe parut, dan masukkan nasi.
- Lalu langsung dibumbui dengan bubuk curry, bubuk ketumbar, jintan putih, dan bubuk kunyit, serta garam dan lada sesuai selera. Pastikan aduk nasi goreng kari ini secara merata.
- Masukkan kembali telur yang telah matang, aduk merata. Lalu siramkan secara merata minyak wijen, masak dan aduk sejenak, angkat.
- Hidangkan hangat dengan garnish daun ketumbar.
• Untuk yang ingin lebih pedas, bisa ditambahkan irisan cabai rawit pada saat terahir sebelum memasukkan telur.
Sabtu, 08 Februari 2014
Membeli Sabar
Ada sebuah hadits mengatakan bahwa berbaik-baiklah kita pada orangtua karena mereka telah mengasuhmu. Sedangkan di sisi lain, orangtua juga dihadapkan dengan larangan keras durhaka pada anak. Dan salah satu tantangannya, setidaknya untuk saya, soal stok sabar. Stok yang tidak dipengaruhi gaji bulanan. Tidak ada masa sale-nya. Sangat sensitif harga.
Tentu saja sabar di sini bukan dalam artian pasif, membiarkan, tidak peduli, dan lain-lain, melainkan sabar yang mewujud dengan senyum tanpa ujung, solusi cerdas nan kreatif, dan senantiasa aktif. Sungguh, para ibu yang seperti itu luarrr biasa positifnya. Mungkin sisi negatifnya sudah positif semua =D.
Sedangkan saya ketika badan sudah lelah, stok sabar saya menurun drastis. Apa mungkin memang stamina saya yang perlu dipertanyakan? Walau sering saya merasa perlu sakit agar bisa seimbang, mengistirahatkan tubuh, tapii kalau saya sakit dan hanya bisa tidur-tiduran apa kabar urusan rumah dan isinya? Padahal masih punya suami, lho.
Di saat seperti ini (kurang tidur, pilek, kepala pusing), rasanya ingin sekali membeli sabar. Ya Allah jual kek aplikasinya di windows phone. Saya tanya mbah google adakah shalat yang bisa membuat hati sabar. Usai mengetik kata kuncinya, 'shalat' dan 'sabar', muncullah hasilnya. Dan ternyata dua kata kunci itu berdiri sendiri-sendiri. 'Maka hendaklah kamu mendirikan shalat dan bersabar.' Itu kalimat-kalimat yang bermunculan di laman google. Oh, bahkan setelah shalat pun, kita masih dituntut secara khusus untuk bersabar. Pantaslah tidak mudah. Sabar itu bukan rezeki atau hadiah yang tiba-tiba bisa nongol di hati. Sabar itu adalah buah dari usaha.
Namun cara untuk bisa bersabar ternyata bukan hal baru bagi saya. Zikir. Ibadah yang penuh puja puji dan nyaris seperti meditasi atau bahkan lebih dari itu. Dengan konsentrasi dengan kerendahan hati.
Ah, sudah lama sekali. Padahal saya sering terjaga di tengah malam, mungkin begitu pula dengan para penggoda iman.
Dulu, zikir ampuh mengenyahkan kebiasaan saya melamun jorok saat mau tidur (ini efek kenal pornografi di usia SD). Momen jeda yang sangat kosong, hanya saya dan ucapan kebesaran Tuhan. Seolah bisikan zikir itu mengalir di dalam darah jika sudah begitu sering terucap. Terngiang-ngiang maknanya di kuping, di setiap pergerakan. Dan, kini stok keampuhan zikir itu mungkin sudah kritis karena tak pernah lagi diisi ulang.
Entah kenapa kini saya merasa harus segera terkoneksi dengan dunia begitu terbangun. Dunia yang punya banyak tuntutan untuk dipenuhi agar bisa bertahan. Hingga saya lupa meng-update status saya ke pencipta saya. Dia memang MahaMengetahui, tetapi mengabaikan-Nya dengan dalih ke-Maha-annya adalah kerugian besar bagi saya. Ketika saya menjadi makhluk dengan baterai sabar yang bocor dan menggantinya dengan baterai KW buatan dunia, berharap memiliki efek yang sama.
Oh, dear God...
(yuk ah, shalat dulu. Dan subuh nih. Habis itu baru zikir ke Tuhan-bukan ke hp =P)
Tentu saja sabar di sini bukan dalam artian pasif, membiarkan, tidak peduli, dan lain-lain, melainkan sabar yang mewujud dengan senyum tanpa ujung, solusi cerdas nan kreatif, dan senantiasa aktif. Sungguh, para ibu yang seperti itu luarrr biasa positifnya. Mungkin sisi negatifnya sudah positif semua =D.
Sedangkan saya ketika badan sudah lelah, stok sabar saya menurun drastis. Apa mungkin memang stamina saya yang perlu dipertanyakan? Walau sering saya merasa perlu sakit agar bisa seimbang, mengistirahatkan tubuh, tapii kalau saya sakit dan hanya bisa tidur-tiduran apa kabar urusan rumah dan isinya? Padahal masih punya suami, lho.
Di saat seperti ini (kurang tidur, pilek, kepala pusing), rasanya ingin sekali membeli sabar. Ya Allah jual kek aplikasinya di windows phone. Saya tanya mbah google adakah shalat yang bisa membuat hati sabar. Usai mengetik kata kuncinya, 'shalat' dan 'sabar', muncullah hasilnya. Dan ternyata dua kata kunci itu berdiri sendiri-sendiri. 'Maka hendaklah kamu mendirikan shalat dan bersabar.' Itu kalimat-kalimat yang bermunculan di laman google. Oh, bahkan setelah shalat pun, kita masih dituntut secara khusus untuk bersabar. Pantaslah tidak mudah. Sabar itu bukan rezeki atau hadiah yang tiba-tiba bisa nongol di hati. Sabar itu adalah buah dari usaha.
Namun cara untuk bisa bersabar ternyata bukan hal baru bagi saya. Zikir. Ibadah yang penuh puja puji dan nyaris seperti meditasi atau bahkan lebih dari itu. Dengan konsentrasi dengan kerendahan hati.
Ah, sudah lama sekali. Padahal saya sering terjaga di tengah malam, mungkin begitu pula dengan para penggoda iman.
Dulu, zikir ampuh mengenyahkan kebiasaan saya melamun jorok saat mau tidur (ini efek kenal pornografi di usia SD). Momen jeda yang sangat kosong, hanya saya dan ucapan kebesaran Tuhan. Seolah bisikan zikir itu mengalir di dalam darah jika sudah begitu sering terucap. Terngiang-ngiang maknanya di kuping, di setiap pergerakan. Dan, kini stok keampuhan zikir itu mungkin sudah kritis karena tak pernah lagi diisi ulang.
Entah kenapa kini saya merasa harus segera terkoneksi dengan dunia begitu terbangun. Dunia yang punya banyak tuntutan untuk dipenuhi agar bisa bertahan. Hingga saya lupa meng-update status saya ke pencipta saya. Dia memang MahaMengetahui, tetapi mengabaikan-Nya dengan dalih ke-Maha-annya adalah kerugian besar bagi saya. Ketika saya menjadi makhluk dengan baterai sabar yang bocor dan menggantinya dengan baterai KW buatan dunia, berharap memiliki efek yang sama.
Oh, dear God...
(yuk ah, shalat dulu. Dan subuh nih. Habis itu baru zikir ke Tuhan-bukan ke hp =P)
Jumat, 07 Februari 2014
My Story: Family Project
I am the youngest of four. I have two brothers and one sister and they are my second parents to me. I have been blessed with talented siblings and many time they have made my life easier. Well actually, my homeworks easier. With pity eyes and helpless body language, I've always managed to gather their power to fix my problems. =D
One thing that I remember the most is when I was in middle school. I got a group assignment, to make a giant world map. That time I was actually expected that my team would finish it together. But apparently there were too much discussion about where would the discuss take place, so I decided to do it alone while waiting my team took a step. But unfortunately the situation didn't change and there I was, on the last day, in my bedroom, still tried to colour the picture that I made.
That time, my bedroom was in the first floor with all my siblings. Most of the time, my bedroom lied on the ground floor. So they could see me from the open window and door, inside there alone. They have seen my progress and awared that it was supposed to be a teamwork. Then one by one, they came into my room and we ended up there untill midnight. That was totally epic. My teacher gave the best grade for it. And I feel like it was the best family project ever. I even put it on my wall because it was more than a school assignment. It was historic.
And we haven't had that kind of teamwork eversince. Well at least not all at once like that.
my big brother, Roel, is a computer geek and falling in love with any kind of illustrating. I finally made him do my work when I need to finish my last assignment for my Children Stories study. I was creating my first children books and with the help of him, I could turn my hand drawing into digital.
My second brother, Hanif, is a sport geek. My family project with him was when I was going to have a practical final test for sport when I was in highschool. He became my personal basketball trainer.
After praying subuh, we would go the basketball yard and practised my lay ups. I did well on the test. Not bad for a girl who always sat on the side of the yard, watching some handsome boys playing basketball.
My third one is my sister, Dara. She is good on ... Everything. She might choose anything she likes to do. I don't think we've had any family project though we did dream about it once.
It was when we watched a dorama called, 'Just The Way We Are'. The tv series itself told a story of two bestfriends. The one is good in drawing and the other one is a dancer. But what inspired us that moment was we wished we could make our own children books. Where my sister would be the illustrator while I would be the writer.
But eventhough my sister is good at everything, she can only pick one priority in her life. It's because she is very loyal and would give all her best for that one priority. Once she chosed, the other thing would left behind. And that was happened with our dream. Or maybe it was actually my dream only.
It's ok, it will happen when it suppose to happen. Meanwhile, I think I need to plan my new family project with the kids. Who knows, one of the project will stay on their mind as sweet memory of their mother. And may they would forget my monster image. =D
But the thing is ... Why oh why am I so lazy to prepare it!!!!
One thing that I remember the most is when I was in middle school. I got a group assignment, to make a giant world map. That time I was actually expected that my team would finish it together. But apparently there were too much discussion about where would the discuss take place, so I decided to do it alone while waiting my team took a step. But unfortunately the situation didn't change and there I was, on the last day, in my bedroom, still tried to colour the picture that I made.
That time, my bedroom was in the first floor with all my siblings. Most of the time, my bedroom lied on the ground floor. So they could see me from the open window and door, inside there alone. They have seen my progress and awared that it was supposed to be a teamwork. Then one by one, they came into my room and we ended up there untill midnight. That was totally epic. My teacher gave the best grade for it. And I feel like it was the best family project ever. I even put it on my wall because it was more than a school assignment. It was historic.
And we haven't had that kind of teamwork eversince. Well at least not all at once like that.
my big brother, Roel, is a computer geek and falling in love with any kind of illustrating. I finally made him do my work when I need to finish my last assignment for my Children Stories study. I was creating my first children books and with the help of him, I could turn my hand drawing into digital.
My second brother, Hanif, is a sport geek. My family project with him was when I was going to have a practical final test for sport when I was in highschool. He became my personal basketball trainer.
After praying subuh, we would go the basketball yard and practised my lay ups. I did well on the test. Not bad for a girl who always sat on the side of the yard, watching some handsome boys playing basketball.
My third one is my sister, Dara. She is good on ... Everything. She might choose anything she likes to do. I don't think we've had any family project though we did dream about it once.
It was when we watched a dorama called, 'Just The Way We Are'. The tv series itself told a story of two bestfriends. The one is good in drawing and the other one is a dancer. But what inspired us that moment was we wished we could make our own children books. Where my sister would be the illustrator while I would be the writer.
But eventhough my sister is good at everything, she can only pick one priority in her life. It's because she is very loyal and would give all her best for that one priority. Once she chosed, the other thing would left behind. And that was happened with our dream. Or maybe it was actually my dream only.
It's ok, it will happen when it suppose to happen. Meanwhile, I think I need to plan my new family project with the kids. Who knows, one of the project will stay on their mind as sweet memory of their mother. And may they would forget my monster image. =D
But the thing is ... Why oh why am I so lazy to prepare it!!!!
Sabtu, 01 Februari 2014
My Story: Puasa Kartu Kredit
Bulan Januari saya tutup dengan prestasi berhasil PUASA kartu kredit. Yup, kartu kredit saudara-saudara. Kartu yang sering disalahgunakan hingga kemudian menjadi senjata makan tuan.
Akibat salah paham bin miskomunikasi dengan suami terkait jumlah uang bulanan, saya yang bungsu melakukan aksi 'ngambeg' dengan mengajukan anggaran yang jauh di bawah kebutuhan. Dan suami yang juga bontot, mengabulkannya. Tentu saja =D. Ngambegnya lama, setahun. Hehehe. Don't try this at home, lah.
Tapi bagus juga sih, saya jadi serius menjalani peran lain sebagai bakul kue di bawah bendera www.koekieku.com Saya juga rajin melego barang-barang hasil salah beli di internet. Ga belanja aneh-aneh lagi. Ga sebentar-sebentar jalan-jalan. Banyak deh. Tapi itu baru dilakukan semester kedua 2013. Lalu, apa yang saya lakukan di semester awal 2013, made mistakes. Many of them.
Pernah menjadi editor in chief untuk buku keuangan membuat saya paham sepenuhnya soal perilaku keuangan, soal bijak menggunakan kartu kredit, dan lain-lain. Namun, saya putuskan untuk melakukan kesalahan tersebut, secara brutal. Inilah kesalahan yang saya lakukan:
1. Godaan Ebay
Atas nama merintis usaha bakul kue, saya banyak belanja. Namun, karena tidak memiliki uang tunai dan menghindari pertanyaan juga kerutan dahi suami, saya memilih belanja lewat ebay. Sudah lama punya akunnya dan baru tahu ternyata bank pengeluar kartu kreditku diterima di akun paypal. Dan belanjalah saya di sana. Jumlahnya berlipatganda setiap bulannya tetapi jumlah yang saya bayarkan selalu pembayaran minimum. Hasilnya bunga bank yang turut mekar.
2. Kartu Kredit untuk Belanja Bulanan
Jangan pernah gunakan kartu kredit untuk kebutuhan sehari-hari. Never! But I did that anyway.
Tindakan ini adalah aksi gali lubang tutup lubang. Dan ketika lelah menggali, lubang tetap bertambah. Jeratan mematikan deh pokoknya. Jika Anda tidak punya uang untuk kebutuhan sehari-hari berarti Anda memang masuk kategori tidak mampu. Silahkan buat Surat Keterangan Miskin. =P
3. Dalih Pinjaman Lunak
Ketika saya tidak bisa membayar tagihan dengan jumlah lebih dari jumlah minimum, saya melakukan kejahatan. Menggunakan tabungan anak-anak saya. Sejak anak-anak lahir, saya memang berkomitmen bahwa berapa pun uang yang diterima mereka entah dari hadiah ulang tahun atau lebaran atau hasil jual kado perlengkapan bayi, itu semua adalah uang mereka. Untuk tabungan mereka. Oleh karena itu saya merasa tengah melakukan kejahatan saat menguras isi rekening mereka.
saya berdalih, nanti juga dibayar.
4. Pakai Terus Kartu Kredit Hingga Ledes eh Limit
Sudah tahu tidak mampu bayar tapi tetap pakai kartu kredit? Nah ini sudah masuk memprihatinkan alias pathetic. Habis bayar pakai apa lagi? Masa anak disuruh puasa minum susu? Itu pembelaan saya. Dan di akhir tahun, tagihan saya over limit.
situasi ini akhirnya terendus oleh suami yang karena kendala teknis terpaksa membuka file tagihan kartu kredit saya yang di-email ke akunnya.
Rekening anak kosong. Saya tidak punya tabungan. Utang kartu kredit sudah batas. Belum lagi utang lain-lain. Sebagai mantan reporter ekonomi, dia tahu ini masalah serius.
Lalu dia sepakat menambah nominal uang bulanan. Tidak seperti yang saya ajukan dua tahun lalu memang, tapi ada penambahan lah. Mungkin ada beberapa item yang menurutnya tidak masuk dalam anggaran. Ya sudahlah, suami kan bukan ATM istri.
namun, itu tentu saja belum cukup. Ada utang yang harus dilunasi dalam waktu dekat.
Ini tipikal saya. Saya suka menerjunkan diri ke krisis hingga dasar untuk kemudian naik lagi. Mungkin gaya yang harus diubah standarnya mengingat sudah ada dua bocah ikut di belakang. Tidak boleh gegabah walau rezeki Allah yang atur.
Bicara soal rezeki, ada banyak kata alhamdulillah saat saya memutuskan menyudahi aksi ngambeg saya dan kembali ke jalan yang benar. Selengkapnya ada di langkah-langkah menyehatkan kembali neraca keuangan Anda eh saya maksudnya.
1. Niat dan Motivasi Lanjutan
Tahu tidak apa yang jadi motivasi saya? Saya ingin nonton konser Bigbang lagi sekalian bawa anak-anak lihat Legoland. Ingin lihat 'selingkuhan' saya alias TOP Bigbang lagi setelah setahun kemarin saya hanya bisa meratap karena tidak ada jodohnya melihat dirinya langsung.
Ga papalah motivasinya alay banget. Yang penting hasilnya positif. Hehehe ...
Lagipula saya bosan iri sama mereka yang bisa dengan mudahnya jalan-jalan ke luar kota dan keluar negeri. Update foto di FB itu memang bikin ngiri. Dan saya sebenarnya bisa begitu, jika ada uang tabungan. Tentu saja harus bawa anak-anak, maklum.
2. Disiplin Keuangan
Setelah sekian lama, saya akhirnya membuka kembali file anggaran saya dan mulai menulis dengan detail perihal kebutuhan bulanan saya. Kali ini tidak dengan estimasi 30 hari melainkan 40 hari.
Segera setelah menerima uang bulanan suami, saya langsung belanjakan untuk kebutuhan bulanan. Sekaligus tapi bukan kalap dan ga ngoyo juga kalau kemahalan. Ini menghindari saya tidak punya uang di pertengahan bulan dan kehabisan ransum menjelang akhir bulan.
Dan setelah dua bulan, rupanya suami saya ada benarnya. Anggarannya memang tidak sebesar itu jika dikurangi oleh utang-utang.
Dan setelah sekian lama pula, di bulan Februari ini, setelah menambahkan pendapatan, saya kagum melihat sebesar apa yang saya hasilkan. Belum, belum jutaan kok ... Tapi cukup. Alhamdu ... Lillaaah ...
3. Kemudahan Itupun Datang
All of sudden, orderan jadi banyak datang. Diawali oleh si suami yang dapat order edit naskah keuangan. Dia bersedia honornya dibayarkan ke kartu kredit asal saya yang rapikan naskahnya di finishing akhir.
Saya sendiri juga dapat beberapa order edit. Tumben biasanya belum tentu ada sebulan sekali, tapi sekarang ada dua naskah dalam satu bulan? Ini namanya sedang 'dibantu'.
Yang menyenangkan menjadi freelance editor adalah uangnya bisa langsung digunakan karena tidak ada modal materi. Cukup modal otak, laptop, dan warnet. Fresh money banget. Dengan honor-honor ini saya bisa membayar 1/3 tagihan.
Lalu ada orderan kue-kue yang membuat saya bisa mulai mencicil utang saya ke anak-anak. Saya bahkan mulai mengisi lagi rekening khusus tabungan saya. Tentu saja disisihkan untuk modal beli bahan-bahan kue.
Saya juga melakukan hal yang membuat suami saya sedih. Menjual mahar saya. Harusnya saya lakukan sejak awal tahun kemarin, sebagai modal bakul kue. Hanya saja, faktor tidak enak sama mertua dan lain-lain, saya enggan menjualnya walau saya juga tidak bisa menggunakannya. Dan ketika pertengahan tahun lalu, mertua saya satu-satunya meninggal dunia dan suami melihat tagihan kartu kredit saya, dengan berat hati dia relakan. Toh, tidak semua. Daripada mubazir, ga bisa dipakai. Kata saya padanya. Hasilnya, bisa untuk membayar 1/3 tagihan lagi. Dan dengan menjual gelang dan anting mahar, saya juga bisa akhirnya mengenakan anting emas yang bisa muat di kuping saya dan tetap berjudul 'mahar'.
Lalu ada berita buruk yang sebenarnya berita bagus. Asisten rumah tangga saya pindah kerja. Lebih repot memang tapi mengurangi pos pengeluaran. Hehehe ...
Beberapa hari lalu saya dapat kabar gembira. Saya menjadi salah satu pemenang resensi buku '12 Menit' dan berhak atas hadiah uang. I feel like ... Oh, my God. In time like this ...
Tagihan itu masih ada, tetapi saya optimis dapat melunasinya dalam waktu dekat dan tetap menabung. Toh, bukan kemampuan membayarnya yang penting, melainkan kemampuan tidak menggunakan kartu kredit sama sekali yang sangat diuji. Saya harus mulai melupakan ada selipan kartu kredit di dompet saya.
Let's make money and grow it bigger =D
Akibat salah paham bin miskomunikasi dengan suami terkait jumlah uang bulanan, saya yang bungsu melakukan aksi 'ngambeg' dengan mengajukan anggaran yang jauh di bawah kebutuhan. Dan suami yang juga bontot, mengabulkannya. Tentu saja =D. Ngambegnya lama, setahun. Hehehe. Don't try this at home, lah.
Tapi bagus juga sih, saya jadi serius menjalani peran lain sebagai bakul kue di bawah bendera www.koekieku.com Saya juga rajin melego barang-barang hasil salah beli di internet. Ga belanja aneh-aneh lagi. Ga sebentar-sebentar jalan-jalan. Banyak deh. Tapi itu baru dilakukan semester kedua 2013. Lalu, apa yang saya lakukan di semester awal 2013, made mistakes. Many of them.
