Selasa, 20 Februari 2018

SELASHAring: Demi Perayaan Ulang Tahun Si Kelahiran Juni



Bagi anak SD, saya waktu itu, merasa perayaan ulangtahun itu penting. Karena jadi momen ketika saya dapat mengundang kawan-kawan saya, menyuguhi mereka makanan lezat, dan kemudian saya mendapat tanda mata dari mereka. Maklum, kedua orangtua saya bekerja, sehingga kalaupun saya membawa satu-dua teman ke rumah, saya hanya bisa menyediakan telur dadar karena makanan yang di meja sudah dijatah untuk orang rumah.

Namun, membuat perayaan ulang tahun itu tidak mudah. Bahkan untuk sekadar menerima ucapan ulangtahun saja, sulit. Apa sebabnya? Karena saya terlahir di pertengahan bulan Juni. Pada zaman Orde Baru, pada saat itu selama berpuluh-puluh tahun pastilah sedang libur panjang sekolah. Tidak ada kawan yang ingat, apalagi mengucapkan selamat. Terkadang saya berharap saya lahir di bulan yang berbeda ....

Bukannya tidak pernah diistimewakan. Mama punya tradisi menggorengkan ayam ala KFC dalam potongan besar dan boleh makan sesukanya, setiap akhir pekan ulangtahun anak-anaknya. Dan tak lupa, mama akan mengulang kembali kisah detik-detik kelahiran anak yang ulangtahun saat itu. Tapi ... Tetap saja, I want to invite all of my friends.

Hingga kemudian entah apa yang merasuki saya. Hari itu saya ulangtahun. Dan tentu saja sedang libur panjang di rumah saja. Dan tiba-tiba ... Saya bangkit dari kasur, lalu keluar rumah. Mendatangi satu per satu rumah kawan saya dan menyampaikan pesan, “Datang ya ke pesta ulang tahun saya, jam 4 sore.”

Seperti yang sudah diduga banyak kawan yang tengah pergi berlibur. Ketika saya kembali ke rumah, saya tidur-tiduran lagi (atau mungkin menonton televisi). Menunggu. Tak bicara sepatah kata pun pada orang rumah. Apalagi itu hari kerja. Saya lupa apa yang saya rasakan saat itu. Dan kemudian jam 4 sore pun tiba, tidak terjadi apa-apa. Lalu jam semakin lewat dan tak lama ada suara kecil memanggil dari luar pagar. Bukan satu tapi dua ... kawan yang rumahnya paling dekat dengan saya sudah datang. Berpakaian apik. Membawa kado.

JEEENG!

Kakak saya yang kemudian akhirnya tahu bahwa saya mengumumkan pesta ulang tahun ke teman-teman (dan tentunya bukan dari saya), sontak kelabakan menyediakan suguhan. Sedangkan saya pura-pura mandi ^^

Ya ampun, mau dikasih apa anak orang?

Ada yang beli mie instan. Bongkar-bongkar lemari cari kue.  Wakakaka heboh lah. Belum lagi, kemudian orangtua saya pulang. Dan terbengong-bengong.

Pada akhirnya, dua kawan itu bukan jadi tamu undangan tapi lagi iseng aja mampir pakai baju bagus. Tidak ada lagi soalnya yang datang. Disuguhi mie instan dan kue kaleng biru. Mereka juga sama bingungnya. Tapi melihat muka saya yang cengar-cengir saja, kayanya tidak ada harapan mencari keterangan dari saya. Papa sempat mengabadikan momen itu, tapi fotonya di rumah orangtua saya hehehe ....

But, I was happy actually.

Jarang-jarang saya spontan begitu. Sering ngerepotin memang gaya saya, tapi biasanya bukan karena ide spontan hehehe ...

Dan hingga kembali masuk sekolah dan kawan-kawan mengeluh soal pesta hoax itu, saya tetap senang.

Serius, bahkan hingga sekarang saya tidak habis pikir dengan motivasi saya.

Saya baru berhasil mengundang kawan-kawan ke rumah saat ulangtahun dengan tata tertib yang baik, selepas kuliah. Yang diundang kawan-kawan kuliah. Sekitar 10 tahun kemudian. I finally have cake with candles to blow hahahah ... Saat itu rasanya, okeh, mission accomplished.

Ulangtahun sendiri kemudian menjadi makna yang personal bagi saya. Saya yang kemudian belajar menerima keadaan bahwa akan selalu kena liburan sekolah, menikmati ketika ketiga kakak saya menyeruduk masuk kamar di pagi hari dengan muka gembira dan menyanyikan selamat ulang tahun dengan gaya lucu-lucu-padahal saya sudah SMA. I guess, selain orangtua saya, merekalah orang-orang pertama yang menyambut kelahiran saya secara real time. I feel like, for better or worse, I'm still their little sister. So it means alot.

Seringkali, ketika saya begitu tidak percaya diri hendak melakukan sesuatu (banyak sih sesuatunya), mengingat kenekatan saya ini seperti motor semangat yang menyala kembali. Dan peristiwa itu membuat saya memahami bahwa bagi saya yang penting bukan hasilnya, melainkan apakah proses perjalanannya membuat hati saya senang. Kalau sudah senang, walau gagal, pasti mau mencoba lagi.

Kalau dipikir-pikir ada sekian banyak kenekatan saya, yang terutama tertumpah dalam hal menggebet cowo ^^ tapi walau sering memalukan, selalu ada sisi saya yang bangga dengan keputusan itu. Cause you’ll never how far you will go, if you don’t go through it ...


10 komentar:

  1. Hehehehe saya malah belum pernah tuh dirayakan ulang tahunnya. Pernah sekali datang ke ulang tahun temen dekat dan menjadi teman pertama yang datang, itu sunguh membahagiakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, coba aja bikin sekali, mba. Lucu2an aja heheeh

      Hapus
  2. Aku belum pernah ulang tahun. :'D Tapi yang penting, anakku bisa merasakannya, biar nggak penasaran pas udah besar nanti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, anak2 jg pernah satu kali niat dirayain .. Syarat accomplished aja hehehe

      Hapus
  3. Nyesek. Dulu ulang tahunku juga jatuh pas hari libur sekolah.

    BalasHapus
  4. MBa kupun lahir bulan juli yes banget zaman dulu bulan juli itu libur lama dan aku jg ga pernah rayain ultah sama temen tp sekalinbikin pesta yg diundang anak2 di komplek rumah nenek manalah kenal wkwkwk yg penting ultah begitu ucap almh ibu

    BalasHapus
  5. Hahaha... Saya malah punya pengalaman kebalikannya. Diundang ke pesta ulang tahun teman teteh saya. Undangannya pake kartu undangan tapi pas nyampe rumahnya ternyata orang tuanya gak tau kalau ada pesta. Akhirnya kita pulang lagi, padahal udah susah2 minta uang ke mama buat beli kado yang hanya sabun batang wkekwkek... xD sebel, kecewa, dan impian bisa makan kue di sana pupus sudah. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin itu yg dirasakan kawan2ku waktu itu ^^

      Hapus