Senin, 24 November 2014

Ketika si Kidal Terkunci di Kamar Mandi

Suatu hari Safir tengah dimandikan Amy, tapi kemudian dia lebih banyak rewelnya sehingga menghambat mandinya. Akhirnya, Amy tinggalkan di kamar mandi agar dia bisa terserah melakukan apa saja yang dari tadi dia ributkan. Pintu ditutup supaya ga becek-becek keluar. Eh, si bocah malah tambah rewel, berusaha membuka pintu tapi gagal dan akhirnya terkunci.

Kenop kamar mandi kami yang bulat dan tidak pernah ada kuncinya sejak awal kami serah terima. Kalau terkunci dari dalam sebenarnya ga masalah kalau ada orang, tapi kalau Safir yang di dalam kayanya sama juga bohong. Biasanya saya gunakan obeng untuk membuka pintu yang terkunci dari dalam, tetapi kali ini taktik tersebut tidak berhasil. Kunciannya dol.
Sudah keringetan, Safir di dalam yang tadinya gedor-gedor dengan semangat pun kini hanya terdengar tangis pelan-pelan. Saya menyerah dan akhirnya memanggil teknisi ke customer service.

Butuh beberapa saat juga bagi teknisi itu untuk membuka pintunya. Dan ketika terbuka, Safir sudah duduk sedih di kloset.

Usai kejadian tersebut, saya bertanya-tanya sendiri kenapa Safir sulit sekali membuka pintu kamar mandi. Padahal kamar yang lain juga menggunakan kenop bulat dan ketinggiannya pun sama, apa yang membedakan?

Setelah beberapa kali ujicoba, saya akhirnya mengerti. Sesuatu yang sudah lama saya pindahkan dari otak sadar saya, kenop di kamar mandi memiliki perputaran berbeda untuk membuka dan menutup ketimbang kenop di kamar lain. Penting, ya? Buat para kidal ini penting. Tidak ada buku panduannya, tetapi kami mengalami banyak sekali penyesuaian untuk bisa hidup di dunia 'kadal' ini.

Safir memang punya kecenderungan kidal. Saat mewarnai, dia pernah sesekali menggunakan tangan kanan tetapi kemudian cepat lelah. Dan di usianya yang tiga tahun, konsep ruang masih menjadi pe-er baginya. Sehingga wajarlah untuk mampu membuka pintu kamar mandi sepertinya dia masih harus berusaha lebih keras lagi.

Para kidal memang memiliki konsep atau definisi soal ruang dan arah. Titik kemiringan kami berbeda, sudut pandang kami berbeda. Kami lebih suka keluar lift dari arah kanan dan masuk dari arah kiri. Kami lebih suka berputar berlawanan arah jarum jam, dsb. Ini jika kami membiarkan otak bawah sadar kami yang bekerja. Jangan tanya soal mouse komputer, kursi kuliah, atau sekadar memilih ujung bangku sekolah jika berbagi meja kala SD. Tapi seringkali, kami harus menyesuaikan. Yah mau bagaimana lagi =P.


Yah dan sepertinya Safir baru mengalami beberapa hal baru ini. Bertahanlah, nak, kita pasti bisa =D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar