Pernahkah Anda mengeluarkan pernyataan seperti ini?
“ Mobilnya mewah tapi kok buang sampah sembarangan?”
“Ngakunya ustad kok perilakunya begitu?”
Dan lain sebagainya.
Well, saya pernah. Sasaran pertamanya adalah ayah saya, saya
merasa ayah saya tidak melakukan ajaran agama sebagaimana mestinya. Yah,
seperti pernyataan di atas, “Katanya beragama, tapi kok galak banget?” Hingga
kemudian di usia remaja itu saya melakukan protes dalam sunyi. Saya menolak
shalat lima waktu dan saya tidak suka semua guru agama saya. Pikir saya waktu
itu, “ngapain shalat rajin-rajin tapi ga jadi orang baik” atau “ah, pak guru
ini sama aja ngomongnya dengan papa”. Kotoran banteng lah.
Lalu kemudian saya mengalami saat di mana sayalah yang
dipandang seperti itu. Suatu hari di SMU, saya pernah merokok di sekolah. Waktu
itu sudah malam, jadi biasanya pengawasan sekolah nyaris tidak ada. Sekolah
masih ramai dengan pelajar karena ada semacam malam berkumpulnya para penggiat
ekstrakurikuler. Oleh karena saya merokok di samping mushalla ya berpapasanlah
saya dengan anak rohis. Dalam bisik-bisiknya pada temannya, saya bisa
mendengar, “Topeng-topeng.” Saya tahu itu arahnya ke mana. Dipikirnya saya
pakai jilbab hanya sebagai topeng menutupi betapa nakalnya saya.
Saya tak kalah picik menjawab dalam hati. Sorry ya bung,
hanya karena gue tutup aurat, gue ga boleh merokok? Lha, cowo-cowo yang pakai
celana panjang emangnya ga tutup aurat? Banyak tuw yang brengsek. Ga ada yang
bilang celananya adalah topeng (or sarung). Asal lo tahu aja, nenek-nenek di
minang itu pada merokok. Pada pake kerudung semua mereka. Huh.
Ya, tapi dalam hati. But I must say, been there done that
lah. Namanya juga fase kehidupan. Dalam perjalanannya , kadar menghakimi dan
dihakimi ini berubah-ubah hingga kemudian saya capek sendiri. Capek membalas
dalam hati penghakiman orang. Dan cape nyinyirin orang lain. Oprah pernah
berkata, seperti memakan racun dan berharap orang lain yang mati.
Lalu saya mulai meyakini satu hal, bahwa tidak semua orang
belajar sesuai urut bab kehidupan yang berlaku. Misalnya, urusan jilbab. Pada masa
saya baru pakai, persis mau masuk SMP, yang saya pikir bukan perihal hidayah. Melainkan
bahwa pakai jilbab itu ga ada susahnya sama sekali. Apa masalahnya? Ya, mungkin
karena saya cuek dengan penampilan. Toh selama ini baju saya juga ga pernah
seksi-seksi. Eh, rupanya di masyarakat berlaku urutan bahwa ketika berjilbab,
kamu harus mendadak alim. Lha. Trus saya,
piye? Masa tunggu jilbabin hati dulu? Saya kan masih remaja, harus mengalami
masa labil. (alesan) .Ibarat menjawab soal ujian, bukankah disarankan lakukan
yang lebih mudah terlebih dahulu? Dan kemudian berproses untuk berusaha
menjawab soal-soal lain yang lebih sulit.
Yah, kaya si pemilik mobil mewah dan kebiasaan buang
sampahnya. Ketika dia belajar untuk menjadi kaya, tidak disebutkan bahwa dia
harus belajar buang sampah terlebih dahulu untuk bisa punya mobil mewah. Bisa
jadi orangtuanya dulu terlampau sibuk mengajarkan cara menjadi kaya dan lupa
soal yang namanya menjaga kebersihan, toh kalau kaya kan ada orang yang bisa
dibayar untuk bersih-bersih.
Jadi kemudian saya pikir, yah maaf deh kalau saya tidak
belajar sesuai urut bab. Tapi doakan saya tetap mau belajar, karena yang
terburuk dari semua itu adalah berhenti belajar menjadi orang yang lebih baik
karena manusia tidak pernah sempurna.
Yah, balik ke bab tadi. Orang yang sudah belajar bab 9 belum
tentu lebih baik daripada orang yang baru belajar SAMPAI bab 5. Kalaupun sudah
belajar, belum tentu paham, belum tentu suka, dan banyak belum tentu lainnya.
Saya cukup cocok dengan pemahaman ini, yang mungkin hanya
karangan saya sendiri. Dengan mengatakan hal ini pada diri saya sendiri, saya
cukup berhasil menahan diri dari setidaknya bersikap menghakimi. Entah ya kalau
dihakimi, saya mah pasrah saja. Hehehe ...
Rasulullah sendiri menunjukkan sikap senantiasa mendoakan
mereka-mereka yang bersikap negatif karena Rasulullah merasa hal itu dilakukan
karena mereka belum paham, belum mengerti. Bahwa target yang ingin saya hakimi
bisa jadi belum paham dengan tindakannya, atau jangan-jangan sayalah yang belum
paham maksud dan tujuan si target itu. (well, ini tidak berlaku untuk
Rasulullah, ya). All I could do is wishing them (and us) for the best in life.
Bahwa semua yang terjadi dalam hidup adalah yang terbaik, yang senantiasa mendorong
kita menjadi manusia lebih baik, jika kita mau mengambil pelajaran darinya.
Ibarat kata pepatah yaa don't judge a book by its cover
BalasHapusTerkadang covernya ga nyambung hehehe =D
HapusAku biasanya langsung ninggalin orang yang berkomentar ngehakimin begitu, hahaha.. soalnya itu komentar yang destruktif.. misalnya katanya berjjilbab tapi kelakuannya gak bener, klo aku dengerin, secara ego bukannya kebawa untuk benerin tingkah laku tapi bisa aja kebawa untuk lepas jilbab..
BalasHapushahahah iyah. yah namanya cobaan hidup #haiyah
Hapusya aku sih selau jadi diri sendiri. kalau urusan hati dan iman saya itu urtusan aku dengan Allahku
BalasHapusdan semoga selalu dilindungi dan diberkahi Allah guna menjadi orang yang lebih baik :)
Hapusiya emang kalau urusan jilbab sama akhlak pasti gak abis2.
BalasHapuspadahal kan itu 2 hal yang berbeda. semua manusia pasti butuh proses.
salam kenal ya mbak :)
yup, emang lebih amannya didoakan saja toh yg nunjuk juga pasti punya pe er kehidupan sendiri. salam kenal jugaa :P
HapusPengennya sih cuek2 aja mak, tp kadang2 jg daku jabanin, itu pun kalau udh keterlaluan ngomongnya.
BalasHapusAh org2 bgini, ternyata ada di belahan bumi manapun *yaiyalah.plis deh. Hehe.
Tfs ya mak