Tanggal 12 november rupanya adalah Hari Membaca Nasional. Hmmm karena temanya KAMYStory, saya mau cerita tentang pengalaman membaca dengan anak pertama saya, Malika. Kenapa hanya anak pertama? Ya, karena dia yang paling lengkap fase-fasenya, sedangkan adik-adiknya cenderung mengikuti. ‘Membaca’ bersama Malika memiliki kenangan tersendiri, entah karena dia anak sulung atau karena dia Malika. Entahlah. Saya urutkan berdasarkan umur ya, mungkin ada juga yang mau berbagi pengalaman membacanya bersama anak.
1.
0-1 tahun: Dari Nyanyian hingga Flash Card
Well, sebenarnya pas hamil pun saya sudah
sering membacakan buku untuknya. Saya gunakan corong dari koran karena katanya
suara saya jadi lebih bisa terdengar. Berbeda dengan suami yang bisa langsung
ngomong di perut saya hehehe ... Setelah lahir, kebetulan saya dihadiahi boneka
yang ada buku kainnya. Saya pikir kayanya tidak menarik jika hanya membacakan datar,
akhirnya saya gunakan nyanyian. Malika termasuk anak yang cepat terhubung jika
ada musik (lagi-lagi jangan-jangan karena saya perdengarkan Maxim dan Vanessa
Mae saat hamil) dan dia suka pengulangan. Jadi tidak perlu punya banyak cerita,
hanya cerita dari si boneka itu saja sudah membuat dia senang. Lembar
angka-angka pun saya buat nyanyiannya.
2.
1-2 tahun: Satu Kalimat Satu Halaman
Saat saya hamil anak kedua, Malika baru
saja lulus satu tahun. Dan saat itu dia sudah tidak lagi tidur di boksnya
melainkan di kasur bersama kami. Mengulang rutinitas mama saya sewaktu kami
kecil, saya bacakan surah-surah. Dan untuk ‘bacaan’nya saya gunakan flash card.
Pilihan yang agak aneh sebenarnya hehehe ... well itu karena saya punya buku
kecil untuk anak-anak berisi jenis-jenis serangga dkk. Jadi yah agak mirip
flash card. Malam menjelang tidur adalah saat saya berulang-ulang menyebutkan
nama-nama serangga dan bunga hehehe ... kayanya saat itu saya yang lebih sering
tidur duluan.
Ketika hamil saya semakin besar, sehari-hari
Malika sudah minta dibacakan buku. Waktu itu saya gunakan buku Seri Balitanya Dar!
Mizan atau buku Noddy yang bahasa Inggris. Teksnya belum saya baca benar karena
daya tahan Malika per halaman masih sangat rendah. Hanya bisa satu kalimat
untuk satu halaman. Improvisasi sangat bermain di sini. Membuat nada baca naik
turun. Yang pegal adalah, setiap buku harus diulang lima kali.
3.
2-3 tahun: Improvisasi Ala ala
Ada saatnya dia mulai mengeksplor sumber
bacaan. Pernah dia minta dibacakan buku Pooh tapi saya hanya boleh bilang ‘kotak’.
Dia hanya ingin nadanya. Kebayang ga, setelah baca buku 80 halaman dan hanya
bilang ‘kotak’? Rasanya sulit banget move on dari kotak ketika diulang lagi
bacanya tapi diganti dengan ‘bulat’.
Tidak hanya itu, dia juga minta dibacakan
untuk buku aktivitas. Tentu tahu kan, kalau tulisan di buku aktivitas itu hanya
berisi kalimat perintah yang sama di setiap halamannya? Nah, saya ga baca itu,
saya jadikanlah itu sebuah cerita yang berkesinambungan antara satu gambar
dengan gambar yang lain. Itu baru buku aktivitas, masih ada gambar anak-anak.
Nah di hari lain, dia bawakan saya buku kreasi kue dengan fondant. Oalah, piye
nyeritainnya.
4.
3-4 tahun: Kelihatan Hapalannya
Metode pengulangan masih dia terapkan
hingga di usia ini, dan karena saya improvisasi dia suka protes jika ada yang
salah atau berbeda. Dan karena improvisasi dan mau tidur itu bukan sahabat
baik, saya selalu ketiduran dan kesulitan berpikir harus melanjutkan cerita
dari mana, saya pun mulai membacakan cerita sesuai dengan tulisannya. Dan
rupanya Malika memang kuat di hapalan. Dia bahkan bisa membacakan beberapa buku sendirian tanpa ada yang keliru kalimatnya.
5.
4-sekarang: Tak Ingin Berhenti
Malika masih belum bisa membaca tapi
kosakatanya buanyak dan dia pun cerewet luar biasa. Kalau saya tidak membacakan
buku sebelum tidur, nangisnya kaya apa ... Yah memang momen membaca buku selalu
saya kondisikan sebagai momen netral. Mana bisa juga bacain buku sambil marah?
Pada usia ini, Malika memang jadi lebih
spesifik bertanya. Kalau dulu baca cerita kami diinterupsi dengan dagelan dan
tiba-tiba berkhayal ke mana-mana, sekarang dia benar-benar bertanya untuk
setiap kata di setiap kalimat. Setelah dijelaskan dan ditanya lagi, dijelaskan
lagi, ditanya lagi, dijelaskan lagi, akhirnya dia hapal. Daya tahan tiap halama
lebih lama dan menuntut halaman yang lebih banyak. Apalagi saya baca untuk dua
anak (yang satu lagi masih bayi, belum bisa minta) yang artinya setidaknya ada
dua bacaan, kalau lagi senang bisa ada empat bacaan. Dan keluar kamar, biasanya
tenggorokan saya kering. Belum lagi hapalan surah yang baginya menjadi lebih
menarik kalau saya bacakan artinya. Ga bisa tiap hari sih saya bacain artinya,
bisa gempor, karena ada sekitar 70an ayat yang dibaca. Lumayan juga ya punya
anak, bisa baca juz ‘amma tiap hari ^^
Saya sebenarnya agak gimana gitu,
membayangkan dia bisa baca sendiri nanti. Pasti akan ada lebih banyak
pertanyaan. Dan mungkin dia akan mengurangi sangat mendekati saya dengan
buku-buku barunya. Kok saya jadi sedih yak hehehe .... yah, walaupun sering
bilang capek bacain buat anak sepanjang hari, tapi jika membayangkan momen itu
tidak ada lagi, saya jadi merasa sunyi. ... Ternyata momen membaca itu bisa
membawa efek romantis ya. Hmmm, Kira-kira dia mau gantian bacain buat saya ga
ya?
Selamat Hari Membaca Nasional ^^
Kalo keponakan saya lebih suka baca dongen nasional
BalasHapusbagus juga tuuuw ^^
Hapusih keceeee, mbak. Minat bacanya udah tumbuh dari keciiill banget :))
BalasHapus