Akhirnya si Amy menyerah juga. Ga sanggup deh lagi hamil
begini tapi juga harus ngehomeschooling anak-anak. Dan pencarian tempat
berkegiatan untuk Malika dan Safir pun
dimulai. Awalnya cari yang dekat-dekat dengan tower tempat tinggal, ada
beberapa tempat kursus calistung tapi kok ya sebel dengar penjelasannya. Lalu
sudut mata melihat di sebuah sudut, ada promo tempat edukasi baru, tapi baru
saja saya akhirnya punya tenaga untuk menghampiri stan promo tersebut, eh sudah
ga ada. Jadilah saya ke tower Sakura, dengan plang nama besar bertuliskan Gen
Cerdik.
Begitu masuk ke ruangan yang memang hanya satu itu,
anak-anak langsung menghambur ke arah rak-rak yang isinya mainan. Sementara
saya duduk di meja penerimaan. Waktu itu memang sepi, hanya ada dua tiga orang
di dalam sana. Mungkin belum ada kegiatan belajar mengajar.
“Kegiatannya, bermain.”
Jelas si mba-mba. Pendek sangat. Alis mata saya naik
sebelah. Oookeee ... Lalu dia pun menjelaskan satu per satu program yang
diusungnya, ada: art, spatial, literacy, english club, iqro, fun science, role
play, dan logic & math. Beberapa program baru saya pahami belakangan.
Spatial adalah kegiatan yang terkait dengan bentuk, sehingga
banyak menggunakan permainan balok. Di sini ga semata-mata diajarkan cara
membuat sesuatu yang keren dari balok sih, karena setiap minggu ada satu tema
besar yang diajarkan di Gen Cerdik, maka disesuaikanlah dengan temanya
masing-masing. Kalau sedang diintip kesannya memang nih anak main-main doang
terus fasilitatornya foto-foto, padahal itulah bagian dari pembelajarannya.
Jika seorang anak setidaknya mengambil 4 program wajib, maka terjadi simulasi
dari berbagai sisi, sehingga kemampuan spatialnya pun turut berkembang. Dari
yang awalnya mengurutkan balok-balok, membuat bentuk dalam kurva terbuka,
tertutup dan bahkan kemudian bisa merencanakan sejak awal hendak membuat apa.
Dalam perkembangannya, ini mendorong anak menjadi pribadi yang lebih terencana
alias tidak gegabah.
Literacy sesuai namanya banyak terkait dengan buku. Lucunya
di sini malah tidak diajarkan membaca. Perkenalan huruf ada tapi tidak
menonjol. Saya ingat betapa Malika tidak suka dengan work sheet tracing di
sekolah sebelumnya (itulah alasan saya tidak memasukkannya ke les calistung).
Konsepnya adalah pemahaman. Biasanya diawali dengan membacakan buku sesuai
tema, lalu kemudian mulai ke kegiatan yang terkait dengan buku itu entah dengan
prakarya atau bermain peran. Ini sih Malika sama Safir banget. Secara mereka
cerewet tapi masih harus belajar menyimak dengan baik. Jadi di kelas ini bukan
mendorong anak bisa membaca, melainkan suka membaca, bisa memahami, bisa
menceritakan kembali dan akhirnya mengemukakan pendapat. Menurut sumber yang
pernah saya baca, kegiatan membacakan cerita di rumah itu lebih terkait dengan
kemampuan berhitung alih-alih kemampuan baca dan tulis. Saya teringat dengan
penjelasan salah seorang pengelola kursus calistung bahwa ada anak usia SD yang
mengerjakan PR di tempat itu dikarenakan mereka tidak paham dengan soal
matematika. Jadi bisa baca belum tentu bisa paham loh ya. Saya pikir, oh pantas
kok Malika senang banget hitung-hitungan padahal jarang saya stimulasi ke arah
itu. Dan itu membawa saya ke penjelasan selanjutnya.
Logic & Math. Naah, di sini saya merasa pas, ketika
matematika disandingkan dengan logika. Pada pertemuan orangtua murid dengan
para pengajar sempat dijelaskan step by step kurikulumnya. Ada proses yang
panjang sebelum akhirnya mencapai angka dan penjumlahan. Seperti konsep ruang,
volume, waktu, arah, dan kawan-kawan. Tahukah Anda bahwa anak-anak itu pada
usia dini itu penglihatannya seperti dunia imajinasi, kalau di film kartun tuh
yang berbagai objek itu masih ga karu-karuan bentuknya. Rumah miring, jalan
bergelombang, dan lain sebagainya. Masih bercampur-campur antara nyata dan
tidak nyata. Makanya konsep seperti ini harus diajarkan. Terdengar sepele? Well,
saya sangat suka memanfaatkannya untuk membuat anak mandiri terutama ketika
saya hanya mampu tiduran di kasur. Saya jadi tidak perlu mengambilkan segala
sesuatu untuk anak, dengan instruksi dari saya mereka bisa mengambil sendiri
sesuatu yang mereka butuhkan. Walau masih ada yang belum bisa, yaitu seni
mencari. Mencari barang tersembunyi bukan Cuma sulit dilakukan anak-anak tapi
juga orang dewasa. Ayahnya anak-anak contohnya hehehehe ... Singkat kata
belajar pemetaan. Setelah bisa memetakan sesuatu barulah ketemu matematika.
Jadi ingat waktu SMA ga sih ketika belajar logika, saya sempat bingung, ini
bidang apaan sih kok masuk ke matematika. Rupanya itu sangat berguna dalam
memetakan sebuah masalah. Mudah-mudahan sih anak-anak jadi terstimulasi
logikanya jadi ga sebentar-sebentar kebawa emosi.
Itulah penjelasan di antaranya, nanti saya kepanjangan
nulisnya.
Kadang saya merasa lucu, ketika di tempat yang bangga dengan
kurikulum mencetak anak yang bisa calistung di usia dini, saya sebal. Ketika ke
tempat yang dengan entengnya bilang tempat edukasi yang fun alias banyak
mainnya, saya agak error. Harusnya kan saya klop banget dengan metode itu.
Namun, rupanya saya masih terpengaruh dengan apa kata dunia. Bagaimana saya
menjelaskan pada orangtua saya terkait di manakah anak-anak mengemban ilmu? Jangankan
orangtua, ketika saya memutuskan menunda TK Malika, suami menganggapnya sebagai
penghematan uang pendidikan padahal kegiatan di rumah kan ga Cuma main.
Mainannya pun dipilih. Outingnya dijadwalkan. Pakai duit semua itu hehehe.
Toh, akhirnya pada Februari si ayah setuju memasukkan
anak-anak ke Gen Cerdik. Kalau anak-anak mah semangat banget ke sana, karena
kami bilangnya Kelas Bermain. Program yang diambil adalah spatial, literacy,
english club, fun science, dan logic & math. Dalam satu sesi ada dua
program masing-masing satu jam. Jadi setiap hari anak-anak ngendon di Gen
Cerdik selama dua jam. Saya yang awalnya membatin akhirnya mau tak mau harus
menentukan pilihan agar tidak galau. Sudah jelas bahwa ini sejalan dengan
konsep yang hendak saya jalankan di rumah, yaitu menambah pengalaman sekaligus
wawasan. Namun, kondisi hamil yang suka semaput sendiri ini membuat saya harus
merelakan mencari support system lain yang mendukung visi misi saya. Untuk
Malika, visi misi saya adalah menyelamatkan hubungan ibu dan anak. Saya yang
jadi (lebih) mudah senewen ini merasa bahwa semangat Malika yang sedang
kembang-kembangnya harus diselamatkan, biar saya ada waktu untuk tenang dan
kemudian bisa menyokong segala kegiatan
dia di Gen Cerdik. Sedangkan untuk Safir, yang pertama adalah membentuk
lingkungan yang permanen sehingga dia juga punya teman permanen. Anak-anak
memang main di taman, tapi karena jadwalnya berubah-ubah, ya temannya
ganti-ganti. Kedua, mandiri. Biar dia ga ngelendotin kakaknya terus. Kakak ga
ada dicariiin, kakak ada jadi berantem. Bah. Misi ke dua ini masih bertahap
dilakukannya, targetnya ya ketika Malika masuk TK di awal ajaran baru nanti. Sekarang
baru satu program saja yang dilakoni Safir sendirian.
Namun, bukan berarti tempat ini tidak memiliki kekurangan.
Ketika minat warga Kalibata City meningkat terhadap Gen Cerdik, maka mulailah
terlihat kekurangannya. Misal, kurang ruangan. Gen Cerdik memang hanya terdiri
dari satu ruangan luas. Sehingga hanya bisa menampung satu program dalam satu
waktu. Tapi karena orangtua pun dibebaskan memilih program dan harinya maka
terjadilah penumpukan di beberapa program di waktu tertentu. 15 anak dalam satu
ruangan ituuuu riuh banget loh, walau tenaga fasilitatornya sedang
perlahan-lahan ditambah. Beberapa fasilitator baru pun ada yang masih kurang
sreg dirasa oleh para orangtua. Yeah, it’s a process.
Ide menambah ruang sounds like a great idea, tapi itu
menimbulkan biaya baru bagi orangtua. Dan lagi mungkin juga secara
hitung-hitungan belum sampai level mendesak menambah ruangan baru karena di
program lain malah cenderung sepi alias di bawah 8 orang. Again, ini proses semoga ketemu jalan keluar
lain.
Oleh karena terjadi pertambahan murid dan fasilitator, maka
fasilitator senior pun mulai terlihat kewalahan. Laporan siswa yang awalnya
dijanjikan tiap bulan, belum saya dapatkan. Setidaknya untuk saya. Jadi saya
lebih memilih konsultasi langsung ke fasilitator anak-anak sebelum menentukan
apakah akan meneruskan, menghentikan, atau menambah sebuah program di bulan
baru atau tidak. Saya memang lebih senang bicara langsung karena lebih real
time jadi saya bisa langsung menyokong pertambahan wawasan anak-anak di rumah.
Bagusnya tim Gen Cerdik ini terbuka dengan segala masukan.
Grup whatsapp orangtua siswanya juga aktif karena kerap di-share tentang
parenting dan kecerdasan anak. Pada bulan pertama Malika dan Safir masuk Gen
Cerdik lucunya dua kali pula mereka disyuting stasiun televisi. Haiyah. Tapi
bukan karena disyuting loh makanya ditulis di sini.
Info lebih lengkap silahkan follow twitternya di @gencerdik
Atau datang langsung ke Gen Cerdik yang terletak di kawasan
KCS Walk tower Sakura Kalibata City.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar