Saat hamil di trimester pertama, saya suka jalan-jalan
karena itu artinya bebas tugas dari masak dan tidak ada bau-bau dapur. Makanya
saya jadi rajin lobi suami buat pergi ke tujuan yang saya mau. Selera kami
berbeda, biasanya suami malas ke tempat yang ramai saat akhir pekan, tapi saya
juga ga mampu bawa dua bocah sendirian jalan-jalan ke TMII segede gaban di hari
kerja. Toh, tumben lobi saya berhasil.
Hari sudah siang. Naik taksi, saya sudah berpikir untuk
pergi ke Istana Air Tawar. Malika saat itu sedang suka hewan-hewan laut, tapi
karena Seaworld lagi sengketa, ga bisa ke sana deh kita. Maka, ke Istana Air
Tawarlah kami hendak pergi. Masuk TMII, kami disambut poster super gede
bertuliskan Wisata Spiritual. Hari itu tepat dengan malam 1 Sura. Melihat jadwal
acaranya mungkin lebih tepat disebut Wisata Klenik. Bersandingan dengan itu ada
poster acara aktor-aktor India Cari Cewe Indonesia. No comment lah saya.
Taksi tidak perlu bayar tapi ternyata mobil itu hanya
diperbolehkan jalan hingga sekitar tugu. Selebihnya? Ya, silahkan atur sendiri.
Begitu turun, kami langsung dihampiri seseorang. Rupanya penjaja motor sewaan.
Silahkan sewa motor matic seharga Rp50000,- per jam untuk keliling TMII. Kami
pikir, wah asyik juga, walau si ayah entah sudah berapa puluh tahun ga pegang
motor sendiri, boro-boro kenal matic. Jadilah suami latihan dulu, maklum
sekaligus bonceng dua bocah plus ibu hamil. Setelah titip KTP, kami pun melaju
dan diberi bekal peta TMII. Malika dan Safir yang paling senang lihat ayahnya
memboceng kami semua. Etapi, jeng jeng, jalanan muacete poooooll! Teknik
membawa motor jadi diuji di sini, apalagi kami lapar. Dan tiga dari kami kalau
lapar itu nyebelin hahahaha ... Awalnya kami mau ke tempat yang direkomen si tu
tukang sewa motor eh tapi dengan kemacetan seperti ini? Entah kapan bisa tiba
di tujuan. Jadi kami pun memarkirkan motor di seberang anjungan-anjungan
Sumatra. Sekadar mengganjal makanan untuk anak-anak, itu pun ngantri. Dan untuk
bermacet-macet ria di jarak yang dekat ditambah makan, sudah terlewat 1,5 jam.
Wow, Rp50000,- flied so fast!
TIPS 1: Cari makan dulu. Baru sewa motor. Banyak kok
motornya. Ga usah takut kehabisan. Itu memang kerjasama dengan pihak TMII-nya.
Saat makan kami memantapkan tujuan. Kayanya yang paling
dekat adalah Istana Anak. Baru setelah itu ke Istana Air Tawar. Dan sesuai
dengan permainan kesukaan Malika, bertualang, kami naik motor sambil membuka
peta. Apalagi itu motor lebih sering diseret ketimbang dilaju hehehe ....
Sampai juga di Istana Anak. Lokasi tempat foto prewed-nya
Uya Kuya ini sempat berjaya di masanya. Saya rasanya belum pernah ke sana.
Dengan harga tiket Rp10000,- per orang kami pun masuk. Istana Anak memiliki
pelataran yang cukup luas. Di sebelah kanan ada semacam terowongan berbentuk barong
dengan ukiran batu bergambar dinosaurus yang kemudian akan terhubung
dengan terowongan besi-besi. Di sebelah
kiri ada arena bermain. Di depan pintu istana sudah berdiri badut-badut untuk
keperluan foto. Sayangnya, jenis badutnya ga update. Masih kalah dengan yang banyak
berkeliaran di Monas.
Ternyata untuk masuk ke dalam istana bukan lewat tengah tapi
dari belakang. Jadi kami menembus istana untuk melihat sebagian dari air terjun
di kolam renang dan ruang terbuka. Setelah naik tangga, kami ketemu lagi open
space di bagian atap. Saya pikir ini istana bisa dimasuki, mungkin sejenis
museum lucu-lucu. Cerita tentang princess-princess dari seluruh dunia kek atau
para dewi-dewi ala Indonesia. Jadi ga bangunan kopong macam rumah contoh.
Setelah foto-foto, Malika sudah ga sabar ingin ke arena
bermain. Sebenarnya sih ya, saya rada malas ke arena bermain itu. Untuk
permainan standar macam ayunan, jungkat jungkit, atau panjat-panjatan sih
memang tidak bayar, tapi masak jauh-jauh ke TMII buat main beginian saja? Kami
tawarkan coba naik kereta Kelinci. Yah lebih murah dari naik kereta di mal
tentu saja, hanya Rp10000,- per orang. Suami ga ikutan naik, biar dia jadi juru
potret aja. Saya, Malika, dan Safir yang naik. Ga harus menunggu lama sih.
Rutenya? Hmmm ada yang aneh dengan rutenya. Tetep ya bawaannya mau kritik. I
mean, ga interaktif sama sekali. Okelah melihat pemandangan, tapi masalahnya
kebanyakan pemandangan adalah bagian belakang bangunan, jadi rasanya gimanaaa
gitu. Anjungan utuh yang dilewati paling juga Timor Timur itu pun sudah
prihatin karena bukan bagian dari Indonesia lagi. Lalu ada semacam terowongan
kereta dari tanah yang tidak terpakai. Lalu, hanya ada lagu anak-anak yang
membahana, pake tour guide kek. Tapi mau jelasin apa ya? Asal usul kloset yang
sudah tidak dipakai lagi di gedung sebelah sana itu? Ah, padahal rutenya
lumayan panjang.