Pernah menjadi editor in chief untuk buku keuangan membuat saya paham sepenuhnya soal perilaku keuangan, soal bijak menggunakan kartu kredit, dan lain-lain. Namun, saya putuskan untuk melakukan kesalahan tersebut, secara brutal. Inilah kesalahan yang saya lakukan:
1. Godaan Ebay
Atas nama merintis usaha bakul kue, saya banyak belanja. Namun, karena tidak memiliki uang tunai dan menghindari pertanyaan juga kerutan dahi suami, saya memilih belanja lewat ebay. Sudah lama punya akunnya dan baru tahu ternyata bank pengeluar kartu kreditku diterima di akun paypal. Dan belanjalah saya di sana. Jumlahnya berlipatganda setiap bulannya tetapi jumlah yang saya bayarkan selalu pembayaran minimum. Hasilnya bunga bank yang turut mekar.
2. Kartu Kredit untuk Belanja Bulanan
Jangan pernah gunakan kartu kredit untuk kebutuhan sehari-hari. Never! But I did that anyway.
Tindakan ini adalah aksi gali lubang tutup lubang. Dan ketika lelah menggali, lubang tetap bertambah. Jeratan mematikan deh pokoknya. Jika Anda tidak punya uang untuk kebutuhan sehari-hari berarti Anda memang masuk kategori tidak mampu. Silahkan buat Surat Keterangan Miskin. =P
3. Dalih Pinjaman Lunak
Ketika saya tidak bisa membayar tagihan dengan jumlah lebih dari jumlah minimum, saya melakukan kejahatan. Menggunakan tabungan anak-anak saya. Sejak anak-anak lahir, saya memang berkomitmen bahwa berapa pun uang yang diterima mereka entah dari hadiah ulang tahun atau lebaran atau hasil jual kado perlengkapan bayi, itu semua adalah uang mereka. Untuk tabungan mereka. Oleh karena itu saya merasa tengah melakukan kejahatan saat menguras isi rekening mereka.
saya berdalih, nanti juga dibayar.
4. Pakai Terus Kartu Kredit Hingga Ledes eh Limit
Sudah tahu tidak mampu bayar tapi tetap pakai kartu kredit? Nah ini sudah masuk memprihatinkan alias pathetic. Habis bayar pakai apa lagi? Masa anak disuruh puasa minum susu? Itu pembelaan saya. Dan di akhir tahun, tagihan saya over limit.
situasi ini akhirnya terendus oleh suami yang karena kendala teknis terpaksa membuka file tagihan kartu kredit saya yang di-email ke akunnya.
Rekening anak kosong. Saya tidak punya tabungan. Utang kartu kredit sudah batas. Belum lagi utang lain-lain. Sebagai mantan reporter ekonomi, dia tahu ini masalah serius.
Lalu dia sepakat menambah nominal uang bulanan. Tidak seperti yang saya ajukan dua tahun lalu memang, tapi ada penambahan lah. Mungkin ada beberapa item yang menurutnya tidak masuk dalam anggaran. Ya sudahlah, suami kan bukan ATM istri.
namun, itu tentu saja belum cukup. Ada utang yang harus dilunasi dalam waktu dekat.
Ini tipikal saya. Saya suka menerjunkan diri ke krisis hingga dasar untuk kemudian naik lagi. Mungkin gaya yang harus diubah standarnya mengingat sudah ada dua bocah ikut di belakang. Tidak boleh gegabah walau rezeki Allah yang atur.
Bicara soal rezeki, ada banyak kata alhamdulillah saat saya memutuskan menyudahi aksi ngambeg saya dan kembali ke jalan yang benar. Selengkapnya ada di langkah-langkah menyehatkan kembali neraca keuangan Anda eh saya maksudnya.
1. Niat dan Motivasi Lanjutan
Tahu tidak apa yang jadi motivasi saya? Saya ingin nonton konser Bigbang lagi sekalian bawa anak-anak lihat Legoland. Ingin lihat 'selingkuhan' saya alias TOP Bigbang lagi setelah setahun kemarin saya hanya bisa meratap karena tidak ada jodohnya melihat dirinya langsung.
Ga papalah motivasinya alay banget. Yang penting hasilnya positif. Hehehe ...
Lagipula saya bosan iri sama mereka yang bisa dengan mudahnya jalan-jalan ke luar kota dan keluar negeri. Update foto di FB itu memang bikin ngiri. Dan saya sebenarnya bisa begitu, jika ada uang tabungan. Tentu saja harus bawa anak-anak, maklum.
2. Disiplin Keuangan
Setelah sekian lama, saya akhirnya membuka kembali file anggaran saya dan mulai menulis dengan detail perihal kebutuhan bulanan saya. Kali ini tidak dengan estimasi 30 hari melainkan 40 hari.
Segera setelah menerima uang bulanan suami, saya langsung belanjakan untuk kebutuhan bulanan. Sekaligus tapi bukan kalap dan ga ngoyo juga kalau kemahalan. Ini menghindari saya tidak punya uang di pertengahan bulan dan kehabisan ransum menjelang akhir bulan.
Dan setelah dua bulan, rupanya suami saya ada benarnya. Anggarannya memang tidak sebesar itu jika dikurangi oleh utang-utang.
Dan setelah sekian lama pula, di bulan Februari ini, setelah menambahkan pendapatan, saya kagum melihat sebesar apa yang saya hasilkan. Belum, belum jutaan kok ... Tapi cukup. Alhamdu ... Lillaaah ...
3. Kemudahan Itupun Datang
All of sudden, orderan jadi banyak datang. Diawali oleh si suami yang dapat order edit naskah keuangan. Dia bersedia honornya dibayarkan ke kartu kredit asal saya yang rapikan naskahnya di finishing akhir.
Saya sendiri juga dapat beberapa order edit. Tumben biasanya belum tentu ada sebulan sekali, tapi sekarang ada dua naskah dalam satu bulan? Ini namanya sedang 'dibantu'.
Yang menyenangkan menjadi freelance editor adalah uangnya bisa langsung digunakan karena tidak ada modal materi. Cukup modal otak, laptop, dan warnet. Fresh money banget. Dengan honor-honor ini saya bisa membayar 1/3 tagihan.
Lalu ada orderan kue-kue yang membuat saya bisa mulai mencicil utang saya ke anak-anak. Saya bahkan mulai mengisi lagi rekening khusus tabungan saya. Tentu saja disisihkan untuk modal beli bahan-bahan kue.
Saya juga melakukan hal yang membuat suami saya sedih. Menjual mahar saya. Harusnya saya lakukan sejak awal tahun kemarin, sebagai modal bakul kue. Hanya saja, faktor tidak enak sama mertua dan lain-lain, saya enggan menjualnya walau saya juga tidak bisa menggunakannya. Dan ketika pertengahan tahun lalu, mertua saya satu-satunya meninggal dunia dan suami melihat tagihan kartu kredit saya, dengan berat hati dia relakan. Toh, tidak semua. Daripada mubazir, ga bisa dipakai. Kata saya padanya. Hasilnya, bisa untuk membayar 1/3 tagihan lagi. Dan dengan menjual gelang dan anting mahar, saya juga bisa akhirnya mengenakan anting emas yang bisa muat di kuping saya dan tetap berjudul 'mahar'.
Lalu ada berita buruk yang sebenarnya berita bagus. Asisten rumah tangga saya pindah kerja. Lebih repot memang tapi mengurangi pos pengeluaran. Hehehe ...
Beberapa hari lalu saya dapat kabar gembira. Saya menjadi salah satu pemenang resensi buku '12 Menit' dan berhak atas hadiah uang. I feel like ... Oh, my God. In time like this ...
Tagihan itu masih ada, tetapi saya optimis dapat melunasinya dalam waktu dekat dan tetap menabung. Toh, bukan kemampuan membayarnya yang penting, melainkan kemampuan tidak menggunakan kartu kredit sama sekali yang sangat diuji. Saya harus mulai melupakan ada selipan kartu kredit di dompet saya.
Let's make money and grow it bigger =D
#My500Words' Effect
Because I've found out about #my500words from @JeffGoins by January 2nd, allow me to continue writing on my blog untill today. Well at least the one with the hashtag.
This January has been a speed for me. I think the year of horse has started when the date set on January 1st. It felt like riding a horse and sometime I felt like being a horse when everyday I tried to accomplished #My500Words mission.
With the slowest internet speed on earth, I finally wrote over twenty posts. Not all of them are 500 words, I suppose. But in average, I've reached it. Yeay.
Do you know how hard it was? To write #My500Words everyday? With all technical troubles you can name? Every single words for #My500Words were delivered from my cellphone. Yup, with my two thumbs. Always wrote them in the middle of the night and made me sleep by almost dawn. No baby, not easy. But I've got something valuable from here.
Some people said, well actually my husband said that I 'talked' too much to the social media. Means, I always talk bad about him. I remember one day I wrote something about me being really annoyed with my parents and suddenly not long after that my aunties asked me to join their FB contact. =) Yup, you may suspect many things. And eversince that time, I decided to write in english.
But apparently that didn't stop me. Though I didn't really mean (not always) to humiliate or to find allies versus my husband, but somehow my words would make him upset. And it would start a text message war between us. (we even argued in texts!) I even ever deleted him from my FB contact, just because I think it was useless for him to know.
But by taking this #My500Words opportunity I've learned to think clearly about my writings. You think, just because you have deadline everyday, it will make you write anything, good and bad? No, honey, especially when you need to publish and share your links everytime you posts somethings. And during doing it I found out that to write continuesly (especially with 500 words) would slowing down your emotions. You tried to think more carefully. Writing with too much emotions will force too much of your energy.
No wonder I always caught myself saying unnecessary things but then finally saw my blogs with lacks of writings yet too much negative emotional writings. I should've known the difference between blogs and diary earlier. Well, better late than never.
So as a chinese would see anything as something to make money, so do I. Eversince this #My500Words challenge, When I see things, I would ask myself, 'What can I write about this?' 'What do you want to achieve by writing it?' 'Does it have benefits for your readers? How much?' then the last yet not the least, 'How will I write it?' and after finished my post, I would ask again, 'what will I write for tomorrow?'
I'm sorry if I talk too much about me. Hope you are not getting bored of it. I am a mother who sometimes earn money from baking cupcakes or cakes and doing text editing. I never be the best of anything. Still learning. I never earn something big that make me fly accross the globe. Well, not yet. And for now, this is the only thing I could give.
I wish I could give you more excited, inspired and useful writings. But February have just come, let's enjoy your life and write about it.
This January has been a speed for me. I think the year of horse has started when the date set on January 1st. It felt like riding a horse and sometime I felt like being a horse when everyday I tried to accomplished #My500Words mission.
With the slowest internet speed on earth, I finally wrote over twenty posts. Not all of them are 500 words, I suppose. But in average, I've reached it. Yeay.
Do you know how hard it was? To write #My500Words everyday? With all technical troubles you can name? Every single words for #My500Words were delivered from my cellphone. Yup, with my two thumbs. Always wrote them in the middle of the night and made me sleep by almost dawn. No baby, not easy. But I've got something valuable from here.
Some people said, well actually my husband said that I 'talked' too much to the social media. Means, I always talk bad about him. I remember one day I wrote something about me being really annoyed with my parents and suddenly not long after that my aunties asked me to join their FB contact. =) Yup, you may suspect many things. And eversince that time, I decided to write in english.
But apparently that didn't stop me. Though I didn't really mean (not always) to humiliate or to find allies versus my husband, but somehow my words would make him upset. And it would start a text message war between us. (we even argued in texts!) I even ever deleted him from my FB contact, just because I think it was useless for him to know.
But by taking this #My500Words opportunity I've learned to think clearly about my writings. You think, just because you have deadline everyday, it will make you write anything, good and bad? No, honey, especially when you need to publish and share your links everytime you posts somethings. And during doing it I found out that to write continuesly (especially with 500 words) would slowing down your emotions. You tried to think more carefully. Writing with too much emotions will force too much of your energy.
No wonder I always caught myself saying unnecessary things but then finally saw my blogs with lacks of writings yet too much negative emotional writings. I should've known the difference between blogs and diary earlier. Well, better late than never.
So as a chinese would see anything as something to make money, so do I. Eversince this #My500Words challenge, When I see things, I would ask myself, 'What can I write about this?' 'What do you want to achieve by writing it?' 'Does it have benefits for your readers? How much?' then the last yet not the least, 'How will I write it?' and after finished my post, I would ask again, 'what will I write for tomorrow?'
I'm sorry if I talk too much about me. Hope you are not getting bored of it. I am a mother who sometimes earn money from baking cupcakes or cakes and doing text editing. I never be the best of anything. Still learning. I never earn something big that make me fly accross the globe. Well, not yet. And for now, this is the only thing I could give.
I wish I could give you more excited, inspired and useful writings. But February have just come, let's enjoy your life and write about it.
Langganan:
Postingan (Atom)