Minggu, 08 Februari 2015

hoMYNGGU: Anak dan Lift


Tinggal di hunian vertikal, mau tidak mau harus menyadari bahwa ada tata cara yang berbeda dari hunian horizontal. Lebih terasa sih ketika harus berurusan dengan anak-anak. Membesarkan anak-anak dengan tetangga tidak hanya di kiri dan kanan, depan dan belakang tetapi juga atas dan bawah tentu bukan hal mudah. Tapi itu nanti saya bahasnya. Sekarang saya ingin membahas tentang sesuatu yang menjadi komoditas utama kami, lift.


Lift sudah menjadi keseharian kami, itulah gerbang utama kami. Biasanya dilengkapi dengan kartu akses. Membuat anak berteman dengan lift itu ada caranya dan seringkali baru ketahuan do’s and dont’s nya ketika sudah kejadian.

  1. TIDAK MELOMPAT Ini adalah seni mengajarkan anak tenang di dalam lift. Kalau sendiri, masih mending. Kalau sudah ada kakak or adiknya ini yang rumit. Mereka masih menganggap lift itu kotak ajaib yang bisa mengantar ke mana sja. (emangnya pintu ajaib Doraemon). Wajar sih mereka norak, tapi jangan kelamaan.
  2. JANGAN BERKELIARAN. Anak-anak cenderung tak bisa diam. Kalau lift kosong ya tidak masalah. Tapi kalau penuh, anak-anak suka hilang fokus dan malah keluar di lantai yang salah, sedangkan orangtua dengan anak biasanya mengambil posisi paling belakang. Akhirnya, ga kejangkau deh.
  3. TERJEPIT. Anak terjepit pintu lift? Jangan panik. Jika terjepit di antara dua pintu, segera pencet tombol buka. Jika terjepit di salah satu pintu, segera pencet tombol tutup.
  4. TERBAWA. Nah loh, anak masuk duluan, orang tuanya belum. Tindakan awal adalah segera pencet tombol buka. Namun, hal ini bisa gagal jika ada beberapa lift. Memang yang lebih heroik bin berisiko adalah menahan dengan tubuh orangtua sendiri. Toh, jika tidak memungkinkan, berdoa, dan lihat liftnya berhenti di lantai berapa saja. Kalau anaknya sendirian di lift tersebut, penting untuk tahu di lantai mana saja dia kemungkinan keluar dari lift. Namun, tak jarang Tuhan berbaik hati, anak itu kembali turun lewat lift dengan selamat sentosa. Karena biasanya CCTV tidak selalu standby di pos satpam terdekat.
  5. BAWA STROLLER. Bawa stroller ini agak-agak rumit. Kalau masuk duluan, tentunya posisinya harus paling belakang. Saat keluar, bersyukurlah jika ada orang baik yang menahan pintu—terlebih jika Anda sendiri ya. Namun, jika tidak ada, ya sudahlah ... Jika Anda berhenti di lantai paling bawah di mana semua orang turun, ya itu artinya Anda harus bersiap memencet tombol HOLD. Perlu diingat saat memencet, tangan yang satu lagi harus tetap memegang stroller dalam posisi siap. Ini perlu ketrampilan. Anggap saja Fast & Furios edisi stroller. Namun jika Anda turun di lantai tertentu dan banyak orang di lift tersebut, buatlah ingsutan sedikit demi sedikit mendekati lift. Jika tidak mungkin, maka ketika Anda harus keluar, banyak-banyak bilang ‘maaf’ dan ‘permisi’. Maklum, banyak orang yang kurang peka. Oh iya posisi stroller saat masuk harus menghadap pintu ya, itu artinya jika penuh maka si pemegang stroller harus berjalan mundur. Orang lebih berharap kita cepat keluar ketimbang sebaliknya. Again, banyak orang yang kurang peka.
  6. PEKA. Ini sebenarnya berlaku untuk orang dewasa tapi kayanya kesopanan ini harus diajarkan sejak kecil. Salah satu yang sering terlihat adalah jangan main gadget di lift. Bermain gagdet di lift akan menghalangi anak Anda untuk belajar soal kewaspadaan dan kepedulian di lift.
  7. ORANGTUA MASUK DULUAN. Kalau perlu jadi orang pertama di lift yang masuk dan menahan tombol HOLD dari dalam lift.
  8. HINDARI LIFT DENGAN ANTRIAN BANYAK. Ini untuk memudahkan poin di atas. Turut mengantri untuk masuk—walau muat, lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Lebih baik tunggu hingga mendapat giliran lift yang lebih sepi antrian masuknya.
     
    Apa sudah semua, ya? Hehehe .... mungkin ada yang mau menambahkan. Nantikan tulisan selanjutnya tentang adab di lift. (Udah kaya buku agama aja).

Jumat, 06 Februari 2015

JJS: 5 Area Bermain Favorit di Mal


Hujan-hujan begini kalau mau berakhir pekan di area terbuka kayanya agak berisiko ya. Apalagi kebanyakan tempat bermain terbuka, sama sekali tidak menyediakan area teduh alias kalau kehujanan ya masalah lo :P So, kalau sudah kehabisan opsi dan anaknya butuh outing (terutama yang ga sekolah formal) biasanya kami bawa ke mal. Bicara soal area bermain di mal sih, lebih nyaman memang di hari kerja, ga rame gituh. Tapi kalau terlampau sepi, anak-anak juga suka cepat mati gayanya. Hehehe ...
Berikut area bermain favorit saya di mal. Mungkin berbeda dengan para orangtua lain. Biasa, saya suka pilih-pilih terutama terkait harga dan kepadatan yang bermain di tempat tersebut. Sengaja pilih yang berbayar, biar beda. Yang gratisan kan setiap hari juga bisa dinikmati di Kalibata City. Dan karena saya tinggal di Kalibata, kebanyakan berada di area Jakarta Selatan.
  1. Funworld di Grand Indonesia
    Sejak bulan puasa lalu, saya sudah kepingin banget tulis tentang tempat ini. Rekomen deh. Awalnya saya menemani suami berbuka puasa bersama rekan kerjanya di kantor lama. Tepatnya di Warung Podjok Grand Indonesia. Saya sudah pikir-pikir, anak-anak bakal main di mana ya. Maklum, ga bisa deh duduk tenang di resto dan makan-makan, selepas itu mereka pasti inginnya main. Seingat saya memang ada wahana Funworld, tapi saya rada grogi dengan harganya dan kualitas permainannya. Soalnya pernah ke tempat dedengkotnya Funworld di MOI kok malah saya merasa banyak kecewanya. Selain tidak variatif permainannya-walau banyak, banyak wahana yang tidak bisa digunakan anak-anak saya. Belum lagi area softplaynya terlarang bagi orangtua. Tempatnya sih tertutup, tapi saya malah parno meninggalkan anak-anak di situ.
    Nah sampailah kami di Warung Podjok yang rupanya memang bersebelahan dengan area bermain anak. Ada semacam area duduk-duduk anak-anak di antara Warung Podjok dan studio foto anak di sana, jadi yah freestyle deh, terserah mereka mau apa, yang penting ga ganggu orang.
    Rupanya area Funworld di sana memang tidak banyak, hanya menyisakan yang besar-besar saja. Maksudnya tidak ada wahana bermain ding dong yang bising itu. Jadi hampir semuanya belum pernah dicoba Malika dan Safir. Dan semua itu hanya terdiri dari lima wahana . Misal, ada kereta gantung, mini kayak, dan kereta.

    Nah, usai berbuka  puasa, Malika dan nge-tek tuh area softplay. Ya suds, saya siapin diri buat nemenin anak-anak. Setelah menggesek kartu Funworld seharga Rp65000,- per orang plus kaos kaki- saya selalu lupa bawa kaos kaki, di tempat kasir, saya pun mendaftar. Setelah melihat-lihat orang-orang yang antri, rupanya orangtua tidak perlu ikut masuk. Saya hanya perlu mendaftar kedua anak saya dan meninggalkan nomor HP jikalau saya bermaksud meninggalkan tempat tersebut. Posisinya pun terbuka dalam artian, dia diapit dua wahana, tapi saya bisa melihat dari depan di mana anak-anak saya berada. Jadi tidak ada spot tersembunyi. Anak-anak yang keluar masuk pun tidak bisa sembarangan. Ada dua penjaga yang menjaga di pintu masuk atau keluar. Anak-anak pun diberi name tag sendiri.
    Saya pikir, weleh kebetulan. Saya ga jadi duduk bosan di sana.
    Awalnya Safir bingung, minta ditemani Amynya. Maklum, kakaknya sudah ngacir duluan. Akhirnya saya pastikan terlebih dahulu apakah Malika ‘megang’ adiknya  atau ga. Setelah itu baru saya tinggal. Eh, rupanya saya jadi bingung mau ngapain hehehe ....
  2. Sandworld di Pejaten Village
    Mau main pasir di pantai tapi khawatir hujan? Ke Pejaten Village aja. Lokasi ini termasuk dekat dari tempat tinggal saya. Banyak orang tidak tahu keberadaan area main pasir ini. Wajarlah, tempatnya mojok di belakang dan biasanya orang-orang berhenti di area bermain softplaynya. Yang terpenting adalah tempat ini sepi. Softplaynya sebenarnya ga buruk, hanya saja kalau ramai itu kok kaya benauwd banget.
    Biasanya hanya ada satu atau paling banyak dua anak di area pasir. Malika dan Safir betah berlama-lama di sana walau awalnya suka agak geli gitu injak-injak pasir. Walau pasirnya tidak benar-benar solid sehingga tidak benar-benar bisa membuat istana pasir, tapi ga tahu tuh  anak-anak, ada saja yang dimainkan di situ.

    Bawa baju ganti ya, soalnya main pasir tapi ga pakai tidur-tiduran di pasir ga seru. Harga masuknya ... lupa saya. Ga sampai  rp30000 per orang/sepanjang hari.
  3. Softplay area di D’Amazin Carribean Kota Kasablanka
    Saya sebenarnya suka malas kalau ke mal besar, biasanya tempat mainnya mihil, seperti lolipop atau chipmunks. Saya sih kalau harga segitu mending ke Phinisi Pasaraya, lebih variatif area bermainnya. Dan ke Kota Kasablanka pun sebenarnya lebih karena penasaran saja ingin ikutan pergaulan (ceilee).
    Tidak seperti Lotte Shop Avenue, saya akhirnya ketemu spot bermain murah meriah buat anak-anak. Itu pun ga sengaja. Gara-gara kuciwa lihat daftar harga Lollipop, kami bawa anak-anak ke D’Amazin Carribean. Sebuah area bermain dingdong. Dingdongnya banyak juga. Yang bisa dimainkan anak-anak balita juga banyak. Eh tapi saya caught a spot, di sudut, rupanya ada area softplay. Spesifikasinya pas buat balita, tidak terlalu besar, tidak terlalu tinggi, dan tidak terlalu ramai. Dan di sebelah area softplay itu rupanya ada semacam bioskop 3d-baru tahu.

    Bayar Rp50000,- per anak sudah termasuk orangtua dan bisa masuk deh. Tapi pakai kaos kaki ya baik anak dan pendamping. Kalau ga bawa ya bayar lagi Rp6000,-.
    Isinya ada area terowongan dan panjatan hingga tiga tingkat, perosotan dari yang mudah hingga yang ulir, dan ada juga main mandi bola. Kondisinya buat saya sih cukup terawat dan bersih. Jadi sekarang saya ga mati gaya lagi kalau ke Kokas hahaha ....
  4. Phinisi Pasaraya Blok M
    Ah, this is my favorite. Okelah harganya mihil, Rp170000,- per anak, beda tipis sama lollipop. Tapiiii ... selain mereka juga punya area panjatan bin terowongan tinggi-tinggi dan naik kereta sepuasnya, carrousel sepuasnya, mereka juga punya area lain. Ada bioskop yang rutin jadwalnya, ada pentas teater, ada kelas menari, melukis, membatik, bagi mereka yang sudah di atas 5 tahun, ada area batita yang luwas sehingga bisa  leluasa kasih makan anak atau sekadar ngobrol sama teman-teman kalau datang ke sana berkelompok—biasanya untuk breaktime  saya bawa anak-anak ke sana, lalu ada wall climbing, dan ada pojok kreativitas seperti melukis layang-layang, kreasi kertas lipat, dan mewarnai. Pokoknya ke sana dari pagi sampai sore pun ga merasa rugi. Kalau kehabisan makanan, ada kafetarianya juga kok. Toilet anak-anaknya juga ramah anak. Love it! Oh iya, jangan lupa, kaos kaki.

  5. Dino Park di Kalibata
    Dan kalaupun hujan sudah turun sejak malam hingga pagi lalu lanjut ke siang, agak malas ya mau ke mana-mana yang jauh. Nah, saya kembalilah ke andalan tempat tinggal saya. Dino Park. Sebenarnya ada dua Dino Park yang letaknya bersebelahan, satu di Kalibata City Square, dan yang lain di Plaza Kalibata. Nah, kalau ini murah meriah sajalah, Rp25000,- per orang dan harga hari biasa. Yah perawatannya ga kelas satu siy. Bola-bola di mandi bola sudah pada penyok dan kotor. Jaring-jaringnya sudah ada yang putus. Pencahayaannya kayanya kurang. Tapi so far masih aman. Lumayanlah dari pada bosan ga ke mana-mana saat akhir pekan. Maklum, emang belum pada sekolah, jadi ingatnya kalau akhir pekan bisa jalan-jalan hehehe. ....
    Yak, segitulah info dari saya. Mungkin ada yang jadi favorit anak-anak Anda?

Kamis, 05 Februari 2015

KAMYStory: Belajar Tidak Urut Bab


Pernahkah Anda mengeluarkan pernyataan seperti ini?

“ Mobilnya mewah tapi kok buang sampah sembarangan?”

“Ngakunya ustad kok perilakunya begitu?”

Dan lain sebagainya.

Well, saya pernah. Sasaran pertamanya adalah ayah saya, saya merasa ayah saya tidak melakukan ajaran agama sebagaimana mestinya. Yah, seperti pernyataan di atas, “Katanya beragama, tapi kok galak banget?” Hingga kemudian di usia remaja itu saya melakukan protes dalam sunyi. Saya menolak shalat lima waktu dan saya tidak suka semua guru agama saya. Pikir saya waktu itu, “ngapain shalat rajin-rajin tapi ga jadi orang baik” atau “ah, pak guru ini sama aja ngomongnya dengan papa”. Kotoran banteng lah.

Lalu kemudian saya mengalami saat di mana sayalah yang dipandang seperti itu. Suatu hari di SMU, saya pernah merokok di sekolah. Waktu itu sudah malam, jadi biasanya pengawasan sekolah nyaris tidak ada. Sekolah masih ramai dengan pelajar karena ada semacam malam berkumpulnya para penggiat ekstrakurikuler. Oleh karena saya merokok di samping mushalla ya berpapasanlah saya dengan anak rohis. Dalam bisik-bisiknya pada temannya, saya bisa mendengar, “Topeng-topeng.” Saya tahu itu arahnya ke mana. Dipikirnya saya pakai jilbab hanya sebagai topeng menutupi betapa nakalnya saya.

Saya tak kalah picik menjawab dalam hati. Sorry ya bung, hanya karena gue tutup aurat, gue ga boleh merokok? Lha, cowo-cowo yang pakai celana panjang emangnya ga tutup aurat? Banyak tuw yang brengsek. Ga ada yang bilang celananya adalah topeng (or sarung). Asal lo tahu aja, nenek-nenek di minang itu pada merokok. Pada pake kerudung semua mereka. Huh.

Ya, tapi dalam hati. But I must say, been there done that lah. Namanya juga fase kehidupan. Dalam perjalanannya , kadar menghakimi dan dihakimi ini berubah-ubah hingga kemudian saya capek sendiri. Capek membalas dalam hati penghakiman orang. Dan cape nyinyirin orang lain. Oprah pernah berkata, seperti memakan racun dan berharap orang lain yang mati.

Lalu saya mulai meyakini satu hal, bahwa tidak semua orang belajar sesuai urut bab kehidupan yang berlaku. Misalnya, urusan jilbab. Pada masa saya baru pakai, persis mau masuk SMP, yang saya pikir bukan perihal hidayah. Melainkan bahwa pakai jilbab itu ga ada susahnya sama sekali. Apa masalahnya? Ya, mungkin karena saya cuek dengan penampilan. Toh selama ini baju saya juga ga pernah seksi-seksi. Eh, rupanya di masyarakat berlaku urutan bahwa ketika berjilbab, kamu harus mendadak alim.  Lha. Trus saya, piye? Masa tunggu jilbabin hati dulu? Saya kan masih remaja, harus mengalami masa labil. (alesan) .Ibarat menjawab soal ujian, bukankah disarankan lakukan yang lebih mudah terlebih dahulu? Dan kemudian berproses untuk berusaha menjawab soal-soal lain yang lebih sulit.

Yah, kaya si pemilik mobil mewah dan kebiasaan buang sampahnya. Ketika dia belajar untuk menjadi kaya, tidak disebutkan bahwa dia harus belajar buang sampah terlebih dahulu untuk bisa punya mobil mewah. Bisa jadi orangtuanya dulu terlampau sibuk mengajarkan cara menjadi kaya dan lupa soal yang namanya menjaga kebersihan, toh kalau kaya kan ada orang yang bisa dibayar untuk bersih-bersih.

Jadi kemudian saya pikir, yah maaf deh kalau saya tidak belajar sesuai urut bab. Tapi doakan saya tetap mau belajar, karena yang terburuk dari semua itu adalah berhenti belajar menjadi orang yang lebih baik karena manusia tidak pernah sempurna.

Yah, balik ke bab tadi. Orang yang sudah belajar bab 9 belum tentu lebih baik daripada orang yang baru belajar SAMPAI bab 5. Kalaupun sudah belajar, belum tentu paham, belum tentu suka, dan banyak belum tentu lainnya.

Saya cukup cocok dengan pemahaman ini, yang mungkin hanya karangan saya sendiri. Dengan mengatakan hal ini pada diri saya sendiri, saya cukup berhasil menahan diri dari setidaknya bersikap menghakimi. Entah ya kalau dihakimi, saya mah pasrah saja. Hehehe ...

Rasulullah sendiri menunjukkan sikap senantiasa mendoakan mereka-mereka yang bersikap negatif karena Rasulullah merasa hal itu dilakukan karena mereka belum paham, belum mengerti. Bahwa target yang ingin saya hakimi bisa jadi belum paham dengan tindakannya, atau jangan-jangan sayalah yang belum paham maksud dan tujuan si target itu. (well, ini tidak berlaku untuk Rasulullah, ya). All I could do is wishing them (and us) for the best in life. Bahwa semua yang terjadi dalam hidup adalah yang terbaik, yang senantiasa mendorong kita menjadi manusia lebih baik, jika kita mau mengambil pelajaran darinya.

Rabu, 04 Februari 2015

RABUku: Mengenal ‘Anak-anak di Sekeliling Rasulullah SAW’


Kayanya  biasa ya kita melihat judul-judul Kisah-kisah Nabi dan Rasul juga sahabat. Jadi ketika ada seri ‘Anak-anak di Sekeliling Rasulullah SAW’ saya tertarik juga. Walau sebenarnya ketika anak-anak itu dewasa juga disebut sahabat Rasul.

Serial Anak-anak di sekeliling Rasulullah SAW ini menceritakan tentang mereka yang telah hidup berdampingan dan melihat ajarannya sejak kecil. Tidak banyak memang yang mendapat kesempatan ini. Mungkin itulah keisitimewaannya.

Seperti biasa, saya beli dua seri. Kisah Aisyah r. a. untuk Malika dan Kisah Zaid bin Tsabit untuk Safir. Awalnya saya agak ragu pilih Aisyah karena takut harus berhadapan dengan pertanyaan terkait istri muda tapi kebetulan yang kisah Fatimah tidak ada di toko buku itu. Ya sudahlah, whatever  happen happened.

 

(foto diambil dari FB Tiga Serangkai)


Judul: Aisyah r. a (Seri Anak-anak di Sekeliling Rasulullah saw.)

Penulis: M. Luqman Arifin

Penerbit: Tiga Ananda, 2012

Jumlah Halaman: 35

Harga: Rp19000,-

 

Aisyah adalah salah seorang gadis beruntung yang bisa melihat sendiri ajaran Rasulullan dari sisi paling intim. Sejak lahir, dia sudah dididik secara Islam, karena orangtuanya, Abu Bakar as-shiddiq termasuk orang yang paling awal masuk Islam. Bahkan sebelum dinikahkan dengan Rasulullah pun, dia sudah sering mendapatkan pengajaran langsung dari Rasulullah. Hasilnya, Aisyah menjadi salah satu periwayat hadits dengan 2210 hadits. I guess, everything did come for a reason. Coba bayangkan kalau hendak bertanya soal kewanitaan atau hubungan intim suami istri? Ga mungkin diriwayatkan Bukhari, kan?

 

Judul: Zaid bin Tsabit r. a (Seri Anak-anak di Sekeliling Rasulullah saw.)

Penulis: M. Luqman Arifin

Penerbit: Tiga Ananda, 2012

Jumlah Halaman: 35

Harga: Rp19000,-

 

 

Sedangkan untuk Safir, saya memang sengaja pilih buku ini, karena nama belakangnya mengambil nama dari Zaid bin Tsabit.Anak kecil yang berani mendatangi Rasulullah dengan pedang yang masih lebih besar dari pada tubuhnya, meminta diajak berperang. Rasulullah tidak menolaknya mentah-mentah, bahkan beliau memberikan tantangan lain bagi bocah yang memang terlihat cerdas ini. Walau hanya disebutkan dalam satu kalimat, saya sebenarnya salut pada ibu Zaid bin Tsabit sebagai pengajar dan support group bagi Zaid. Dia kan ga mendadak belajar sendiri. Dan karena itulah dia berhasil menjawab tantangan Rasulullah dan kemudian mendapatkan jalan lain berjihat di samping Rasulullah. Salah satu karya fenomenalnya adalah, dialah ketua pengumpul ayat-ayat yang turun dan kemudian dijilidkan dan diperbanyak dan hingga kini mudah-mudahan senantiasa ada di rumah-rumah keluarga muslim. Al-Quran.

Judul-judul Lain dalam Seri Ini:

  • Ibnu Abbas r. a.
  • Ibnu Ummar r. a.
  • Fatimah r. a.
  • Husain bin Ali r. a.
  • Usamah bin Zaid r. a.
  • Ali r. a.
  • Anas bin Malik r. a.
  • Hasan bin Ali r. a.
     

Buku ini termasuk cukup light reading. Again, saya suka terganggu kalau terlalu banyaknya fakta tahun-tahun sejarah untuk bacaan batita or balita. Hanya saja  memang banyak nama di sini. Maklum lah, kisah anak-anak ini pun mengambil kesaksian dari orang-orang lain di sekitarnya. Jadi ya mau tak mau banyak nama-nama Arab.

Materinya sendiri saya pikir ada kendala sumber. Jadi, pada beberapa kisah sepertinya sumbernya tidak sebanyak jatah halaman yang disiapkan. Sehingga muncullah pernyatan-pernyataan berulang. Seperti yang saya lihat di buku Aisyah. Entah berapa kali tersebut, “sungguh Aisyah sangat mulia.” Saking seringnya menurut saya, saya suudzon, jangan-jangan untuk memenuhi kuota kalimat saja. Soalnya di kisah Zaid bin Tsabit ga begitu-begitu amat.

I love the illustrations. Bersih, lucu, halus,sederhana.  Nice pic lah.

 

#IndonesiaMoslemReadingChallenge

#IMRC

#TokoMuslimKoe

 

Minggu, 01 Februari 2015

hoMYNGGU: Warga Apartemen Boleh Demo, dong!


Beberapa minggu belakangan, warga Kalibata City lagi kompak. Apa pasal? Kenaikan Iuran Pemeliharaan Lingkungan oleh pihak manajemen yang diumumkan akhir tahun lalu. Mulai dari reaksi protes per orangan, menunda bayar, hingga akhirnya mulai deh dikumpulkan warganya. Sayang sekali di komplek apartemen sebegini besar tidak ada paguyuban khusus untuk itu. Jadi, mengumpulkan massa itu rada-rada sulit. Mungkin karena saling menunggu adanya kepala rumah tangga di setiap tower yang pengangkatannya juga diketahui pihak pengelola. Jadilah di sini semacam kos-kosan, people come and go ... just like that.

 

Nah, lama kelamaan ini jadi bumerang juga bagi penghuni yang sekaligus pemilik. Kok ya nyekik banget nih IPL. Padahal eh padahal masalah komplek ini banyak yang sudah berlarut-larut. Berikut beberapa nota keberatan warga Kalibata City terkait kenaikan IPL:

  1. Proses kenaikan IPL selalu dilandasi dengan kenaikan harga BBM (yang sudah turun banyak), peningkatan kesejahteraan karyawan (padahal saya tahu mereka habis cut banyak pegawai, biasanya satu tower ada 5 OB untuk membersihkan lorong, sekarang hanya ada dua), dan peningkatan kualitas. Nyatanya, tidak pernah transparan dan tidak pernah diaudit.
  2. Proses pembayaran IPL yang harus dibayar lunas di awal tahun. Kalau dipikir-pikir, menggaji karyawan kan bulanan, kok ya kita kudu bantu ‘deposit’ duit buat pengelola? Bayangkan satu tower bisa ada 800 unit, dan di Kalibata City ada 18 tower. Kebayang, kan? Padahal dulu ada opsi  bulanan, tiga bulanan, dan 6 bulanan.
  3. Masalah lama yang belum terselesaikan. Yang paling heboh adalah perihal parkiran.
    Sudah kaya tinggal di gang lah kalau lewat di dalam Kalibata City. Penuuuuuh. Saya pun tidak mau punya mobil jadinya. Hal ini memang disebabkan karena kurangnya sosialisasi bin pengaturan seperti untuk tower-tower bersubsidi A-G sebenarnya jatah parkirnya per 3 atau 5 unit dapat 1 jatah parkir. Nah, kenyataannya, hampir semua unit punya mobil dan/atau motor. Sumpek? Banget.

Akhirnya meeting demi meeting pun berlangsung , walau saya tahu pesertanya tidak banyak karena  selalu dilakukan di hari kerja pada malam hari dan hanya bisa diikuti oleh pemilik yang namanya tertera di SHM. Tidak bisa diwakili bahkan oleh istrinya. Kemarin saya lihat sejumlah orang berkumpul, wah jangan-jangan mau demo kaya Green Pramuka Apartement nih. Soalnya tahun lalu apartemen serupa di kelapa Gading juga demo menolak bayar IPL, di sana lebih dulu parah parkirannya.

 

Hm mm sayang  saya ga bisa ikutan. Konon kan kalau ada demo begitu yang dilihat jumlah, bukan materi orasinya. Sepertinya jalan menuju hidup dalam lingkungan apartemen yang baik dan benar masih panjang urusannya ....

hoMYNGGU: Coba Mesin Cuci Koin


Saya sebenarnya punya mesin cuci di rumah sehingga tidak pernah menggunakan jasa laundry. Namun ketika dua tahun lalu muncul jasa mesin cuci koin pertama di Kalibata City, saya pe
saat ditolak laundry koin 

nasaran banget. Soalnya selalu teringat adegan Mr. Bean saat di laundry koin, bahkan kap lampu saja masuk mesin cuci. Sayangnya ketika saya membawa segambreng boneka anak-anak ke sana, saya ditolak. Padahal bawanya usaha banget, laundry koin itu berada di tower Sakura, saya di Borneo, jadi ujung ke ujung. Mereka takut mesin cucinya yang begitu buka langsung ada segambreng akan rusak. Lha ... apakah adegan mr. Bean mencuci teddy bearnya adalah fiksi? Masih ga rela ditolak hihihiy ...

Dengan hati sedih, saya pun berlalu. Mencoba menghapus keinginan ke laundry koin itu. Eh, ternyata si laundry koin di tower Sakura itu buka cabang di tower Akasia. Sebelahan dong. Walau unit mesin cucinya ga sebanyak di tower Sakura, mungkin hanya 8. Ah, tapi pasti boneka ga dibolehin. Tak sudi. Mau iseng bawa baju sendiri kok ya males ya, mungkin karena baju kotor saya umumnya sudah basah karena yah kelakukan anak-anak saat mandi. Nanti jadi berat ditimbangnya.
Eh ternyata ada yang buka lagi di tower Gaharu jelangakhir tahun lalu. Kali ini lain merek, dan begitu buka ada 40 unit mesin cuci (karena itu mesin cuci dan pengering, mungkin lebih tepatnya ada 20 pasang unit). Nah, saya jadi penasaran banget. Apalagi di brosurnya tertulis bisa untuk mencuci boneka. Yes!
Rupanya saya baru ke sana untuk mencuci bedcover dan sprei plus gorden. Yah, melanjutkan aksi nesting si bumil. Ceritanya si bedcover mau saya taruh di lemari tapi ga ada plastik yang bagus, jadi deh ke laundry itu biar dapat plastik yang ketat itu. Kalau mau cuci di rumah entah kapan keringnya, lagi hujan terus. Sesampainya di sana, rupanya bedcover tidak boleh digabung pencuciannya. Mungkin karena berat ya? Gorden dan sprei (yang kebetulan bau pesing) digabung sama pakaian. Tapi saya ga bawa pakaian, jadi ya suds, bed cover saja.
Pertama-tama, bedcover yang hendak dicuci ditaruh di keranjang hijau. Ditimbang. Lalu bayar Rp35000,-. Ada pilihan drop off (mulai rp25000,-) dan self service (mulai dari R20000). Harga yang saya bayar adalah harga satu bedcover. Ada juga jasa setrikanya, kalau yang bawa pakaian bersih sendiri harga mulai Rp5000,- sedangkan yang drop off harga mulai Rp3000,-.
Bedanya dengan di luar negeri mungkin karena belum terbiasa, pelanggan self service ga benar-benar self service karena sabun dan pewangi plus koinnya dipegang sama kasirnya. Jadi rada kasihan sama kasirnya karena dia harus meladeni yang nimbang dan bayar, plus masukin sabun cs ke mesin bagi mereka yang sudah bayar.
Bedcover masuk. Sabun dan pewangi sudah dituang. Koin keriting sudah masuk. Pencet-pencet, ya 40 menit kemudian baru datang lagi. Saya sih sambil bawa anak-anak main pagi itu. Oh iya jasa laundry koin ini termasuk paling pagi bukanya (penting, soalnya di luar negeri banyak yang 24 jam). Sudah 40 menit, saya balik lagi ke TKP. Orang semakin ramai. Ada sih tempat duduk di sana dan free coffee bagi yang selfservice, tapi berhubung ramai bingit, ya saya lebih pilih menyingkir. Padahal anak-anak seneng banget lihat baju mutar-mutar alias noraknyaaaa ....
Sekarang waktunya memindahkan bedcover ke mesin pengering. Lagi-lagi panggil mba kasirnya untuk koinnya. Masukkan koin, pencet-pencet tombol, yak another 40 minutes.  Ya suds, pulang dulu. Empat puluh menit kemudian saya balik lagi, kata mba kasirnya kudu dibalik sebelum dikeringin lagi selama 30 menit. Hiya loh, bolak balik. Sayanya yang bolak balik. Pernyataan kudu dibalik itu yang bikin saya ngeh kenapa ada bapak-bapak yang menaruh pakaiannya apik banget ke mesin cuic. Layer per layer gitu. Ga kaya saya, brutal. Hehehe iya, banyak bapak-bapak di situ. Kayanya nyuci baju di tempat beginian bikin mereka semangat hahaha ....  

Akhirnya bedcover saya kering, wangi, dan panas. Well, ga sepenuhnya kering, karena ya mungkin karena sikap brutal memasukkan pakaian ke dalam mesin hehehe .... Masuk plastik yang saya incar dan berjalan pulang.
Kayanya kegiatan ini cocok bagi mereka yang tinggal di unit tapi banyak kegiatan di luar unit. Misal menunggu anak selesai sekolah atau sambil ditinggal belanja. Yah, lumayanlah buat masa-masa darurat baru melahirkan nanti. Si ayah bisa disuruh cuci baju, pasti dia lebih mau ketimbang disuruh nyuci di rumah :P

hoMYNGGU: Ketika Apartemen Mati Lampu



Duduk di lorong menjelang subuh dan mengetik. Itulah saya. Ngapain? Habis mati lampu mendadak dini hari tadi. Saya terbangun sudah ada lilin yang nyaris habis apinya dan pintu balkon sudah dibuka. Daaan mumpung anak-anak belum terbangun karena kepanasan, saya ke lorong. Di lorong lampu menyala dan di seberang pintu unit saya ada saklar. Mayan buat ngecharge laptop yang sudah bocor baterainya ini.


Jika ada yang pernah ke Kalibata City mungkin tahu betapa ‘besarnya’ unit kami. Belum lagi atap yang rendah. Jadi kebayang kan kalau mati lampu? Kondisi ini mungkin tidak berlaku bagi tower-tower apartermen ‘betulan’ di Green Palace. Biasanya dari dua sekring, hanya satu yang mati. Jadi masih bisa menyalakan AC.


Mati lampu di Kalibata City itu terjadi paling tidak setahun sekali di malam hari. Saat jelang hari Pahlawan atau Kesaktian Pancasila deh kalau tidak salah, saya lupa. Biasanya ada protokol dari kepresidenan untuk mematikan semua sumber cahaya dari jam 11-01 dini hari. Kenapa? Ya, karena saya tinggal di samping komplek Taman Makam Pahlawan Kalibata (komplek orang hidup berdampingan dengan orang meninggal), jadi pada salah satu hari yang saya sebut tadi biasanya ada upacara penghormatan yang dilakukan tengah malam.


Pernah pada suatu tengah malam itu, ada banyak protes dari penghuni. Kebanyakan menggunakan alasan anak, entah jadi rewel kalau bayi, atau ada yang langsung kambuh asmanya. Saya no comment deh, setiap orang kan punya definisi nyaman sendiri. Toh, saya punya cara sendiri mengatasinya, ya karena pernah ngalamin yang repot gitu pas mati lampu.

  1. Kebanyakan mati lampu sudah diberitahu sebelumnya. Jika mati lampu diadakan tengah malam, biasanya saya mendinginkan unit lebih awal dari biasanya. Jadi ketika mati lampu, sisa dinginnya AC masih bisa bertahan hingga paling lama dua jam, setelah itu baru dibuka jendela. Waktu itu, anak-anak masih tidur di ruang utama, jadi akses jendela ya langsung. Nah, kalau sekarang? Hmmm belum bangun sih anaknya.
  2. Kalau terlampau gelap, saya buka gorden sedikit agar mendapat cahaya lampu taman. 
  3. Jika terjadinya siang hari dan sudah diberitahu sebelumnya, saya prefer menghapus jadwal tidur siang anak-anak dan mengungsi main di taman bawah lalu ngadem di mal. Tapi ya mal biasanya juga ga adem-adem amat.
  4. Nah, agak repot ketika mati lampu pas anak-anak tidur siang. Tidurnya jadi sebentar. Selalu lupa mau beli kipas angin baterai.
  5. Kalau jadwal pematian listriknya kayanya bakal lama, ya sudah, ngungsi ke Tebet. Hahaha ....


Yah, saya belajar ga parno kalau AC ga nyala. Yang penting ga ada nyamuk. Repotnya mati lampu kan itu, ketemu nyamuk. Jadi yah alhamdulillah dapat yang lantai 10 hihihiy.... Keringat-keringat sedikit, ga papa lah ....