Rabu, 30 April 2014

Kenangan dan Harapan di Museum Tsunami Aceh



sumber: http://www.indonesia.travel/public/media/images/upload/poi/Museum%20Tsunami%20Aceh%20-%20Gallery%20(10).jpg


Sejak kecil, setiap kali ayah saya mudik ke Aceh, dia akan kembali ke Jakarta dengan membawa tiga rasa dari Aceh. Rasa historis, rasa budaya, dan rasa agamis. Ketiga rasa ini seolah tak pernah berpisah dalam keadaan apa pun. Bahkan ketika tsunami melanda pada 2004 lalu. Saya ingat bahkan pada 2008 ketika hendak melihat-lihat perlengkapan pelaminan Aceh, si pemilik berujar, “Sekarang sudah tidak ada lagi yang membuat. Korban tsunami.”


Dalam sekejap, Aceh yan g berpuluh tahun menyandang status sebagai daerah konflik, daerah tidak aman, berubah menjadi daerah yang luluh lantak diterjang ombak. Banyak orang mengira, habis sudah riwayat Aceh sebagai Daerah Istimewa. Namun, banyak pula yang lupa bahwa ombak pun sejatinya menjadi bagian dari kebudayaan Aceh. Tari saman adalah filosofi deburan ombak dan zikir yang mengalun di antaranya. Jadi ketika tsunami terjadi, di tengah tangisan pilu, adalah zikir tiada putus yang selalu berkumandang dalam setiap siaran televisi. Agaknya itulah salah satu bukti bahwa cahaya harapan itu belum padam sepenuhnya.


Aceh sungguh kian berbenah setelah bencana itu. Salah satunya adalah mengadakan lomba desain gedung terkait tsunami. Dan sungguh terharu rasanya ketika seorang dosen ITB, yang kini menjadi Walikota Bandung, memenangkan lomba desain untuk sebuah bangunan bernama Museum Tsunami Aceh. Bagaimana dia menciptakan sesuatu yang merupakan perwakilan dari semua aspek yang dimiliki Aceh dengan citarasa modern.


Museum Tsunami Aceh terletak di Jl. Iskandar Muda, Banda Aceh. Museum ini buka setiap hari, kecuali hari Jumat, dari pukul 10.00-12.00. Bentuknya mencolok, seperti kapal Nabi Nuh yang ada di puncak gunung. Itulah fungsi lain Museum Tsunami Aceh, sebagai escape building jikalau hal serupa terjadi (naudzubillah mindzalik).   Dari samping bentuknya memang menyerupai kapal dengan geladak luas lengkap dengan cerobongnya. Kapal juga merupakan kawan dekat rakyat Aceh sebagai masyarakat pesisir. Sedangkan penyangganya mengambil ciri khas rumoh panggung Aceh.  Sedangkan jika dilihat dari atas, museum ini memiliki pola gelombang tsunami.


Interiornya tidak kalah menonjol. Museum ini menegaskan bahwa walaupun Museum Tsunami Aceh merupakan destinasi wisata tsunami, tetapi ini bukanlah wisata yang bisa dianggap remeh. Malah, lebih pas disebut bagian dari perjalanan rohani. Lorong Gelap Tsunami adalah lorong masuk dengan efek air jatuh di dinding. Tsunami kala itu memang membawa gelombang air berwarna hitam pekat. Aceh saat itu seketika gelap gulita semalaman karena terputusnya aliran listrik. Wajarlah ada anjuran bagi mereka yang memiliki fobia atau trauma untuk tidak menggunakan jalan ini.


Lalu ada Ruang Penentuan Nasib. Sebuah ruangan berbentuk cerobong  dengan tulisan lafaz Allah di bagian puncaknya. Di sepanjang dinding cerobong itu terpatri nama-nama korban tsunami. Ini adalah cerobong doa, semoga para korban diterima amal ibadahnya di sisi Allah Swt. Dan bagi yang selamat senantiasa diberikan jalan/petunjuk menuju arah yang benar.


Dan “jalan yang benar” menurut versi Museum Tsunami adalah sisi selanjutnya yang bernama Jembatan Harapan. Harapan untuk selamat muncul ketika para survivor mencapai dataran yang lebih tinggi. Ketika lebih banyak uluran tangan yang terjuntai, yang digambarkan dengan bendera 52 negara.


Apakah yang dilakukan orang ketika berada di puncak? Dalam keadaan normal mungkin untuk menikmati matahari terbit lalu kemudian turun lagi. Namun, saat tsunami, mereka yang selamat mencapai dataran tinggi, juga tak berlama-lama menatap langit karena mereka meninggalkan kenangan seumur hidupnya di bawah sana. Dan akan tiba waktunya bagi mereka untuk turun, mengais sisa-sisa kenangan, menapaki jejak-jejak kerinduan yang mungkin sudah tidak sama lagi bentuknya. Mereka turun untuk menangis, berduka, merayap, untuk kemudian bangkit kembali.


Itulah yang Anda akan lihat usai melewati Jembatan Harapan. Setiap dokumentasi akan tsunami. Diorama tsunami. Ruang bersantai dengan kolam berisi ikan hias. Toko suvenir. Toko makanan khas Aceh. Semua itu menunjukkan bahwa Aceh tidak mati. Jangan lupa untuk memasuki area yang berisi informasi dan simulasi lengkap tentang tsunami dan gempa berbasis iptek. Oleh karena sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang beriman, dan sebaik-baiknya orang beriman adalah mereka yang berilmu.


Yang menarik adalah, Museum Tsunami Aceh bukanlah “penghuni” pertama. Di bagian belakang museum ini ada komplek kuburan Belanda bernama Kerkhof. Sekali lagi, kedua sejarah ini menjadi bagian dari rasa historis khas Aceh.


Bencana ini memang kenangan yang menyakitkan. Namun, jadikanlah ini sebagai pembelajaran bagi kita semua. Bahwa Allah senantiasa memberikan kemudahan dalam setiap kesulitan. Karena  ombak akan senantiasa tercipta dalam bahtera kehidupan manusia. Pintar-pintarnya kita untuk mampu bertahan dalam kapal kita.


Jadi, jika Anda merasa menjadi orang paling menderita di seluruh dunia, datanglah ke Aceh. Masuki Museum Tsunami Aceh. Maka Anda akan memahami bagaimana seharusnya kita menghargai kehidupan.


Sumber: http://m.kompasiana.com/post/read/476854/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh.html


 

4 komentar:

  1. hmmm pengen kesana mak, cuma lihat di referensi bikin penasaran bgt...


    mampir di post baruku juga ya mak, makasi...
    http://mieagoblog.blogspot.com/2014/04/culinary-tourism-of-banda-aceh.html

    BalasHapus
  2. menarik tulisannya. sukses ya. mampir juga ya kemari mhdharis.wordpress.com/2014/04/27/banda-aceh-punya-situs-objek-wisata-tsunami-yang-wajib-dikunjungi/

    BalasHapus
  3. Akan dibaca semua temans, terima kasih sudah mampir

    BalasHapus
  4. Undangan Menjadi Peserta Lomba Review Website berhadiah 30 Juta.
    Selamat Siang, setelah kami memperhatikan kualitas tulisan di Blog ini.
    Kami akan senang sekali, jika Blog ini berkenan mengikuti Lomba review
    Websitedari babastudio.

    Untuk Lebih jelas dan detail mohon kunjungi http://www.babastudio.com/review2014


    Salam
    Baba Studio

    BalasHapus