Sabtu, 13 Juni 2015

Ibu Percaya Diri, Keluarga Bahagia

Ketika hamil anak ketiga, saya dilanda ketidakpercayaan diri. Berulang kali saya berniat mempertanyakan alasan Tuhan membuat saya hamil lagi padahal saya masih jauh dari kategori orangtua yang baik. Dan isu percaya diri ini sempat menjadi subjek utama kala saya mengalami early baby blues.

Undangan bagi para ibu-ibu blogger ke acara parenting class yang bertempat di Hongkong Cafe, pada 30 Mei lalu ini pun saya ambil dengan suka cita. Saya perlu mengosongkan gelas. Jumlah anak seringkali tidak menunjukkan kemahiran orangtua dalam mengurusnya. Walau bisa dikatakan, saya sudah khatam dengan ilmu parenting. Pada akhirnya, praktiknya tidak pernah mudah.

Bertajuk “Happy Mommy, Healthy Baby”, acara ini secara garis besar mengangkat tema kepercayaan diri. Saya membawa si bayi dan meninggalkan dua anak lainnya bersama ayahnya. Yah, anggaplah me time.

Acara yang dihelat mommiesdaily.com bekerja sama dengan Transpulmin Baby Balsam dan Kamillosan ini, diawali dengan presentasi dari psikolog Anna Surti Ariani S. Psi., M. Psi., Psi. Dengan mengangkat subjek “Ibu Percaya Diri, Keluarga Bahagia”, psikolog Anna hendak menunjukkan bahwa kepercayaan diri seorang ibu atau ayah memang memiliki dampak langsung atas terbentuknya keluarga yang bahagia. Seorang ibu yang mengalami depresi dapat menyebabkan anak mengalami gangguan psikologis. 


Dengan mengutip Van Leon, dkk (2013), seperti ini:
Orangtua yang mengalami depresi -> kurang memonitori anak -> anak remaja alami gangguan psikis

Walau toh psikolog Anna juga menyatakan bahwa orangtua yang tidak percaya diri tidak serta merta membentuk anak yang tidak bahagia. Kenapa bisa begitu? Karena ada juga orangtua yang walau tidak percaya diri namun tetap berusaha keras membahagiakan keluarganya. Yah seperti pohon dengan dedaunan yang rimbun tapi akarnya keropos dengan cepat.

Kunci dari sebuah kepercayaan diri ada tiga langkah; kenali karakter positif saya, yakini karakter positif tersebut, lalu jalani. Contohnya; pada suatu hari kita terkejut, “Eh, ternyata saya bisa sabar ya.” Langkah selanjutnya katakan, “Saya memang penyabar, kok” dan kemudian “saya akan terus bersikap sabar”. Gampang, kan. (LOL)

But don’t worry, bahkan seorang psikolog pun memaklumi bahwa ada kalanya seseorang mengalami naik turun emosi. Yang penting selanjutnya adalah kembali ke jalan yang benar, secepatnya. Pikirkan bahwa kebahagiaan anak-anak bergantung dengan cara saya mengatur emosi.

Ada pun ciri-ciri bahwa kita mengalami depresi adalah ketika ada rutinitas yang berbeda, misal menjadi sulit makan atau bahkan terus-menerus makan. Jadi jika Anda melihat diri Anda atau orang-orang di sekitar Anda menunjukkan gejala-gejala seperti ini, itu berarti orang tersebut butuh pertolongan.

Ada satu sesi menarik di acara ini, saat itu psikolog Anna meminta kita menuliskan 2-3 karakter positif yang sejatinya ada pada diri orangtua, menurut kita. Setelah menuliskan kata “sabar”, “kreatif” dan “hangat” di sebuah kartu yang bergambar manis, kami diminta mengumpulkannya lalu kemudian kartu tersebut diambil lagi secara acak.


“Tidak ada yang namanya kebetulan.” Kata psikolog Anna. “Yang Anda dapatkan adalah karakter positif Anda yang belum Anda ketahui atau mungkin sudah Anda lupakan.”

Dan saya dapat apa? “Menjadi pendengar yang baik bagi anak” dan “Menjadi fans no. 1 bagi anak” Hmmm .... Actually, saya agak-agak berair mata ini saat membaca tulisan ini tapi saya tidak yakin sudah melakukan kedua hal ini atau belum.


“Masih ada kejutan lagi,” seru psikolog Anna. Nah loh. “Rogoh bagian bawah kursi yang Anda duduki, di sana ada gulungan kertas bertuliskan karakter positif. Ingat, tidak ada yang kebetulan.”

Nah, di sini baru lucu. Tebak saya dapat apa? “Rapi” Doeeeng ... ketahuan sama kakak-kakak saya mah pada senang mereka.



 Setelah ditutup dengan cara yang menyegarkan, dr. Elizabeth Yohmi Sp. A sekaligus Ketua SATGAS ASI IDAI memberikan pandangan tentang kaitan ASI dengan kesehatan bayi. Pun pembahasan ini terkait dengan kepercayaan diri seorang ibu. Tentu banyak informasi yang bertebaran bahwa kebanyakan kasus ASI kurang disebabkan oleh kurangnya ilmu tentang ASI dan kepercayaan diri si ibu. Informasi yang dipaparkan oleh dr. Elizabeth lebih banyak mengulik rasa ingin tahu para peserta. Dr. Elizabeth menekankan bahwa proses Inisiasi Menyusui Dini adalah langkah awal kesehatan bayi. Toh, beliau juga menyatakan bahwa tidak ada yang namanya IMD gagal.

Kebanyakan para ibu yang baru saja melahirkan melorot kepercayaan dirinya saat mengetahui jumlah ASI-nya ‘sedikit. Padahal lambung bayi yang baru lahir hanya sebesar kelereng dan bayi dapat bertahan selama empat hari tanpa ASI, jika si ibu mengalami kesulitan mengeluarkan ASI. Hal ini pernah saya alami pada anak pertama. Maklum, namanya anak pertama. Ibu saya terus menceritakan bahwa abang sulung saya minum 100 cc ASI begitu baru lahir, jadi ketika beliau lihat ASI saya hanya mengotori dasar botol, saya langsung dianggap memiliki ASI kurang. Sempat hendak memberi susu formula tapi syukurlah anak saya tidak suka dan benar saja di hari keempat dengan berbagai usaha, anak saya bisa menyusu dengan benar.


Itulah mengapa sangat disarankan untuk mendatangi klinik laktasi dari sebelum melahirkan. Kondisi tubuh yang lelah akibat melahirkan, justru membuat ibu baru merasa kehilangan fokus dan kemudian kepercayaan diri. Pengetahuan sejak dini tentang ASI akan mengatasi hal itu.

Menyusui pun ada tekniknya, pelekatan yang tepat akan mengoptimalkan jumlah ASI yang keluar. Kasus bayi rewel saat atau sesudah menyusui bisa jadi disebabkan oleh posisi mulut bayi yang tidak tepat. Pelekatan yang tepat adalah ketika si bayi  juga turut menghisap aveola atau daerah sekitar puting, jadi tidak hanya puting yang masuk ke mulut. Salah pelekatan juga bisa menyebabkan lecet pada puting. Nah, ini yang saya alami pada anak ketiga. Siapa bilang saya sudah lulus menyusui? Hehehehe ...

Saya merasa tersentil ketika dr. Elizabeth menjelaskan tentang tata tertib menyusui. Menyusui sejatinya sebagai pererat hubungan antara ibu dan anak oleh sebab itu, jangan menyusui anak sambil main ponsel (jiaaah ini anak kedua banget). Saat menyusui adalah waktunya memaksimalkan kelima panca indera anak. Belaian, pijatan, tatapan, percakapan atau nyanyian adalah yang semestinya kita lakukan saat menyusui. Tapi gimana dook, dia nyusunya lama bingiiiit kan pegal. (alesaaaaan aja gue).

Saya rasa penjelasan dr. Elizabeth ini cukup ramah, mengingat beberapa waktu sebelum acara ini mulai ramai lagi mom war terkait ASI dan konsumsi susu sapi. Padahal sebagai penyandang jabatan Ketua SATGAS ASI, saya sudah khawatir bakal mendengar doktrin-doktrin ekstrem. Eh, ternyata tidak.


Walau saya tidak mengikuti games dan makan siangnya karena suami harus segera meninggalkan anak-anak di rumah demi urusan pekerjaan, saya yakin sudah mengantungi lebih banyak ilmu hari ini dari yang saya dapatkan kemarin. Kiddos, here I come. Thank you, mommies daily. 

Untuk info lebih lanjut tentang Transpulmin Baby Balsam dan Kamillosan silahkan ke:
www.facebook.com/KehangatanIbu atau di twitter @KehangatanIbu
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar