Jumat, 13 Desember 2013

(Repost) Rusunami Challenge #1: the goods and the bads

Sebenarnya aku lebih suka mengatakannya flat ketimbang rusunami, karena memancing pertanyaan tambahan-apaan tuw? Dan konotasi rusun kumuh. Well, I must say, walau kecil, tapi beranilah aku sombongan dikit dari rusun-rusun pemerintah di daerah Klender atau Tebet atau di manalah J.
Waktu beli, memang banyak menuai protes, apalagi begitu dengan di lantai berapa kami tinggal. Yup lantai 10 dari 19 lantai yang ada. Bahkan mertuaku pun setelah tiga tahun sudah kita bayar itu flat, baru sekarang minta itu ditukar-emangnya kursi pesawat ya ;p.
Aku memang tidak asing dengan konsep flat, Cuma yang bikin aku kadang ga sesuai harapan adalah-ya ampyuuun kecil amat sih niy tempat. Semakin dekatnya waktu kita untuk menempati flat yang masih kosong melompong, perlahan-lahan aku mulai berdamai dengan area yang mungil itu. Dan mulai mendata, the goods of living in a small flat. Dan memberikan sedikit the bads sebagai penyeimbang.

The Goods
  1. Cocok untuk membesarkan batita. Ini berasa banget ketika Malika sudah mulai berjalan. Benar-benar tidak bisa ditinggal. Akhirnya pasang barikade dan pagar yang mengelilingi area main dia. Walhasil kalau kita mau minum berarti harus ke ruang makan dan agak tahan dikit mendengar Malika meratap di balik jeruji pagar pengaman. Mau nyuci popok harus ke atas. Kebayang kalau harus sendirian tinggal di rumah kaya di Tebet. Ruang yang kecil jadi terasa efisien. Biar sendirian tapi masih bisa sambil mengerjakan yang lain. Apalagi insya Allah mau ada penghuni kecil lagi.
  2. Ga perlu ketemu pengemis. Kelihatannya seperti pernyataan yang sombong, tetapi aku memang tidak suka ketika sedang duduk di teras rumah Tebet tau-tau ada yang ngintip dari balik pagar mau minta-minta. Nyebelin banget. Seperti telah dilanggar hak privasinya. Makanya ga terlalu betah juga main di tempat mertua yang di perumnas hahahaa...
  3. Ga ada godaan tukang jualan. Aku sih sudah dididik tidak jajan sama orangtua, tapi suami lain lagi ceritanya. Kalau banyak tukang jualan dan Malika nanti sudah agak besar, bisa-bisa ada yang akan nangis-nangis kalau tidak dibeliin dan ayahnya juga sebenarnya pengen jajan.
  4. Ga ada suara bising bajaj atau motor. Dahulu Tebet jadi area perumahan yang tenang dan enak, tetapi begitu banyak tempat distro gang rumahku yang menghubungkan dua jalan raya jadi jalur alternatif sama banyak mobil. Dan pada g punya manner. Masa klakson-klakson di gang yang hanya pas dua mobil? So, living in a flat definitely bebas suara kendaraan bermotor apalagi kita menghadap ke dalam bukan ke jalan.
  5. Ada lapangan/taman bersama. Rumah Tebet juga dekat dengan lapangan basket, tempat Malika main dan bersosialisasi setiap harinya. Nah di flat kalibata ini juga ada. Banyak pula karena tiap tower pasti punya taman. Setidaknya ada area yang cukup besar untuk Malika jalan-jalan.

The Bads
  1. Lagi bayangin kalau gempa. Kalau si janin insya Allah lahir, kebayang turun tangga darurat sambil bawa dua anak. Bukannya berharap yang tidak-tidak, tetapi Jakarta kan memang rawan gempa, jadi memang harus bersiap untuk itu. Gimana caranya supaya tidak panik saat ada gempa.
  2. Karena hanya terpisah oleh satu tembok, kayanya kalau satu lantai ini sudah diisi penuh bisa kedengeran tuw pertengkaran rumah tangga. Hahahaha...
  3. Beware of windows. Memang, tidak ada orang lalu lalang di depan mata kita, tetapi jendela-jendela di seberang kita bisa jadi pemandangan menarik. Hahahaha... kalau salah-salah tutup gorden, bisa kelihatan tuw lagi pakai handuk atau tidak. Dan jendela kita termasuk di dalamnya. Apalagi kalau ingat film-film bokep yang ada edisi ngintip pake teropong- halah!

Udah ga usah banyak-banyak the Bads, karena intinya, syukuri saja apa yang ada. Happiness itu datangnya dari dalam alias dari hati kalau kata Gobind Vashdev. Jadi kitalah yang menentukan sebuah kecerian bukan materi. J Let’s make a home sweet home.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar