Saya sendiri tidak pernah menyangka bahwa koleksi bungkus
permen sewaktu duduk di Sekolah Dasar dapat membantu teman saya merampungkan
tugas akhirnya, mendesain sebuah masterpiece.
Waktu itu, kami hanya tengah berbicang lewat telepon rumah
seperti biasa (yes, it was almost 10 years ago). Dia membicarakan tentang
kelanjutan studinya di salah satu sekolah fashion, Susan Boedihardjo. Setelah
pendidikan yang intens, tibalah waktunya untuk membuat karya tugas akhir. Tentu
saja sebuah desain yang mahakarya. Kami sama-sama berpikir apa sekiranya
material yang akan dipakai agar terlihat unik. Entah mengapa, tercetuslah ide. “Pakai
bungkus permen.”
Tapi perlu banyak
bungkus permen.
“Gue punya banyak.” Celetuk saya waktu itu. Ya, saya punya
banyak sekali. Koleksi yang saat itu sudah berusia lebih dari 10 tahun itu
(tidak bertambah setelah lulus SD) jumlahnya hampir seribu. Lebih dari cukup.
Dengan perasaan campur aduk akhirnya, bungkusan-bungkusan itu beralih
kepemilikan.
Singkat cerita, jadilah sang masterpiece pertama kawan saya
itu. Saya bahkan sempat datang untuk melihatnya dipajang di kampusnya. Rasanya
terharu gimana gitu. Ide yang awalnya hanya ingin masuk Guiness Book of Record
ternyata kemudian bisa menjadi bahan dukungan untuk teman saya itu rasanya ....
kaya lihat anak sendiri lulus sarjana.
Karya masterpiece itu menjadi salah satu saksi sepakterjang
teman saya di bidang bisnis fashion. Saya
mengenalnya saat masih bersama di Fakultas Ilmu Budaya. Dia merasa tersesat
saat itu. Namun kemudian usai lulus, dia pun mengambil studi yang paling
disukainya, fashion.
Tekad yang kuat memang bisa mewujudkan apa pun. Saat masih
berada di fakultas yang sama, dia tidak bisa menggambar sama sekali. At all, I
must say. Namun, ketika dia belajar desain fashion,
dan kerap mendapat tugas membuat ratusan sketsa rancangan, gambarnya kian
membaik. Saya sendiri takjub melihatnya. Setelah sekian tahun tersesat, kini,
dia menjadi produsen kerudung di bawah label miliknya sendiri, Creamy Hijab. Hijabnya
tak hanya menyentuh seluruh daerah di Indonesia tetapi juga di luar negeri,
thanks to online system.
Kamu juga bisa begitu. Jika kamu menyebut diri sebagai desainer fashion Indonesia, ambil langkah berani dengan mengikuti kompetisi desain fashion FCC (Fashion Crowd Challenge) 2015. Ajang
global ini terbuka bagi siapa pun. Saya ulangi, siapa pun. Jadi ga perlu malu,
ga perlu minder, ikut ajang ini ga ada ruginya sama sekali. Apalagi bagi
desainer fashion muslim. Indonesia
boleh bangga loh jadi kiblat pakaian muslim dunia. Lihat saja Dian Pelangi yang
bisa masuk daftar yang sama dengan para perancang ternama seperti Karl
Laggerfield, Dolce Gabbana, dll. So, kembangkan kreativitasmu dan daftarkan
segera di www.fashioncrowdchallenge.com Pendaftaran berakhir pada 7 Oktober ini
loh. Buat kamu yang pencinta fashion juga bisa ikutan berpartisipasi di FCC Indonesia 2015 dengan
memberikan dukungan. Nah, kan, ayo jangan lewatkan kesempatan beraksi di ajang
internasional dan bawa nama harum Indonesia ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar