"Ami ... lihat niy" seru Safir saat baru keluar dari pintu kelasnya di Gen Cerdik.
Saya melihat sebungkusan plastik bening dengan air ... Itu kaan ...
"Aku dapat ikan." Safir menuntaskan kalimat di pikiran saya.
Rumah kami atau lebih tepatnya unit kami di Kalibata City memang sangat selektif memilih apa yang berhak menetap di dalamnya. Saking 'luasnya' kami memilih tidak memiliki sofa, rak terbuka, dan meja. Jadi ketika si anak laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara ini mengusung kantong ikan dengan hati gembira, saya gundah.
Bagi saya, memelihara binatang adalah sebuah komitmen. Seperti yang ditekankan ibu saya setiap kali mengingatkan anak-anaknya terkait keengganannya memelihara kucing yang senantiasa datang silih berganti ke rumah. "Kalau binatang itu mati karena kita lalai, kita berdosa."
Maka saya pun bergidik. Ikan bukanlah keahlian saya. Dan ikan, lebih mudah mati ketimbang kucing. Bagaimana kalau ikan itu mati?
Namun saya bergeming. Saya tempatkan ikan hasil 'tangkapan' Safir di toples bekas selai, dan terenyuh saat Safir tak henti-hentinya memandangi ikan itu. Dibawanya toples itu di samping kasurnya yang tanpa rangka agar bisa dipandangnya sebelum tidur.
Esok harinya saya belikan makanan ikan. Malamnya, ikan itu mati. Duka pertama untuk anak itu.
Kenangan dan keinginan untuk memiliki ikan tak kunjung padam walau sudah berulangkali saya katakan bahwa kami tidak memiliki prasarana yang memadai untuk itu.
"Tunggulah ... Nanti... kalau kita sudah punya rumah di tanah. Barulah kita pelihara binatang...."
Namun, entah karena tren atau apa, tanpa dibeli pun, Safir tetap saja mendapatkan kantung-kantung berisi ikan. Dan walau telah berganti-ganti wadah, ikan-ikan itu singkat saja usianya.
Kemudian, hari itu datang. TK nya melakukan outbond dan Safir sudah melihat anak-anak dari TK lain menenteng ikan sebelum pulang. Rasa kasihan melanda saya, dan memberinya izin membeli ikan cupang dengan anggapan, setidaknya daya tahan ikan itu lebih lama. Eh ternyata, menjelang naik bus, Safir diberi tanda mata ikan mas. Tiga ekor ikan sekaligus. Dan saya pun pusing. Apalagi si ikan mas ukurannya cukup besar. Saya lalu mengeluarkan satu-satunya toples kue kering.
Saya gelisah. Bagaimana caranya agar ikan-ikan dapat bertahan hidup?
Kegelisahan saya baru sirna setelah dua hari. Ketika suami berkesempatan membawa anak laki-laki saya itu ke ACE Hardware. Berdua saja. Ah ya, terkadang saya lupa, ketika sedang galau soal aksesoris rumah, jawabannya hanya satu, datang saja ke ACE Hardware. Saya sering terkejut melihat alat yang saya pikir hanya dalam bayangan, ternyata sudah diciptakan. Seperti penyedia puzzle pelengkap di setiap gambar yang belum sempurna. Apalagi letaknya tak jauh dari Kalibata City, hanya satu kali angkot, 15 menit. Benar-benar helpful place bagi kami.
Salah satu hasil perburuan di ACE Hardware. |
Tak butuh waktu lama, kedua lelaki di rumah saya itu pun pulang membawa dua fish bowl dan alat pencipta gelembung dengan bangga. Memang si ikan mas tidak bertahan lama, karena sempat salah asuhan. Tetapi kemudian, kami segera membeli ikan pengganti dan bertahan hingga sekarang. Sudah hampir 4 bulan. Tiga ikan ini menjadi penghuni tambahan di rumah kami. Walau tak bisa dielus, walau tak diberi nama, semoga cukup nyaman ya 'rumahnya'. Apalagi ACE Hardware tengah bersiap membuka gerai di Kalibata City Square, so excited to wait till June 2017.
Ini sama banget ama ankku.. Seriiiing banget bawa ikan begini, dan aku pusing mau meliara krn kita memang ga ada fish bowl dan peralatan lainnya.. Akhirnya wakyu itu beli fish bowl kecil tapi ga ada selang gelembung udaranya.. Ya mati lagi ikannya :(.. Duuuh, aku kalo bisa milih mndingan mliara kucing aja deh yg bisa dielus2 dan diajak main :p. Tp anak2 maunya suka beda ya mba
BalasHapusIya, saya pun jadi ikut sedih kalau ikannya mati, walau sebenarnya gampang beli lagi. Tp nyawa kan tetap nyawa ya. Sama lah kita, mba, suka kucing hehehe asal jgn beranak melulu
Hapus