Setelah sekian kali ulang tahun anak-anak, saya terpaksa
mengakui bahwa buku menjadi urutan ke sekian sebagai objek hadiah. Padahal kebanyakan
dari para orangtua yang memberi hadiah pada anak-anak saya tidak tahu kalau
saya punya link untuk mendapatkan buku-buku bagus dengan harga miring
(keuntungan pernah kerja di penerbitan hehehe), jadi harusnya mereka ga takut
akan memberikan buku yang sudah dimiliki anak-anak bukan?
Buku sering menjadi solusi saya ketika tiba-tiba mendapat
undangan ulangtahun dari seorang anak yang agak lupa-lupa ingat sukanya apa.
Tapi itu dulu, karena sejak toko buku di Kalibata City Square berubah nama
menjadi planet bookstore, saya kehilangan selera beli buku di sana. Padahal ada sekian banyak buku, ga
satupun membuat saya tergugah membelinya. Terlalu banyak buku belajar walau
dengan ilustrasi lucu-lucu. Minim buku cerita, kalaupun ada, tidak menarik dan
membuat saya gatal ingin mengeditnya. Akhirnya terpaksa deh beliin mainan.
Mainstream.
Sebenarnya saat membeli buku saya khawatir juga apakah si
anak dibesarkan dalam lingkungan pencinta buku atau pencinta tablet. Maklum, biasanya
masih usia balita, belum lancar membaca jadi perlu didampingi. Nah, orang
dewasanya mau dampingi atau tidak? Kelamaan galau, saya yah bismillah saja.
Anggap saja doa, karena saya percaya ada banyak keuntungan bagi anak dengan
menumbuhkan kecintaannya terhadap buku. Bukan sekadar bisa baca loh ya, tapi
cinta buku itu sudah bisa tumbuh tanpa harus memiliki kemampuan membaca.
Contohnya ya anak-anak saya. Yah, yang walau karena itu, tenggorokan Amynya
sering seret karena ada setumpuk buku yang mereka tuntut untuk dibacakan.
Syukur si bayi belum menuntut ... ehhmmm sebenarnya sudah sih, dia bersemangat
setiap kali saya bukakan buku di hadapannya.
Budaya menghadiahi buku memang beranjak dari masa kecil
saya. Selain fakta bahwa ketika saya lahir ada yang menghadiahi saya buku
berjudul Bhagavad Gita, yang paling saya ingat adalah ketika saya sakit di usia
SD, papa saya datang siang-siang (entah dari kantor atau sedang libur) dan
membawakan sepaket buku nabi-nabi. Katanya untuk dibaca sembari saya
tidur-tiduran. Rasanya tuh kaya dapat barang berharga.
Lalu memiliki tiga kakak dan abang dengan hobi membaca yang
tinggi juga kemudian menambah kenangan saya akan hadiah-hadiah berupa buku
(selain kaset tentunya). Setiap kakak memberikan buku yang sesuai dengan visi
misinya masing-masing hehehe ... Setelah memiliki uang sendiri, saya pun
meneruskan kebiasaan ini pada teman-teman. Biasanya itu cara saya mengemukakan
pendapat. Jadi, mau dibaca atau tidak, yang penting pesan sudah tersampaikan.
Setelah memiliki anak, saya punya banyak alasan untuk
membelikan anak-anak buku. Ulang tahun, hiburan saat sakit, teman untuk jalan-jalan,
kegiatan saat liburan, dan lain-lain ... Pokoknya bentar-bentar buku. Walau
akhirnya sutris sendiri karena anak-anak itu belum bisa memperlakukan buku
secara tepat. Malika yang saking sukanya dengan buku, dia suka mengumpulkan
sesuai seri lalu ditumpuk di sekitar kasur dan bantalnya. Tak hanya itu, dia
bawa ke mana-mana, keluar masuk tas. Akhirnya ya keriting lah. Sedangkan Safir
justru protektif dengan bukunya. Tidak mau dibaca. Dia simpan di pojokan tempat
tidurnya, akhirnya masuk kolong dan lain sebagainya, ya pretelan juga. (Huhuhuhu
.... ) toh berapa kali pun saya mengancam tak mau membelikan mereka buku lagi,
tak lama saya masuk rumah membawa beberapa buku baru. Sepertinya saya sulit
move on hehehe .... Dan karena saya sadar bahwa kebiasaan anak-anak itu serupa
dengan saya sewaktu kecil hihihiy ... Tanya saja pada kakak dan abang-abang saya.
Saat masih bekerja di penerbitan, saya lebih royal lagi
terhadap buku. Saya ingat ketika sepupu saya beserta anak-anaknya yang sudah
remaja datang dari Aceh. Sepupu saya ini sering memberikan buku Lima Sekawan
pada abang-abang dan kakak saya sewaktu kecil, dan karenanya saya ingin
melakukan hal serupa pada anak-anaknya. Dan ternyata buku-buku itu menjadi
satu-satunya hadiah bagi salah satu keponakan saya itu. (ah, jadi sedih ...).
Beneran deh, yuk berikan buku sebagai hadiah pada anak-anak
(anak sendiri atau teman-temannya). Buku itu memiliki makna yang lebih dari
sekadar kumpulan kertas bertuliskan kata-kata. Jika kita tidak menghindarinya,
buku bukan sekadar jendela dunia, melainkan sebuah kotak kenangan. Semoga kenangan yang indah.
saya termasuk yang rajin beliin anak-anak buku :D
BalasHapustosss dulu ....
Hapus