Bicara soal kloset, ya ampyuun klosetnya tini mini biti
banget yak. Emang sih istana anak-anak tapi kalo urusan ke kloset kan minimal
bareng emaknya.
Nah di ujung rute kereta kelinci saya melihat ada satu
gedung di istana tersebut yang dari papan namanya adalah perpustakaan. Namun,
bisa ditebak, sudah tutup. Ah, sayang.
Begitu saya longok lebih dalam ketika anak-anak di arena
bermain gratisan itu, selain tempat shalat, di dalam gedung itu ada ruang untuk
pentas-pentas. Mungkin dongeng atau semacamnya. Entah kapan terjadinya karena
di anjungan lain sibuk dengan acara 1 Sura nya, istana Anak yang ga punya acara
khusus. Ah, sayang (lagi).
Arena bermain itu memang ga semuanya gratis, untuk mandi
bola, helikopter, dan mini roller coaster harus bayar lagi. Ga mahal sih,
Rp5000,- sajah. Cuma kok rada ga efektif ya, bentar-bentar bayar. Ga bisa apa
pasang harga Rp30000,- di tiket masuk, bebas main apa saja? Kecuali berenang.
Anak-anak sih maunya main di situ terus, habis banyak
anak-anak lain sih. Terus memang wahana main old schoolnya juga banyak. Lumayan
terurus, masih banyak yang bisa dimainkan. Spotnya juga ada beberapa di sekitar
Istana Anak ini. Namun, berhubung sewa motor nih, dan ada beberapa lokasi yang
mau dikunjungi, agak dibujuk dulu deh mereka supaya segera udahan.
Lokasi selanjutnya, Istana Air Tawar. Pede memegang peta dan
petunjuk eeeeeh salah jalan.
TIPS 2: Baca dan lihat peta baik-baik, ada jalanan yang
tertutup dengan gambar-gambar gedung. Kalau sudah terlewat, tidak bisa langsung
balik kanan. Satu arah cuuuy.
Nah karena satu arah itulah Suami males banget harus
memutari TMII lagi. Untuk sekadar pengetahuan TMII ada apa saja sih cukup, saya
jadi tahu mau ke lokasi apa jika ke sini lagi suatu hari nanti.
Setelah batal ke Istana Air Tawar terus ke mana? Keong Mas?
Ah sudah lewat tayang bioskopnya. Padahal setiap jam ada. Dan kami melewatkan
pentas terakhir. Sudah jam 3 sore. Kasir di otak saya memutar harga sewa motor.
Haiyah, kudu segera dikembalikan nih motor. Tapi kita mau ke mana? Ya suds
kereta gantung. Lagi-lagi hanya bertiga, biar suami bisa kembalikan motor. Toh
posisinya di bagian depan TMII tidak begitu jauh dari tugu. Harga kereta
gantung Rp40000 per orang dan antrinyaaaaaa .... naudzubillah min dzalik. Pas
masuk ga keliatan tuh antrian. Begitu dah di dalam setelah beli tiket, OMG ada
berapa kelokan yang harus kami lewati dalam bentuk antrian? Pokoknya lama betul
deeeh. Mau undur diri, sayang duitnya hahahah ... ya suds, ke TMII ga naik
kereta gantung itu ga afdol. Kereta gantung ini legendaris.
Daaaan akhirnya bisa naik juga. Kereta gantung ini minimal
memuat tiga orang, mungkin kalau hari biasa ga dihitung kali ya. Kan buat yang
pacaran, masa bertiga sih? (ah, jadi inget kereta gantung di Ancol hiiiy). Anak-anak
sih senang. Bisa lihat dari atas penampakan danau berbentuk peta Indonesia.
Bisa lihat macam-macam lah dari atas. Tapi ...
TIPS 3: Bumil naik kereta gantung? Hati-hati, bisa
menyebabkan pusing.
Padahal saya tidak takut ketinggian loh hehehe ...
Rutenya lumayan panjang, yah ga domplang banget dengan
ngantrinya lah. Kondisi kereta juga bagus. Ada spot bening cukup panjang di
kedua pintunya, jadi bisa lihat ke bawah langsung. Tidak sebesar spot di kereta
gantung Singapura loh ya. Itu mah lumayan bikin ngilu.
Setelah dari kereta gantung, baru deh makan lagi. Di sana
yang bertebaran adalah CFC. Anak-anak kelaparan juga, belum makan yang betul
dari tadi. Syukur bawa suplai minuman cukup banyak. Sudah kenyang, masih sore
di TMII, beberapa wahana sudah mulai tutup. Kami pun memutuskan nongkrong di
sekitar Tugu. Nimbrung yang main gelembung sabun atau sekadar menikmati yang
sedang main pesawat or layangan. Ga perlu beli-beli. Bokek. Ternyata TMII ini
menguras duit banyak juga kalau dadakan kaya gini. Bisa dibilang ga malu-maluin
lah peninggalan Ibu Tien ini. Cuma ya itu, di upgrade dong fungsinya. Ga ada
bagian kreatifnya apa?
Jelang magrib, kami pun pulang dengan taksi yang banyak
ngetem di sana. Akhir kata ....
TIPS 4: Jangan ke TMII saat akhir pekan. Serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar