Banyak yang mengatakan bahwa sosok ayah bagi anak perempuan
adalah semacam kata kunci saat si gadis memilih pasangan hidupnya. Papa saya
adalah ampunek, datuk, dan bapak mertua bagi saya. Mengingat saya memang tidak
pernah merasakan memiliki laki-laki tua bahkan mertua laki-laki pun saya tak
pernah kenal.
Saat kecil, saya bukan penggemar papa saya. Eh dilalah
ketika pilih suami, suami dan papa ternyata memiliki banyak persamaan. Pergaulan
luas, suka jalan-jalan, suka motret, suka kerja, banyak kesendirian dari masa
kecilnya, dan sama-sama bontott ... Dan lebih pentingnya lagi, masa kecil suami
saya pernah diisi dengan banyak pengajian dan habib, walau setelah itu dia jadi
bandeeeeeel banget. So, i think ... yah bolehlah. Setidaknya sudah punya dasar
agama.
Papa memang bukan orang yang hangat. Adat keras memang sudah
menjadi wataknya. Tapi beliaulah yang
menulari virus suka membaca. Koleksi bukunya belum bisa saya kalahkan.
Papa yang mengajari saya mengaji dengan metode hafidz
sebelum metode ini nge-tren sekarang, namun karena sibuk, jadwal ini tidak selalu
dilaksanakan. Saya curiga papa adalah hafidz karena terbiasa. Karena surah apa
pun yang sedang saya baca, dia selalu menkoreksinya dari seberang ruangan,
hingga saya memutuskan untuk mengecilkan suara tadarus. Dia bisa mengaji dengan
merdu sambil mencuci baju hehehe ...
Dulu papa suka membawa kami ke tempat yang jauh untuk makan.
Perut kami sampai keroncongan sangat setibanya di sana. Terkadang saya merasa
berutang membawanya ke tempat-tempat yang makanannya enak.
Papa adalah yang tangannya dingin saat saya genggam ketika
kecil, tidak seperti tangan mama yang hangat. Tangannya dingin karena air wudhu
seolah mengendap di kulitnya karena seringnya beliau shalat. Dan cahaya fosfor
dari jam tangannya, walau mengganggu tidur saya saat itu, tapi ingatan tentang
itu tak pernah hilang.
Papa adalah orang yang sengaja mengeraskan suara mengajinya
agar anak-anaknya dengar. Sempat saya merasa dilema saat subuh atau tidur
siang. Rasanya masih ingin tidur tapi ada suara lantang papa mengaji. Ingin
menutupi kepala dengan bantal tapi kok rasanya salah.
Ah padahal saya bukan penggemar dirinya, tapi ketika usia saya
bertambah, entah kenapa banyak tentang dirinya yang muncul dalam ingatan saya.
Lalu bagaimana dengan suami? Rasanya saya harus menahan
diri. Menahan diri tidak membandingkan dirinya dengan papa, sebanyak apa pun
persamaannya, mereka berdua adalah orang yang berbeda. Yah, memang masih suka
keceplosan hehehe ... Namun jika dibandingkan dengan saya, suami adalah orang
yang cocok memberikan ilmu pada anak-anak. Saya hanya berharap, ketika
anak-anak dewasa nanti, mereka akan mengambil banyak hal positif dari warisan ayah
mereka. Mereka akan punya banyak cerita jika ditanya, apa yang kamu lakukan bersama ayahmu sewaktu kecil dulu. Bagi saya ini sebuah warisan.Warisan yang sedikit demi sedikit diberikan di masa-masa kanak-kanak
mereka. Dan semoga suami akan selalu menjadi ayah mereka yang tangguh, hangat,
lucu, pintar, baik hati, wawasan luas, dan terlebih lagi dekat dengan Allah
SWT. Selamat hari ayah ^^
ya dua pria yg berbeda yang punya sifat yg berbeda tentunya. Selamat hari ayah
BalasHapusSelamat hari ayah jugaaa ^.^
Hapusselamat hari ayah
BalasHapus