Kamis, 30 April 2015

KAMYStory: Puncak Petualangan Bumil


Apalah lagi puncak petualangan seorang bumil selain daripada proses melahirkan. Proses yang mengubah status bumil menjadi busui jika segala sesuatunya lancar. Adalah suatu subuh di hari Jumat, saya terbangun dan kemudian beser sebelum masuk kamar mandi. Yang terpikir oleh saya saat itu, “wah kejadian kaya waktu Safir, niy.” Namun kemudian the other me bilang, “ah masih pesing kok baunya, berarti bukan ketuban.” Dan kemudian dijawab lagi oleh yang lain, “Kalau air seni mah ga sebanyak ini keles.” Dan selagi dua jati diri saya itu berdebat, saya meneruskan kegiatan sehari-hari di pagi hari hingga siang menjelang, dan saya pun meragu. Saya sendiri juga antisipasi jikalau memang itu ketuban, maka saya banyak-banyak minum air putih. Waktu Safir dulu sempat tertelan ketuban yang sudah berubah warna itu.

Setelah makan siang, saya ajak anak-anak main di bawah. Hari itu memang tidak ada jadwal ke Gen Cerdik, makanya baru turun ketika siang. Saat anak-anak main, saya pun chatting dengan teman saya yang juga tetangga. Saya jadi makin ragu. Saya ungkapkan ingin USG di klinik ibu dan anak yang ada di Kalibata City saja, mengingat waktu itu kan hari Jumat, perjalanan ke RS Tambak itu rasanya jauh sekali. Diteleponlah si klinik oleh teman saya, rupanya tidak ada dokter dan bidan yang stand by. Bah, dengan ribuan penghuni di sini masa ga ada dokter or bidan yang standby (belakangan saya baru tahu bahwa ternyata ada loh yang melahirkan di unit). Dan karena teman saya juga bumil, tingkat pressure lebih tinggi untuk segera memeriksakan kandungan apakah memang pecah ketuban atau tidak. Saya sms dokter Botefilia, dan beliau juga menyarankan segera periksa ke RS Tambak.

Waktu sudah hampir jam 3, pasti macet banget. Ortu masih di luar Jakarta. Suami masih di kantor (masih syukur ga lagi di luar kota juga). Skenario yang sudah saya siapkan buyar semua. Akhirnya saya buat anak-anak tidur siang, saya sms abang saya untuk datang ke Kalibata City, dan ketika anak-anak tertidur, saya turun sudah ada abang saya dan serah terima kunci, lalu saya pun ke RS Tambak. Naik ojek. Tenang, ga lagi extreme game kok, ini karena saya ga mulas saja. Walaupun teman saya sudah menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke RS Tambak, tapi yah biar cepat saja. Macet, bo!


Di RS Tambak
Setibanya di sana awalnya berjalan sesuai prosedur; rekam jantung, cek ketuban, lalu periksa dalam. Hasilnya positif ada yang rembes, tapi ketuban masih ada. Pembukaan yang belum ada. Dokter Bote yang datang menjelang magrib pun kemudian memutuskan untuk induksi. Hery sudah datang saat itu, kebetulan sedang rapat di daerah Senayan, jadi ga terlalu terjebak macet. Sementara menunggu suami, saya berkoordinasi dengan kakak perempuan saya. Dengan sok tahunya, saya katakan mungkin akan lahiran malam ini, jadi Hery bisa pulang besok pagi dan menemani kakak saya mengurus dua bocah yang kehilangan induk. Kebetulan abang saya ada pelatihan keesokan paginya jadi hanya bisa menemani keponakannya hingga subuh.

Lucunya, tiba-tiba ibu saya telepon. Saya pikir, apa beliau sudah mendapat update facebook saya? Rupanya mama telepon awalnya untuk memberitahu anak-anaknya di Jakarta bahwa mama papa hari itu akan terbang dari Inggris ke Belanda lalu keesokan harinya terbang kembali ke Jakarta. Diteleponlah sesuai urut lahir, ketika menghubungi abang saya ternyata tidak nyambung, kata abang tertua saya yang di Inggris mungkin ada di rumah saya, jadilah telepon ke saya. Eh malah dapat kabar sudah di rumah sakit. Hehehe ...

Lalu kemudian segala sesuatu berjalan lambat. Induksi yang tadinya diputuskan dipasang saat magrib, malah baru tertancap pukul 9 malam. Katanya saya disuruh makan dulu, eh makanannya lama bingit datangnya. Dan ga tahu ya, apa karena faktor U atau gimana, tapi toleransi sakit saya kok menurun ya. Ketika pasang infus biasanya saya ga harus menahan nyeri, tapi waktu itu bahkan harus tiga kali tusuk baru dapat jalurnya dan rasanya kok sakit ya? Belum lagi sekarang ada suntikan tambahan, tes alergi, dilakukan di bawah kulit dan rasanya amboy panas dan pedih.

Tetesan infus memang sengaja dilambatkan karena rahim saya ternyata belum membuka, tapi kemudian setelah lama tidak merasakan mulas dan saya tidak bisa tidur juga hingga tengah malam, saya menyadari bahwa infus saya tidak menetes sama sekali entah sejak kapan. Susternya pun jarang menengok. Saya bingung. Sepi sekali di kamar itu. Padahal waktu Malika, susternya seolah tidak berhenti melakukan pemeriksaan dalam hingga saya ilfil. Jam dua baru datang susternya dan kemudian memperbaiki infusnya. Dan tidak periksa dalam. Baru deh saya bisa tidur.


Seperti Melahirkan Balon
Bangun pagi disambut sarapan pukul 6. Selera makan saya memang tidak berubah, toh mau melahirkan kan butuh energi. Usai suapan terakhir, setengah jam kemudian, barulah mulas itu datang. Saat bolak-balik ke kamar mandi dan berpapasan dengan suster yang selalu bertanya sudah mulas atau belum, saya katakan sudah. Dan sepanjang acara gosip di televisi mulas itu makin menjadi. Jam 7  suster datang dan bertanya yang sama, saya bilang sudah mulas dari setengah jam yang lalu dan tidak berhenti. Lalu dipasanglah alat rekam jantung dan rencananya setengah jam kemudian akan periksa dalam. Nah, saat sedang rekam jantung itulah, saya merasa seperti ada sedikit pup keluar. Saya katakan pada suami untuk lapor ke suster, karena suster itu sebelumnya bertanya apakah sudah keluar lendir dll. Ketika suami mencari suster, saat itulah ada yang sudah mendesak di vagina. O-o, ada yang sudah mau keluar. Saya buru-buru miring. Dan ketika suster datang (itu pun kayanya suster anak yang sedang persiapan kamar bersalin untuk operasi cesar), gelombang mulas itu makin menjadi. Saya masih di ruang kala saat itu. “Jangan ngeden dulu ya, bu!” Maksudnya saya disuruh tenang supaya bisa turun tempat tidur dan pindah ke kamar bersalin.


Yeah, right. Disuruh tahan ngeden lagi gue. Manusia emang suka kebanyakan ngatur ya? Belum mulas disuruh mulas pake induksi, giliran dah mau keluar malah disuruh tahan, menurut lo?

Apa lacur saya tak sanggup pula, pertama-tama saya merasa seperti ada balon menyembul dari kedua kaki saya yang terkatup. Dari teriakan susternya, kantung ketuban saya mengembang. Ok, gue ga mau tahu deh bentuk kaya apa. Diusap-usaplah punggung saya, dan si balon masuk lagi. Hanya bisa tenang beberapa detik lalu yang mau keluar sudah tidak bisa ditahan lagi. Saya rasakan lagi di kaki saya, dan saya teriak, “sudah keluar, sudah keluar.” “Oh, iya!” suster itu berteriak-teriak memanggil seniornya, “ayo bu telentang.” Dan keluarlah bocah itu, ditangkap seorang bidan. Tangisnya tak terdengar karena masih terbungkus kelatup. Begitu dibuka baru deh nangis, dan dengan cepat tubuhnya membiru karena kedinginan. Tak berlama-lama IMD, suster anak segera membawanya ke ruang rawat bayi karena kotak penghangat belum disiapkan.

Para suster pun bahkan sempat kalut hingga bingung mau kasih tahu dokter Bote atau tidak. Si junior berpikir, ah tak usah kan sudah OTW. Si senior membalas, perkembangan itu harus update harus real time, kasih tahu dokternya!

Lha, piye. Tumben niy RS Tambak.

Dan saya dibiarkan mengangkang dengan plasenta masih di perut. Menunggu dokter Bote yang setengah berlari datang 10 menit kemudian. Dari raut wajahnya saya tahu dia kecewa tak bisa ‘menangkap’ anak ketiga ini dan kecewa dengan para perawat yang sudah diberitahu berkali-kali untuk segera memberitahunya ketika saya sudah mulas karena punya riwayat cepat lahir pasca induksi.

Tapi tenang, saya masih menyisakan banyak tugas untuk dokter Bote. Di ruang kala itu, dokter Bote mengurusi plastenta. Melakukan jahitan (yang terasa sakit karena tidak ada bayi yang IMD). Dan memasang IUD.

Bayarnya jadi lebih murah? Ah ga, dihitung sama kok. Entah kenapa. Tapi yah mengingat masih dokter juga yang menangani pascalahirannya, saya tak masalah.


Selamat Datang Panglima
Saat positif hamil lagi, saya tahu bahwa untuk anak ketiga ini perannya adalah Panglima. Setelah Malika (si ratu), Maulana aka Safir (si cendikia), maka selanjutnya adalah pemimpin pasukan. Dan rupanya saya baru tahu dari Olimpiade Indonesia Cerdas ada undang-undang yang menyatakan bahwa ketika kepala negara dan wakilnya tidak bisa menyambut kepala negara, maka selain sekneg dan menteri dalam negeri, yang berwenang menyambut adalah Menteri Keamanan. Nah, bener kan urutan saya?

Nama yang pertama muncul adalah Umar diambil dari Umar bin Khattab. I always think he was totally cool. Nah, untuk yang perempuan, saya agak bingung. Mau ambil nama panglima perempuan siapa ya? Masa, Joan, dari Joan of Arc? Eh saya baru ingat, buat apa jauh-jauh cari nama orang beken kalau ada keturunannya. Ya, tak lain tak bukan, buyut saya, Cut Nyak Meutia. Jelas pejuang beneran, secara fisik, memimpin sendiri pasukannya pasca suami tewas, bahkan sambil membawa anak semata wayangnya. Keluar masuk hutan. Nah, karena saya tidak bisa meneruskan gelar Cut atau Teuku ke anak-anak saya, maka penyematan nama buyut ini sekiranya dapat menjadi pengingat bagi saya dan anak cucu saya tentang apa yang diperjuangkan para leluhurnya.

Saya kemudian berkata pada Hery, “pokoknya kalau anak laki, pakai Umar, anak perempuan pakai Meutia. Selebihnya terserah kamu.”

Ketika sudah valid bahwa si janin adalah perempuan, barulah keluar nama lengkap dari Hery sebagai lanjutan dari Meutia. Kamal Baiduri. “Kamal” adalah nama datuk saya, kata Hery sih biar adil. Maklum, Ibu saya ini memang agak kompetitif orangnya, jadi daripada nanti terjadi kecemburuan maka dipilihlah nama “kamal”. Which is not bad. Datuk saya ini juga pejuang, sempat aktif PRRI kalau tidak salah. Dan beliau meninggal persis di mimbar saat hendak menyampaikan khotbah usai shalat magrib di masjid. Kata “kamal” itu sendiri hadir di wahyu TERAKHIR yang turun, yang artinya kalau tidak salah di kisaran, penyempurna atau disempurnakan. Lupa sayah. Nama tengah ini tadinya mau diganti sama Hery begitu anaknya lahir. Saya mulai sebal dengan gaya plin plannya, jadi saya segerakan pengumuman nama lengkapnya di medsos dan sms kedua orangtua saya. Hahahah .... kalau diganti pasti nanti diambekin mama seumur hidup wakakak...


Sedangkan “baiduri” adalah nama sejenis berlian. Agak jadul memang. Hehehe ... ya sudahlah, pada pukul 07.35 lahirlah anak ketiga kami, Meutia Kamal Baiduri, hari Sabtu, hari TERAKHIR dalam seminggu, 18 April. Semoga menjadi anak yang selalu dilindungi Allah SWT. 

PS: fotonya ga usah yak, tak sempat daku transfer fotonya... 

Jumat, 10 April 2015

Saat Ditanya Mau Kado Apa

Jelang melahirkan suka ge er kupingnya ketika ada teman yang bertanya, “mau kado apa?” Suka terharu gitu sik, hehehe ... Padahal teman saya mungkin memang bingung betulan, maklum sudah mau anak ketiga, jadi yaaah emang masih perlu apa lagi ya?

Sedangkan saya di minggu-minggu terakhir malah sudah malas memikirkan keperluan bayi. Bukannya bikin wishlist yang betul malah bikin wishlist yang sangat mendekati dengan kenyataan.

Memang sih anak ketiga sudah ga terlalu neko-neko juga kepengennya, apalagi tinggal di unit yang ‘gede’ banget ini, selektif banget jadinya. Mainan? Ah, sudah pengalaman, mainan kakak lebih menarik. Atau mainan si adik jadinya dimainin sama kakaknya. Ga usah lah. Baju? Sudah punya segambreng, padahal dulu sudah pernah dihibahin ke orang-orang segambreng. Dilalah, dapat banyak lungsuran. Alhamdulillah. Hmm apalagi ya?

Kepala saya berputar mencari-cari sesuatu dan kemudian berhenti pada suatu benda yang teronggok di pojokan. Ah, saya tahu. Saya perlu ransel baru.

Selama lima tahun berturut-turut, ransel bayi itulah yang saya pakai. Dapatnya juga dulu gratisan karena ikut kuis di majalah saat hamil anak pertama. Terpakai hingga sekarang. Dengan bahan kulit berwarna merah marun dan sedikit aksen garis vertikal, buatan cocopop ini emang ga keliatan seperti ransel perlengkapan bayi. Jadi ayahnya yang gayanya britpop masih pantes pakai ransel itu. Sekarang, model sejenis sudah tak ada.

Saya memang rada cerewet soal tas (yah dan segala atribut fashion lainnya) karena paham betul dengan tubuh sendiri. Walau penyuka ransel, tapi bahu saya yang kecil tidak bisa menampung ransel yang terlalu besar. Dan karena nanti akan pakai gendongan bayi dengan tali seperti tali ransel, saya jadi bingung kira-kira saya harus pakai yang seperti apa? Kalau terlalu tipis nanti ga pantes dipakai suami. Ransel dengan tali serupa apa muat di bahu saya? Belum lagi saya penganut banyak kantong  di tas itu baik hehehe ... lumayan buat sembunyiin barang berharga, karena saya tidak akan bawa tas lain untuk segala dompet dan hp. Nah, ribet kan? Sudah cari di mal, tapi ga ketemu. Ya suds, mari kita cari online.

Akhirnya saya coba buka www.shopious.com sebagai tempat fashion terlengkap, baru, dan terjangkau setiap hari. Tiga hal yang memang diperlukan untuk saya yang cerewet ini. Lebih lengkap soal Shopious bisa dilihat di video ini yaa.


Saya sadar bahwa mencari ransel itu pasti lebih sulit ketimbang mencari handbag. Sudah jamak bagi para wanita untuk lebih memilih handbag, saya sih lagi-lagi pertimbangan ukuran bahu. Paling mentok ya selempang karena saya butuh sesuatu yang handsfree. Namanya juga sambil pegang anak-anak, kalau ada apa-apa ya repot, apalagi rada alergi nanny, tangan prioritas buat anak-anaklah.

Jadi ketika saya buka folder backpack di www.shopious.com dan dapat jatah tiga halaman, saya sudah senang banget. Dan pencarian pun dimulai. Ga mau yang desainnya cewek banget—bye-bye tas desainer. Ga mau ransel yang kaya anak sekolahan—bye-bye merk tas sporty. Ga mau yang dari bahan kanvas karena kalau ada minuman tumpah di tas, langsung ketahuan—bye-bye tas dengan motif vintage. Cepet banget tereliminasinya hahahaha ....

Baguslah, foto-foto di galeri berguguran dengan segera. Dan mata pun melihat yang terpilih. Tabuh drumnya. Yang ini niiiy ....


Gambar diambil di sini

Hahaha kembali ke selera kpop. Ga niat sih, kalau niat mungkin sudah ambil tas dengan tulisan nama boyband korea, tapi sayang tidak ada edisi Bigbang dan bahannya kanvas hehehe. Kalau ditilik-tilik sih cukup besar ya (atau modelnya yang kecil?), terus bahannya bukan kanvas alias kulit. Warna hitam yang ga terlalu cewe banget buat ditenteng suami sesekali. Daaaan, orang ga bakal nyangka kalau tas beginian isinya popok, sabun bayi, susu, jus, dkk hahahaa. Ah mudah-mudahan ada kantong lagi di dalamnya, soalnya ga dikasih liat sih di fotonya. Mungkin biar ga ketahuan semua detailnya kali yaaa ...


Harga hanya Rp178000,- dan tersedia warna ungu dan hitam. Lha gue jadi promo begini. Nah, siapa yang mau beliin? Silahkan yang mau patungan hihihihiy.... 

Kamis, 09 April 2015

KAMYStory: Misi (Belum Berhasil) Memisahkan Kamar Tidur


Sejak ketahuan hamil, misi untuk segera memisahkan tempat tidur anak-anak dengan saya pun muncul. Misi itu kian mendesak ketika bayi di dalam perut sudah tahu menendang. Jadi tidur malam itu rasanya seperti ditendangi dari berbagai penjuru, kiri-kanan, luar-dalam, dan saya mulai senewen.

Lalu dibuatlah tempat tidur untuk anak-anak di kamar sebelah. Bagi yang tahu ukuran unit di kalibata city pasti ngerti dong, gede banget ruangannya. Kami pasang exhaust supaya bisa menyerap langsung udara AC yang terpatri di kamar saya. Dan sejak akhir Januari, kamar siap diujicoba.

Hasilnya? Ya jarang menetap sampai pagi siy, seringnya jam 3 satu per satu masuk ke kamar. Bilangnya sih gerah-emang gerah ternyata. Entah apa yang salah. Lucunya ketika pindah ke kamar saya dan langsung saya matikan ACnya, mereka tetap aja lanjut tidur sampai bangun keringatan. Lha jadi masalah ne opo?

Awalnya, Saya  biarkan saja, toh aslinya penganut bahwa biarkan anak tidur sama kita sampai si anak siap. Cuma karena ga nyaman terus Malika sudah mau lima tahun, yang sudah dekat dengan batas usia boleh tidur bareng orangtua dalam agama. Lagian, saya waktu kecil juga gitu, ngincer pegang tangan mama. So ya sudahlah yaaa ...

Tapi lama-lama jam migrasinya kian maju, paling bete kalau saya sendiri pun belum terpejam sudah ada yang masuk. Biasanya Safir duluan memang. Akhirnya beberapa kali jadi ada drama tengah malam ^^'

Lha begimane niy, adeknya dah mau lahir, tapi masih ada yang nguntit?
Terkadang terpikir sih, jangan-jangan Safir ini merasa kalau adiknya akan lahir jadilah dia kumat galaunya. Yaah, alamat kudu stok bonus kasih sayang. Taela kasih sayang aja kudu jadi bonus. Hehehe ga, inget Malika dulu. Waktu Safir lahir, dua bulan pertama ya urusannya entertain Malika yang galau. Biar ga bangun tengah malam trus ajak main bapaknya sampe jelang subuh. Dulu solusinya ya itu, diboboin bareng-bareng satu kasur (bapaknya ga ikutan ya, ga muat). Kayanya ga bosen-bosen mereka nyiumin ketek Amynya ^_^'

Oh apakah ini akan berakhir menjadi sekasur berempat? Ngek ngoook. Ataukah menjadi tidur yang kemudian migrasi pada dini hari? Ah pusing pala Barbie. Gimana kalau punya rumah baru aja? Yang kamar anaknya bisa dipasangin AC. haiyah, anak Indonesia kok ya ga mau panas.

Jadi intinya, saya masih berusaha. Harus diterusin karena dah ada tempat tidurnya. Soal standar naaah itu yang kudu dibicarakan ulang (sama diri saya sendiri). Solusi pengaturan ruangan, yah masih menunggu rezekinya hehehe ...

Minggu, 05 April 2015

hoMYNGGU: (Review Sekolah) Multiple Intelligence di Gen Cerdik

Akhirnya si Amy menyerah juga. Ga sanggup deh lagi hamil begini tapi juga harus ngehomeschooling anak-anak. Dan pencarian tempat berkegiatan untuk Malika  dan Safir pun dimulai. Awalnya cari yang dekat-dekat dengan tower tempat tinggal, ada beberapa tempat kursus calistung tapi kok ya sebel dengar penjelasannya. Lalu sudut mata melihat di sebuah sudut, ada promo tempat edukasi baru, tapi baru saja saya akhirnya punya tenaga untuk menghampiri stan promo tersebut, eh sudah ga ada. Jadilah saya ke tower Sakura, dengan plang nama besar bertuliskan Gen Cerdik.

Begitu masuk ke ruangan yang memang hanya satu itu, anak-anak langsung menghambur ke arah rak-rak yang isinya mainan. Sementara saya duduk di meja penerimaan. Waktu itu memang sepi, hanya ada dua tiga orang di dalam sana. Mungkin belum ada kegiatan belajar mengajar.
“Kegiatannya, bermain.”

Jelas si mba-mba. Pendek sangat. Alis mata saya naik sebelah. Oookeee ... Lalu dia pun menjelaskan satu per satu program yang diusungnya, ada: art, spatial, literacy, english club, iqro, fun science, role play, dan logic & math. Beberapa program baru saya pahami belakangan.

Spatial adalah kegiatan yang terkait dengan bentuk, sehingga banyak menggunakan permainan balok. Di sini ga semata-mata diajarkan cara membuat sesuatu yang keren dari balok sih, karena setiap minggu ada satu tema besar yang diajarkan di Gen Cerdik, maka disesuaikanlah dengan temanya masing-masing. Kalau sedang diintip kesannya memang nih anak main-main doang terus fasilitatornya foto-foto, padahal itulah bagian dari pembelajarannya. Jika seorang anak setidaknya mengambil 4 program wajib, maka terjadi simulasi dari berbagai sisi, sehingga kemampuan spatialnya pun turut berkembang. Dari yang awalnya mengurutkan balok-balok, membuat bentuk dalam kurva terbuka, tertutup dan bahkan kemudian bisa merencanakan sejak awal hendak membuat apa. Dalam perkembangannya, ini mendorong anak menjadi pribadi yang lebih terencana alias tidak gegabah.

Literacy sesuai namanya banyak terkait dengan buku. Lucunya di sini malah tidak diajarkan membaca. Perkenalan huruf ada tapi tidak menonjol. Saya ingat betapa Malika tidak suka dengan work sheet tracing di sekolah sebelumnya (itulah alasan saya tidak memasukkannya ke les calistung). Konsepnya adalah pemahaman. Biasanya diawali dengan membacakan buku sesuai tema, lalu kemudian mulai ke kegiatan yang terkait dengan buku itu entah dengan prakarya atau bermain peran. Ini sih Malika sama Safir banget. Secara mereka cerewet tapi masih harus belajar menyimak dengan baik. Jadi di kelas ini bukan mendorong anak bisa membaca, melainkan suka membaca, bisa memahami, bisa menceritakan kembali dan akhirnya mengemukakan pendapat. Menurut sumber yang pernah saya baca, kegiatan membacakan cerita di rumah itu lebih terkait dengan kemampuan berhitung alih-alih kemampuan baca dan tulis. Saya teringat dengan penjelasan salah seorang pengelola kursus calistung bahwa ada anak usia SD yang mengerjakan PR di tempat itu dikarenakan mereka tidak paham dengan soal matematika. Jadi bisa baca belum tentu bisa paham loh ya. Saya pikir, oh pantas kok Malika senang banget hitung-hitungan padahal jarang saya stimulasi ke arah itu. Dan itu membawa saya ke penjelasan selanjutnya.

Logic & Math. Naah, di sini saya merasa pas, ketika matematika disandingkan dengan logika. Pada pertemuan orangtua murid dengan para pengajar sempat dijelaskan step by step kurikulumnya. Ada proses yang panjang sebelum akhirnya mencapai angka dan penjumlahan. Seperti konsep ruang, volume, waktu, arah, dan kawan-kawan. Tahukah Anda bahwa anak-anak itu pada usia dini itu penglihatannya seperti dunia imajinasi, kalau di film kartun tuh yang berbagai objek itu masih ga karu-karuan bentuknya. Rumah miring, jalan bergelombang, dan lain sebagainya. Masih bercampur-campur antara nyata dan tidak nyata. Makanya konsep seperti ini harus diajarkan. Terdengar sepele? Well, saya sangat suka memanfaatkannya untuk membuat anak mandiri terutama ketika saya hanya mampu tiduran di kasur. Saya jadi tidak perlu mengambilkan segala sesuatu untuk anak, dengan instruksi dari saya mereka bisa mengambil sendiri sesuatu yang mereka butuhkan. Walau masih ada yang belum bisa, yaitu seni mencari. Mencari barang tersembunyi bukan Cuma sulit dilakukan anak-anak tapi juga orang dewasa. Ayahnya anak-anak contohnya hehehehe ... Singkat kata belajar pemetaan. Setelah bisa memetakan sesuatu barulah ketemu matematika. Jadi ingat waktu SMA ga sih ketika belajar logika, saya sempat bingung, ini bidang apaan sih kok masuk ke matematika. Rupanya itu sangat berguna dalam memetakan sebuah masalah. Mudah-mudahan sih anak-anak jadi terstimulasi logikanya jadi ga sebentar-sebentar kebawa emosi.  

Itulah penjelasan di antaranya, nanti saya kepanjangan nulisnya.


 Nah, terus bedanya apa dengan di rumah? Saya membatin kala itu.
Kadang saya merasa lucu, ketika di tempat yang bangga dengan kurikulum mencetak anak yang bisa calistung di usia dini, saya sebal. Ketika ke tempat yang dengan entengnya bilang tempat edukasi yang fun alias banyak mainnya, saya agak error. Harusnya kan saya klop banget dengan metode itu. Namun, rupanya saya masih terpengaruh dengan apa kata dunia. Bagaimana saya menjelaskan pada orangtua saya terkait di manakah anak-anak mengemban ilmu? Jangankan orangtua, ketika saya memutuskan menunda TK Malika, suami menganggapnya sebagai penghematan uang pendidikan padahal kegiatan di rumah kan ga Cuma main. Mainannya pun dipilih. Outingnya dijadwalkan. Pakai duit semua itu hehehe.

Toh, akhirnya pada Februari si ayah setuju memasukkan anak-anak ke Gen Cerdik. Kalau anak-anak mah semangat banget ke sana, karena kami bilangnya Kelas Bermain. Program yang diambil adalah spatial, literacy, english club, fun science, dan logic & math. Dalam satu sesi ada dua program masing-masing satu jam. Jadi setiap hari anak-anak ngendon di Gen Cerdik selama dua jam. Saya yang awalnya membatin akhirnya mau tak mau harus menentukan pilihan agar tidak galau. Sudah jelas bahwa ini sejalan dengan konsep yang hendak saya jalankan di rumah, yaitu menambah pengalaman sekaligus wawasan. Namun, kondisi hamil yang suka semaput sendiri ini membuat saya harus merelakan mencari support system lain yang mendukung visi misi saya. Untuk Malika, visi misi saya adalah menyelamatkan hubungan ibu dan anak. Saya yang jadi (lebih) mudah senewen ini merasa bahwa semangat Malika yang sedang kembang-kembangnya harus diselamatkan, biar saya ada waktu untuk tenang dan kemudian bisa menyokong  segala kegiatan dia di Gen Cerdik. Sedangkan untuk Safir, yang pertama adalah membentuk lingkungan yang permanen sehingga dia juga punya teman permanen. Anak-anak memang main di taman, tapi karena jadwalnya berubah-ubah, ya temannya ganti-ganti. Kedua, mandiri. Biar dia ga ngelendotin kakaknya terus. Kakak ga ada dicariiin, kakak ada jadi berantem. Bah. Misi ke dua ini masih bertahap dilakukannya, targetnya ya ketika Malika masuk TK di awal ajaran baru nanti. Sekarang baru satu program saja yang dilakoni Safir sendirian.

Namun, bukan berarti tempat ini tidak memiliki kekurangan. Ketika minat warga Kalibata City meningkat terhadap Gen Cerdik, maka mulailah terlihat kekurangannya. Misal, kurang ruangan. Gen Cerdik memang hanya terdiri dari satu ruangan luas. Sehingga hanya bisa menampung satu program dalam satu waktu. Tapi karena orangtua pun dibebaskan memilih program dan harinya maka terjadilah penumpukan di beberapa program di waktu tertentu. 15 anak dalam satu ruangan ituuuu riuh banget loh, walau tenaga fasilitatornya sedang perlahan-lahan ditambah. Beberapa fasilitator baru pun ada yang masih kurang sreg dirasa oleh para orangtua. Yeah, it’s a process.

Ide menambah ruang sounds like a great idea, tapi itu menimbulkan biaya baru bagi orangtua. Dan lagi mungkin juga secara hitung-hitungan belum sampai level mendesak menambah ruangan baru karena di program lain malah cenderung sepi alias di bawah 8 orang.  Again, ini proses semoga ketemu jalan keluar lain.

Oleh karena terjadi pertambahan murid dan fasilitator, maka fasilitator senior pun mulai terlihat kewalahan. Laporan siswa yang awalnya dijanjikan tiap bulan, belum saya dapatkan. Setidaknya untuk saya. Jadi saya lebih memilih konsultasi langsung ke fasilitator anak-anak sebelum menentukan apakah akan meneruskan, menghentikan, atau menambah sebuah program di bulan baru atau tidak. Saya memang lebih senang bicara langsung karena lebih real time jadi saya bisa langsung menyokong pertambahan wawasan anak-anak di rumah.

Bagusnya tim Gen Cerdik ini terbuka dengan segala masukan. Grup whatsapp orangtua siswanya juga aktif karena kerap di-share tentang parenting dan kecerdasan anak. Pada bulan pertama Malika dan Safir masuk Gen Cerdik lucunya dua kali pula mereka disyuting stasiun televisi. Haiyah. Tapi bukan karena disyuting loh makanya ditulis di sini.


Info lebih lengkap silahkan follow twitternya di @gencerdik
Atau datang langsung ke Gen Cerdik yang terletak di kawasan KCS Walk tower Sakura Kalibata City.

Link liputan dari Net TV ada di sini dan di sini yaaa .... maap kalau ketemu muka saya hehehe ...


Sabtu, 04 April 2015

Fasilitas Lain-lain RSIA Idaman

Menunggu SPOG berjam-jam itu bikin mau nulis seandainya di RSIA itu ada fasilitas-fasilitas berikut:

1. Salon dan Spa
Pegal duduk di ruang tunggu membawa khayalan ke salah satu ruang salon dan spa. Nunggu sambil dikrimbat kayanya enak apalagi sudah tahu nomor antriannya masih panjang, dokter baru datang. Buat bumil dengan dua anak kan kesempatan nyalon jarang bangget. Nunggu sambil menikmati pijatan yang menenangkan atau pijat payudara biar ASI lancar.

2. Tempat Bermain Anak
Suka kasihan lihat anak-anak yang terpaksa ikut menunggui orangtuanya ke SPOG. Ciyee, curhat? Ga, khusus anak-anak saya, saya kasihan sama bumil-bumil yang lalu lalang, anaknya suka berlarian sih.
Mungkin kelihatannya ga penting ya, karena kalo antrian ke dokter anak kan berarti anaknya sakit nanti malah mainannya jadi penyaluran penularan. Well, tapi kalau diem juga bakal nular. Makanya malas ke dokter kalau keluhan bapil doang. Nyari-nyari penyakit.

Tapi ya satu meja kecil dengan empat bangku dan seember lego itu sebenarnya dah cukup. Lumayanlah buat anak tenang beberapa menit. Ga harus mainan yang agresif macam perosotan.

3. Bacaan
Bacaan yang disediakan untuk segala kalangan. Ruang tunggu yang ada kebanyakan ya ruang tunggu membosankan gitu. Isinya majalah out of date. Masih mending ada majalah or koran, banyak pula yang ga ada.

Apalagi buat anak-anak. At least kaya rice bowl gitu loh, dikasih selembar kertas dan sepotong krayon buat mewarnai.

4. Kantin yang Cihuy
Kenapa ya kantin di RSIA itu jarang yang enak, bikin saya kepengen jadi suppliernya aja (sok enak masakannya). Ada yang menunya snack doang, ada yang mahal banget. Yang nunggu kan ada orang normal juga, mbok ya ga usah berat di penampilan gitu loh. Yang penting bersih, banyak tempat duduk, dan ga gerah, pakai model warteg juga ga papa. Malah enak ada menu anak-anak. Daripada dijajanin eskrim melulu.

5. Taman
Sayang atas nama optimalisasi ruang gedung, taman semakin belakangan dalam prioritas. Taman itu bagus untuk mengurai rasa jenuh, daripada terperangkap dalam gedung berlampu remang-remang. Belum lagi bisa buat anak sekadar berlarian tanpa mengganggu yang lain. Asal ga ada nyamuknya aja.

6. Musik Latar
Saya ga suka dengan fasilitas televisi di RS karena biasanya terpaksa nonton tayangan
 yang ga kita suka. Maklum rada ketat seleksinya.

Saya lebih memilih musik latar yang menenangkan, kaya di spa-spa gitu. Jadi ga mumet pikiran. Ah inget spa lagi.

7. Warnet or Pojok Wifi
Emang siy di mana-mana orang dah pada nenteng smartphone, tapi buat orang kaya saya perlu banget punya meja dan wifi buat ngejar deadline editan or tulisan dan terutama punya stasiun colokan. Hahaha emangnya bandara.


Yah segitu aja dulu. Masih mengantri di ruang tunggu. Baru nomor belasan dan saya nomor 39. OMG.

Jumat, 03 April 2015

JJS: Ulang Tahun di Domino’s Pizza

Tanggal 21 Maret lalu, Malika berulangtahun yang ke-5. Usia yang dijanjikan sendiri oleh ayahnya bahwa setidaknya sekali dalam hidup si anak mengalami yang namanya perayaan. Saya sih sudah persiapan saja, tapi berhubung sedang hamil besar malah jadi ga terlalu ambisius. Dalam bayangan saya adalah apa yang harus saya persiapkan agar anak-anak yang menjadi undangan ulang tahun Malika dapat terhibur. Saya harus menyediakan aktivitas apa. Saya juga ga mau kesannya bikin perayaan biar dapat kado-walau dulu waktu kecil memang itu modus saya, tapi ga pernah kesampaian. Maklum saya sebenarnya tidak suka dengan konsep di mana tiup lilin dan potong kue jadi bintang utamanya, kayanya kurang seru. Buat saya itu hanya alasan agar bisa berkumpul bersama teman-teman.

Eh tumben si ayah punya ide yang sejalan sama pikiran saya. Dia yang usulkan bagaimana kalau ulang tahun Malika sekalian aktivitas membuat pizza di Domino’s. Saya sudah lama melihat poster tersebut, hanya saja dari fotonya saya pikir untuk usia SD, bocah-bocah macam Malika belum boleh. Setelah ditanyakan, rupanya di atas 3 tahun sudah boleh ikut dengan maksimal peserta 20 orang. Biayanya sekitar Rp40 ribuan sudah termasuk pajak. Cucok dong, ketika di tempat lain justru minimal adalah 20 orang, ini malah maksimal. Kebetulan tempatnya di Kalibata City juga kecil.
Program ini sebenarnya lebih sering digunakan sebagai tujuan outing sekolah-sekolah ketimbang sebagai tempat perayaan ulang tahun. Makanya ga ada embel-embel khusus ulangtahun.

Sebenarnya teman Malika banyak, kebetulan sudah beberapa kali sekolah, jadi tamunya ya yang jarang-jarang ketemu saja. Semisal eks teman-teman sekelasnya di Twinkers, anaknya teman-teman saya (itu juga ga semua) dan saudara sepupu. Itu pun tidak semua saudara, karena saya perhitungkan terkait jarak dan waktu acara dimulai.

Kami sengaja pilih pagi sebelum Domino buka secara resmi, yaitu jam 9 pagi. Terkait tempat dan biar tidak bercampur dengan pelanggan lain. Kalau teman-temannya Malika kan tetangga juga, jadi bisalah datang pagi-pagi. Maklum, sayang kalau sudah didaftarkan tapi ternyat tidak jadi. Sayang pengalamannya. Yah, kalau sudah sering ke Kidzania mungkin ga masalah kali yaaa ...
Akhirnya fix di angka 18 orang. Saya pikir sudahlah ga perlu juga tambah banyak-banyak. Nanti 
Malika bingung juga ini yang datang siapa saja.

Dan alhamdulillah acara berjalan cukup lancar. Walau si Amy datang belakangan karena masih sibuk sama kue hingga menit-menit terakhir dan sapu-sapu rumah dulu. Walau ada juga yang ga bisa datang. visi misi tersampaikanlah. Cuma saya jadi bingung, nanti Safir gimana ya?

Acara dimulai pukul 09.30, dengan Amy yang belum datang tapi kuenya sudah, Kue dino permintaan Malika. Ga bikin yang aneh-aneh, ga ada tenaganya. Jadi prosesi dululah. Tadinya sudah bingung siapa yang mau buka acara, eh langsung diambil alih oleh tim Dominonya rupanya. Setelah itu segera dipasangkan apron dan topi, di sini anak-anak mulai semangat. Setelah mendengarkan tentang sejarah dan menu di Domino’s, anak-anak dibariskan lagi untuk cuci tangan lalu kemudian masuk dapur. Wajarlah yang maksimal 20 orang, dapurnya kecil ajah. Kalau berdasarkan cerita Malika sih bisa lihat kulkas yang gede dan dingin banget, tapi baunya aneh.


The fun part adalah menaruh topping pizza. Itu dilakukan setelah dari dapur. Setiap anak diberi dough pizza yang sudah diolesi tomat dan beberapa mangkuk pizza. Jadi deh kita bikin berantakan. Setelah itu dipanggang di oven. Gara-gara lihat makanan, jadi keburu laper dah Malika hahaha .. .Ga mau makan sih tadi pagi. Safir yang overexcited sejak pagi, malah kalem-kalem gitu di acara. Halah.


Pizza mini datang begitu juga pizza besar bagi para orangtua yang juga laper nungguinnya haha .. Pizza besar tambahan yang sengaja kami pesan memang ga bisa keluarin lebih cepat karena kan ada kunjungan anak-anak ke dapur jadi semua oven mati. Oleh karena ukuran botol minuman yang dijual rada ga friendly, saya jadi menyediakan gelas-gelas kecil lagi, itu pun yang beliin teman saya hahaha. Pada ga tega lihat bumil jalan-jalan. (thank you, xoxo). Ga Cuma dapat pizza tapi juga dapat sebotol greentea, sertifikat, apron dan topi boleh dibawa pulang. Suvenirnya kurang cihuy menurutku, tempat pinsil dan penggaris, tahu gitu saya tambah lagi hehehe .... yah maap deh teman-teman, next time yaaa ....


Eh belakangan saya baru tahu, karena saya tanya pada teman apakah anaknya sakit karena sepanjang acara dia terlihat pucat. Rupanya dia eneg liat pizza. Oh my God. Si Hery sih juga eneg liat roti berdaging tapi ga masalah sama pizza jadi saya pikir ini pilihan yang aman. Aduuuh ... maafkeun ya, Naaak ...

Nah sekian kunjungan ke tempat pizza, next? Ga tahu deh. Mari kita cari ide seru lainnya.


Kamis, 02 April 2015

KAMYStory: Insting Bersarang

Konon pada masa kehamilan ada sebuah insting yang muncul, yaitu insting bersarang alias nesting. Insting dimiliki pula oleh hewan. Saya jadi ingat kucing-kucing hamil yang suka berkeliaran di berbagai sudut rumah masa kecil saya, mencari spot terbaik untuk melahirkan. Pada saat-saat seperti itu, lemari baju adalah yang pertama yang harus diamankan. Jangan sampai lupa dikunci hehehe ... 


Insting ini tidak pernah  muncul di kehamilan pertama dan kedua, memang apa bedanya? Satu yang beda, saya di rumah sendiri. Sebelumnya kan di rumah orangtua, jadi yah secara tertulis bukan sebenar-benarnya sarang bagi saya.


Nah, di semester awal saya belum merasakan insting ini. Iya, rumah berantakan karena saya secara fisik tidak sanggup ngapa-ngapain. Semester kedua masih belum bisa ngapa-ngapain tapi saya mulai frustasi lihat rumah. Sampah dan cucian piring yang teronggok sampai pagi hingga mengundang kecoak kecil-kecil. Setrikaan menggunung, beneran kaya gunung karena nyaris mencapai atap. Serius. Saya pikir, ok i have enough. Sejak awal semester saya sudah mengiba pada suami agar dia mau mencuci piring karena saya tidak tahan baunya. Lumayan lah. Walau sekarang sudah jarang dia lakukan karena sudah keduluan sama saya. Bosen kali dia hehehe.


Lalu saya pun mengajak bicara salah satu bibi teman Malika yang kebetulan satu tower. Saya tahu setiap Sabtu dan Minggu dia libur tapi masih tetap di Kalibata City. Jadi saya tawarkan untuk ke unit saya di salah satu hari liburnya. Jobdesknya? Menyetrika yang utama, lalu menyapu dan mengepel. Bagi saya yang anti ART, ini langkah besar, bukan buat kemudian menjadi terbiasa dengan ART loh ya. Saya harus realistis sama kondisi saya dan kebersihan rumah. Ga perlu bersih-bersih amat, tapi kalau tidak ada yang menyapu dan mengepel setidaknya seminggu sekali, lantai rumah tuh bisa licin karena minyak dan mengundang serangga-serangga lain. Itu yang bikin sebal.


PR selanjutnya adalah tata ruang. Oleh karena akan ada makhluk baru penghuni unit kami, maka saya harus memikir ulang tentang susunannya. Maklum, tiap orang punya minimal ruang yang harus dimiliki dan itu perlu trik untuk mengaturnya di unit kami yang ‘gede’ banget ini. Dan karena saya pribadi yang berantakan, pe er ini jelas bukan pe er yang mudah. Lemari baju, kitchen set, dan rak yang ga seberapa ini menjadi tantangan bagi saya setiap minggunya. Ketika berhadapan dengan lemari baju, saya menghubungi teman sekaligus tetangga yang sudah diketahui tingkat neat freaknya. Via whatsapp saya foto lemari baju dan komentarnya, “kenapa ada panci di lemari baju, Amy?”


Wakaka malu deh. Jadi poin pertama dari membereskan adalah, mulai menaruh segala sesuatu di tempat yang sesuai dengan visi misinya. Misal, lemari baju ya buat tempat baju. Rak buku ya buat buku, bukan buat stok susu literan. Saya keluarkan dulu deh yang tidak berhubungan dengan tempatnya lalu menyusun hanya yang memang pantas dimasukkan ke sana.


Nah kemudian poin kedua adalah klasifikasi. Misal, mana baju kasual mana baju formal. Mana botol bumbu, mana kotak kontainer makanan, mana panci. Mana buku bacaan, mana buku aktivitas. Semua ini menghabiskan waktu hingga berbulan-bulan. Merapikan satu baris rak saja bisa satu hari sendiri dan kemudian ngos-ngosan hingga beberapa hari mendatang. Hasilnya, lumayaaan.


Poin ketiga, mempertahankan. Nah ini yang sulit hahaha. Apalagi setelah itu baju-baju bayi mulai eksis dan semua mulai terasa nyata. Belum lagi, kami kan masih beraktivitas sebagai manusia hidup, jadi yaaah, gitu deh. Sekarang saya pusing lagi, bagaimana mengaturnya hehehehe .... cuma satu efek sampingnya, saya jadi tambah galak. Hadeeeuh ...


Moral of the story? Pindah rumah aja yuuuk :D


KAMYStory: Early Baby Blues

Hamil pertama dan kedua, yang namanya baby blues baru hinggap di minggu pertama pascamelahirkan. Eh, dilalah, di hamil ketiga, gejala baby blues itu datang lebih awal. Lebih tepatnya ketika usia kandungan menuju 8 bulan.


Awalnya saya bingung sendiri, kenapa ketika saya lagi galak sama anak-anak air mata juga turut berjatuhan. Lalu saya pikir dengan logika sok-sok an Fisika. Oleh karena ketika galak, perut menegang sehingga juga menekan kantung air mata. Well, agak jauh ya rutenya hehehe ... Kalau ada ketidaksepahaman sama suami lalu jadi ngomel-ngomel, langsung banjir deh matanya. Saya ingat-ingat lagi, kok kaya lagi baby blues ya? Emang ada ya baby blues sebelum melahirkan? Semacam early baby blues gitu?


Rupanya, menurut www.beyondblue.au , baby blues adalah gejala depresi yang bisa dialami selama masa kehamilan dan pada awal menjadi orangtua. Oalah, ternyata memang ada yang terjadi selama hamil. Obatnya apa, ya?


Belajar dari kehamilan satu dan dua, ga pakai obat apa-apa sih selain jalanin aja. Menjalani sambil terbingung-bingung, ternyata saya depresi juga ya, kirain sayanya saja yang aneh.  Sementara ini, yang lagi di depan mata sih adalah betapa banyaknya hal yang harus saya kerjakan selagi menunggu kelahiran (yang in sya Allah sehat walafiat dan lancar semua) di luar pekerjaan rumah tangga. Mulai buat to do list lagi, berharap segera mencentrang satu per satu. Keep myself busy. As if I have nothing else to do, hehehe .... Saya kaget juga ketika membuat to do list, ternyata tugasnya sebanyak ini? Dengan berbagai subjek pula. Jangan-jangan saya depresi karena mengabaikan tugas-tugas itu dan larut dalam lamunan-lamunan emosional.



Baiklah kalau begitu, sepertinya saya juga harus mulai pemanasan, pemanasan untuk rempong ketika mengurus tiga anak, biar ga kebawa-bawa rasa ingin bobonya .... Semangat!!